KONSELING
KELUARGA BERENCANA DAN MOTIVASI IBU DENGAN PENGGUNAAN INTRAUTERINE DEVICE (IUD) POST PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr.
ZAINOEL ABIDIN
Oleh:
Putri Santy dan
Nurlaili Ramli
ABSTRAK
Penggunaan alat
kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal pil dan
suntik dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). IUD post
plasenta merupakan alat kontrasepsi yang sangat berpotensi untuk mencegah
kehilangan kesempatan menggunakan alat kontrasepsi pasca persalinan dan
menurunkan angka diskontinuitas. Konseling keluarga berencana dan motivasi ibu
memiliki pengaruh bagi ibu untuk menggunakan kontrasepsi IUD post plasenta. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling KB dan motivasi ibu dengan
penggunaan IUD post plasenta pada ibu post partum di RSUD dr Zainoel Abidin. Penelitian
bersifat analitik, menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian
berjumlah 46 responden. Analisa data menggunakan uji Chi-square dengan Confidence
Interval (CI) 95 %. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara konseling keluarga berencana dan motivasi ibu dengan penggunaan
IUD post plasenta. Diharapkan kepada bidan untuk memberikan konseling keluarga
berencana sejak masa kehamilan, supaya ibu mengetahui keuntungan dan kelemahan
IUD post plasenta
Kata Kunci: konseling keluarga
berencana, motivasi ibu, IUD post
plasenta.
PENDAHULUAN
Proporsi pengguna alat kontrasepsi adalah 62,7% dari 1.178.863.000 wanita reproduktif usia 15 sampai 49 tahun di dunia yang berstatus
menikah atau tinggal bersama. Alat kontrasepsi yang digunakan diantaranya
metode tradisional 6,6% dan metode modern 56% (MOW 18,9%, MOP 2,4%, pil 8,8%,
suntik 3,5%, implan 0,3%, IUD 14,3%, kondom 7,6%, barier vagina 0,2%) dengan proporsi unmet need 11,2%. Akseptor alat kontrasepsi di Indonesia berbeda
dengan akseptor alat kontrasepsi di dunia yang lebih banyak didominasi
oleh metode kontrasepsi jangka panjang
yang mencapai 35,9% dan jangka pendek hanya 20,1%.1
Sedangkan di Indonesia didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek
yang mengandung hormonal seperti pil dan suntik yang mencapai 45% dari seluruh
alat kontrasepsi yang digunakan oleh penduduk Indonesia, dengan proporsi unmet need 9% yang terdiri dari 4% untuk menjarangkan kalahiran dan
5% untuk membatasi kelahiran. Sedangkan metode alat kontrasepsi jangka panjang
cenderung tidak mengalami perubahan yang besar yaitu berkisar 11,6% pada tahun
2010 menjadi 12,7% pada tahun 2011 dengan proporsi
akseptor IUD 5,28%.2
Menurut
penelitian yang dilakukan di India dari 850 orang yang telah
dipilih untuk dipasangkan IUD post
plasenta, hanya 210 (24,7%) dari mereka yang bersedia.3 Tidak
jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tulang Bawang,
jumlah ibu bersalin 689 orang, dari 30% peserta MKJP hanya 12% pemasangan IUD pasca
plasenta lahir, sedangkan 18% lainnya setelah dua hari pasca melahirkan.4
Menurut BKKBN provinsi Aceh pada bulan Desember tahun 2011 jumlah pasangan
usia subur (PUS) adalah 795.348 dan 606.081 (76,2%) PUS yang menggunakan alat
kontrasepsi didominasi oleh metode kontrasepsi hormonal jangka pendek yang
mencapai 85%. Sedangkan metode kontrasepsi jangka panjang mencapai 5,9% dengan proporsi umnet need 12,77%. Akseptor alat
kontrasepsi IUD di Aceh tidak
mengalami peningkatan tinggi, yaitu dari 2,39% pada tahun 2011 menjadi 2,71%
pada tahun 2012.
Salah satu
upaya untuk meningkatkan penggunaan MKJP melalui pemasangan IUD pacsa plasenta pada ibu bersalin dalam
mengatur jarak kehamilan tanpa mempengaruhi produksi air susu ibu.5 IUD post plasenta adalah sebuah program
dimana klien dipasangkan IUD 10 menit
setelah plasenta lahir atau sebelum penjahitan uterus pada operasi caesar.
Metode ini sangat berpotensi untuk mencegah kehilangan kesempatan untuk
menggunakan alat KB pasca persalinan dan menurunkan angka diskontinuitas.
Terlaksananya program IUD post plasenta
diharapkan dapat mencegah kelahiran yang tidak direncanakan (Unintendet) yang berjumlah 12%,
kelahiran yang tidak diharapkan (Unwanted)
yang berjumlah 7%, dan unmet need
yang berjumlah 9%.2
Upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan KB pasca persalinan yaitu dengan pelatihan
konseling komunikasi dan edukasi (KIE) oleh provider untuk menambah pengetahuan
masyarakat mengenai alat/cara KB.6 konseling selalu diabaikan dan
tidak dilaksanakan dengan baik karena petugas tidak memiliki waktu dan tidak
menyadari pentingnya konseling.7 Motivasi penggunaan IUD post plasenta dipengaruhi oleh
pasangan, status kesehatan dan alat kontrasepsi itu sendiri.8
Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan konseling KB
dan motivasi ibu dengan penggunaan IUD
post plasenta pada ibu post partum
di rumah sakit umum daerah dr Zainoel Abidin.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di
ruang bersalin dan ruang seureune 3 Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin
(RSUZA). Populasi yang digunakan adalah seluruh ibu post partum di RSUZA.
Pengambilan sampel menggunakan teknik non
probability sampling (Accidental sampling) dengan jumlah sampel yang didapat 46
orang responden, dengan kriteria a) melahirkan normal, anjuran dan buatan; b)
tidak mengalami ketuban pecah dini; c) tidak mengalami perdarahan pasca salin;
d) tidak menderita penyakit infeksi genitalis.
Instrumen penelitian yang
digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah kuesioner dan panduan melakukan
wawancara. Penelitian ini dibantu oleh dua orang enumerator dengan latar
belakang pendidikan DIII Kebidanan. Pengumpulan data dilakukan dua jam setelah
ibu melahirkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Hubungan Konseling Keluarga Berencana dengan Penggunaan Intra Uterine Device (IUD) Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zainoel Abidin
Konseling
keluarga berencana
|
Penggunaan
IUD post
plasenta
|
Jumlah
|
p-value
|
RP
|
||||
Ya
|
Tidak
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Ya
|
11
|
50
|
11
|
50
|
22
|
100
|
0,002
|
6
|
Tidak
|
2
|
8,3
|
22
|
91,7
|
24
|
100
|
Tebel 1 menunjukkan penggunaan IUD
post plasenta lebih banyak pada ibu yang mendapatkan konseling keluarga
berencana (50%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan konseling
(8,3%). Hasil uji chi-square nilai
p=0,002, ada hubungan antara konseling keluarga berencana dengan penggunaan IUD post plasenta. Konseling keluarga
berencana meningkatkan penggunaan IUD
post plasenta 6 kali lebih banyak dibandingkan yang tidak mendapatkan
konseling.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mujahartinah pada
tahun 2009, yang menyatakan ada hubungan antara konseling keluarga berencana
dan dengan kelangsungan penggunaan IUD.9 Berbeda halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Daru pada tahun 2002, menyatakan ada hubungan
yang tidak signifikan antara konseling keluarga berencana dengan pemakaian
kontrasepsi IUD dan implan.10
Penelitian di
373 klinik di Indonesia ditemukan hanya tiga klinik yang dikategorikan memenuhi
standar pelaksanaan konseling. Salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur standar itu adalah kecakapan konselor dalam “melayani” klien, termasuk
berinteraksi dan menggali informasi yang disembunyikan klien.10
Konseling
keluarga berencana merupakan suatu metode untuk meningkatkan pengetahuan ibu
bersalin tentang alat kontrasepsi.6 Bidan sebagai provider harus
memberikan konseling dengan baik agar dapat menjaga kesinambungan dalam menggunakan
metode kontraspsi IUD post plasenta.5
Konseling keluarga berencana dipengaruhi oleh sikap, dukungan, dan sejarah
hubungan. Keberhasilan konseling juga
ditentukan oleh kemahiran konselor dalam memerankan tugasnya, efektivitas
konseling petugas kesehatan akan memengaruhi pengetahuan ibu dan berpengaruh
pada pemilihan alat kontrasepsi.11
Rendahnya
penggunaan IUD post plasenta di rumah
sakit umum dr. Zainoel Abidin disebabkan oleh kurangnya konseling yang diterima
oleh ibu sehingga ibu tidak mengetahui informasi tentang kontrasepsi IUD post plasenta. Selain itu umur ibu
dan jumlah anak yang diinginkan juga berpengaruh dalam penggunaan IUD post plasenta, karena umur ibu, lama
menikah dan jumlah anak yang diinginkan akan membuat ibu membatasi jumlah anak
dengan menggunakan alat kontrasepsi yang permanen.
Tabel 2. Hubungan Motivasi Ibu dengan Penggunaan Intrauterine Device (IUD) Post Plasenta
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Motivasi Ibu
|
Penggunaan
IUD post
plasenta
|
Jumlah
|
p-value
|
RP
|
||||
Ya
|
Tidak
|
|||||||
N
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|||
Tinggi
|
13
|
54,2
|
11
|
45,8
|
24
|
100
|
0,000
|
0
|
Rendah
|
0
|
0
|
22
|
100
|
22
|
100
|
Tebel 2 menunjukkan penggunaan IUD post plasenta lebih banyak pada
ibu yang memiliki motivasi tinggi (54,2%) dibandingkan dengan ibu yang memiliki
motivasi rendah (0%). Uji chi-square
menunjukkan nilai p=0,000 ada hubungan antara motivasi ibu dengan penggunaan intrauterine device (IUD) post plasenta
secara statistik, namun secara praktis motivasi tidak memiliki hubungan dengan
penggunaan IUD post plasenta.
Hasil ini sejalan
dengan penelitian Putriningrum pada tahun 2010 dengan hasil sebayak 70,58% responden memilih alat kontrasepsi atas kesadaran
sendiri dan 29,42% dibantu oleh bidan.12 Hal ini dapat diartikan
motivasi ibu sangat berpengaruh dengan penggunaan alat kontrasepsi. Berbeda
halnya dengan penelitian Rahmasari pada tahun 2013 responden yang memiliki motivasi baik 30 orang (75%) dan
sisanya memiliki motivasi yang kurang baik (25%) dengan α=0,005, p-value=0,399 dan tingkat kemaknaan 95%
yang berarti tidak ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim.13
Motivasi tinggi
diperoleh dari hasil gabungan motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan
motivasi rendah hanya dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik. Sumber motivasi
ekstrinsik paling besar dipengaruhi oleh bidan (65,5%), teman (5,8%), dan
dokter 2,3%. Sedangkan motivasi instrinsik hanya sekitar 26,5%. Pengguna IUD
post plasenta bisa meningkat apabila motivasi berasal dalam diri ibu
berdasarkan informasi dari tenaga medis terpercaya.14 Jadi motivasi
merupakan hasil dari fikiran, harapan dan tujuan seseorang. Salah satu tolak
ukur motivasi penggunaan IUD post
plasenta dipengaruhi oleh pasangan, status kesehatan dan alat kontrasepsi
itu sendiri.8
Ibu yang
memiliki motivasi tinggi akan menggunakan IUD
post plasenta, namun ibu yang memiliki motivasi rendah pasti tidak akan
berminat untuk menggunakan IUD post
plasenta. Hal ini disebabkan oleh dorongan dari dalam diri ibu untuk
mencegah kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi yang paling efektif.
Bidan memiliki peran yang besar untuk meningkatkan motivasi karena bidan adalah
seorang yang paling dekat dengan ibu. Selain itu suami juga mempengaruhi
motivasi ibu untuk menggunakan IUD post
plasenta, karena pengaruh budaya istri biasanya mendengarkan saran dari suami.
KESIMPULAN
1.
Proporsi ibu yang menggunakan IUD post plasenta di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin sebanyak 13 orang (28,3%) dan 33 orang lainnya tidak
menggunakan (71,7%).
2.
Proporsi ibu yang mendapatkan
konseling keluarga berencana sebanyak 22 orang (52,2%) dan 24 orang tidak
mendapatkan konseling (47,8%).
3.
Ibu yang memiliki motivasi tinggi
dalam menggunakan IUD post plasenta
sebanyak 24 orang (52,2%%) dan ibu yang memiliki motivasi rendah sebanyak 22
orang (47,8%).
4.
Terdapat hubungan antara konseling
keluarga berencana dengan penggunaan IUD
post plasenta (p = 0,002)
5.
Terdapat hubungan antara motivasi
ibu dengan penggunaan IUD post plasenta
(p = 0,000).
SARAN
Kepada penentu kebijakan untuk dapat membuat kebijakan atau
prosedur tetap penggunaan IUD post
plasenta pada ibu bersalin yang memenuhi kriteria pemasangan dan mengadakan
pelatihan peningkatan keterampilan bidan dalam melakukan pemasangan IUD post
plasenta. Kepada tenaga bidan untuk dapat meningkatkan pemahaman ibu hamil
tentang IUD post plasenta melalui konseling keluarga berencana pada kunjungan
ante natal care.
DAFTAR PUSTAKA
United Nations. 2011. World
Contraseptive Use. United Nations
BPS & Macro
International (2008) Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2007, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro
International
Kittur, S. 2012. Enhancing
contraceptive usage by post-placental Intrauterine contraceptive devices
(PPIUCD) insertion with evaluation of safety, Effecacy, and expulsion. Departemen of Obstetrics and Ginecology : Karnataka, India
Jayanti, R. 2012. Hubungan
pengetahuan dengan IUD post plasenta. Lampung
Kemenkes R.I. 2012. Pedoman
pelayanan keluarga Berencana Pasca persalinan di Fasilitas Kesehatan.
Kemenkes R.I : Jakarta
Ekoriano. 2013. Upaya
Peningkatan Alat Kontrasepsi (KB) Pasca Persalinan dan Pasca keguguran di Rumah
sakit. BKKBN : Jakarta
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono :
Jakarta
Hartanto, H. 2010. Keluarga
Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta
Mujihartinah. 2009. Hubungan
Konseling KB dengan Penggunaan Kontrasepsi IUD: Gajah Mada University :
Yogyakarta
Starh. 2002, Konseling KB Berkualitas Belum Dipahami http://sidrap-file
filepc.blogspot.com/2012/01/konseling-kb-berkualitas-belum dipahami. html,
diakses February 16, 2013.
Sheilla, L. 2006. Bimbingan dan Konseling.
Gramedia Pustaka Utama : jakarta
Putriningrum,
R. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Kontrasepsi Kb Suntik
Di Bps. Ruvina Surakarta. Jurnal. Prodi D-III Kebidanan, STIKes
Kusuma Husada Surakarta
Rahmasari, R. 2013. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada
wanita usia subur di kecamatan Baiturrahman kota Banda Aceh. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala
Aghamolaei,T.,Zare, S., Tafavian, S., Abedini, S. & Poudat, A.,
2007. IUD Survival and Its Determinants ;
a Historial Cohort Study. J Res Health
Sci, pp. 31-35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar