Rabu, 30 Desember 2015

Putri Santy dan Nurlaili Ramli: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2015, hal. 83-88

KONSELING KELUARGA BERENCANA DAN MOTIVASI IBU DENGAN PENGGUNAAN INTRAUTERINE DEVICE (IUD) POST PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

Oleh:
Putri Santy dan Nurlaili Ramli

ABSTRAK
Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal pil dan suntik dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). IUD post plasenta merupakan alat kontrasepsi yang sangat berpotensi untuk mencegah kehilangan kesempatan menggunakan alat kontrasepsi pasca persalinan dan menurunkan angka diskontinuitas. Konseling keluarga berencana dan motivasi ibu memiliki pengaruh bagi ibu untuk menggunakan kontrasepsi IUD post plasenta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling KB dan motivasi ibu dengan penggunaan IUD post plasenta pada ibu post partum di RSUD dr Zainoel Abidin. Penelitian bersifat analitik, menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 46 responden. Analisa data menggunakan uji Chi-square dengan Confidence Interval (CI) 95 %. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konseling keluarga berencana dan motivasi ibu dengan penggunaan IUD post plasenta. Diharapkan kepada bidan untuk memberikan konseling keluarga berencana sejak masa kehamilan, supaya ibu mengetahui keuntungan dan kelemahan IUD post plasenta

Kata Kunci: konseling keluarga berencana, motivasi ibu, IUD post plasenta.

PENDAHULUAN
Proporsi pengguna alat kontrasepsi adalah 62,7% dari 1.178.863.000 wanita reproduktif usia 15 sampai 49 tahun di dunia yang berstatus menikah atau tinggal bersama. Alat kontrasepsi yang digunakan diantaranya metode tradisional 6,6% dan metode modern 56% (MOW 18,9%, MOP 2,4%, pil 8,8%, suntik 3,5%, implan 0,3%, IUD 14,3%, kondom 7,6%, barier vagina 0,2%) dengan proporsi unmet need 11,2%. Akseptor alat kontrasepsi di Indonesia berbeda dengan akseptor alat kontrasepsi di dunia yang lebih banyak didominasi oleh  metode kontrasepsi jangka panjang yang mencapai 35,9% dan jangka pendek hanya 20,1%.1
Sedangkan di Indonesia didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek yang mengandung hormonal seperti pil dan suntik yang mencapai 45% dari seluruh alat kontrasepsi yang digunakan oleh penduduk Indonesia, dengan proporsi unmet need 9% yang terdiri dari 4% untuk menjarangkan kalahiran dan 5% untuk membatasi kelahiran. Sedangkan metode alat kontrasepsi jangka panjang cenderung tidak mengalami perubahan yang besar yaitu berkisar 11,6% pada tahun 2010 menjadi 12,7% pada tahun 2011 dengan proporsi akseptor IUD 5,28%.2
Menurut penelitian yang dilakukan di India dari 850 orang yang telah dipilih untuk dipasangkan IUD post plasenta, hanya 210 (24,7%) dari mereka yang bersedia.3 Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tulang Bawang, jumlah ibu bersalin 689 orang, dari 30% peserta MKJP hanya 12% pemasangan IUD pasca plasenta lahir, sedangkan 18% lainnya setelah dua hari pasca melahirkan.4
Menurut BKKBN provinsi Aceh pada bulan Desember tahun 2011 jumlah pasangan usia subur (PUS) adalah 795.348 dan 606.081 (76,2%) PUS yang menggunakan alat kontrasepsi didominasi oleh metode kontrasepsi hormonal jangka pendek yang mencapai 85%. Sedangkan metode kontrasepsi jangka panjang mencapai 5,9% dengan proporsi umnet need 12,77%. Akseptor alat kontrasepsi IUD di Aceh tidak mengalami peningkatan tinggi, yaitu dari 2,39% pada tahun 2011 menjadi 2,71% pada tahun 2012.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penggunaan MKJP melalui pemasangan IUD pacsa plasenta pada ibu bersalin dalam mengatur jarak kehamilan tanpa mempengaruhi produksi air susu ibu.5 IUD post plasenta adalah sebuah program dimana klien dipasangkan IUD 10 menit setelah plasenta lahir atau sebelum penjahitan uterus pada operasi caesar. Metode ini sangat berpotensi untuk mencegah kehilangan kesempatan untuk menggunakan alat KB pasca persalinan dan menurunkan angka diskontinuitas. Terlaksananya program IUD post plasenta diharapkan dapat mencegah kelahiran yang tidak direncanakan (Unintendet) yang berjumlah 12%, kelahiran yang tidak diharapkan (Unwanted) yang berjumlah 7%, dan unmet need yang berjumlah 9%.2
Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB pasca persalinan yaitu dengan pelatihan konseling komunikasi dan edukasi (KIE) oleh provider untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai alat/cara KB.6 konseling selalu diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan baik karena petugas tidak memiliki waktu dan tidak menyadari pentingnya konseling.7 Motivasi penggunaan IUD post plasenta dipengaruhi oleh pasangan, status kesehatan dan alat kontrasepsi itu sendiri.8 Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan konseling KB dan motivasi ibu dengan penggunaan IUD post plasenta pada ibu post partum di rumah sakit umum daerah dr Zainoel Abidin.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di ruang bersalin dan ruang seureune 3 Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUZA). Populasi yang digunakan adalah seluruh ibu post partum di RSUZA. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling (Accidental sampling) dengan jumlah sampel yang didapat 46 orang responden, dengan kriteria a) melahirkan normal, anjuran dan buatan; b) tidak mengalami ketuban pecah dini; c) tidak mengalami perdarahan pasca salin; d) tidak menderita penyakit infeksi genitalis.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah kuesioner dan panduan melakukan wawancara. Penelitian ini dibantu oleh dua orang enumerator dengan latar belakang pendidikan DIII Kebidanan. Pengumpulan data dilakukan dua jam setelah ibu melahirkan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hubungan Konseling Keluarga Berencana dengan Penggunaan Intra Uterine Device (IUD) Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Konseling keluarga berencana
Penggunaan
IUD post plasenta
Jumlah
p-value
RP
Ya
Tidak
N
%
N
%
N
%
Ya
11
50
11
50
22
100
0,002
6
Tidak
2
8,3
22
91,7
24
100

Tebel 1 menunjukkan penggunaan IUD post plasenta lebih banyak pada ibu yang mendapatkan konseling keluarga berencana (50%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan konseling (8,3%). Hasil uji chi-square nilai p=0,002, ada hubungan antara konseling keluarga berencana dengan penggunaan IUD post plasenta. Konseling keluarga berencana meningkatkan penggunaan IUD post plasenta 6 kali lebih banyak dibandingkan yang tidak mendapatkan konseling.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mujahartinah pada tahun 2009, yang menyatakan ada hubungan antara konseling keluarga berencana dan dengan kelangsungan penggunaan IUD.9 Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Daru pada tahun 2002, menyatakan ada hubungan yang tidak signifikan antara konseling keluarga berencana dengan pemakaian kontrasepsi IUD dan implan.10
Penelitian di 373 klinik di Indonesia ditemukan hanya tiga klinik yang dikategorikan memenuhi standar pelaksanaan konseling. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur standar itu adalah kecakapan konselor dalam “melayani” klien, termasuk berinteraksi dan menggali informasi yang disembunyikan klien.10
Konseling keluarga berencana merupakan suatu metode untuk meningkatkan pengetahuan ibu bersalin tentang alat kontrasepsi.6 Bidan sebagai provider harus memberikan konseling dengan baik agar dapat menjaga kesinambungan dalam menggunakan metode kontraspsi IUD post plasenta.5 Konseling keluarga berencana dipengaruhi oleh sikap, dukungan, dan sejarah hubungan.  Keberhasilan konseling juga ditentukan oleh kemahiran konselor dalam memerankan tugasnya, efektivitas konseling petugas kesehatan akan memengaruhi pengetahuan ibu dan berpengaruh pada pemilihan alat kontrasepsi.11
Rendahnya penggunaan IUD post plasenta di rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin disebabkan oleh kurangnya konseling yang diterima oleh ibu sehingga ibu tidak mengetahui informasi tentang kontrasepsi IUD post plasenta. Selain itu umur ibu dan jumlah anak yang diinginkan juga berpengaruh dalam penggunaan IUD post plasenta, karena umur ibu, lama menikah dan jumlah anak yang diinginkan akan membuat ibu membatasi jumlah anak dengan menggunakan alat kontrasepsi yang permanen.

Tabel 2.  Hubungan Motivasi Ibu dengan Penggunaan Intrauterine Device (IUD) Post Plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Motivasi Ibu
Penggunaan
IUD post plasenta
Jumlah
p-value
RP
Ya
Tidak
N
%
n
%
n
%
Tinggi
13
54,2
11
45,8
24
100
0,000
0
Rendah
0
0
22
100
22
100



Tebel 2 menunjukkan penggunaan IUD post plasenta lebih banyak pada ibu yang memiliki motivasi tinggi (54,2%) dibandingkan dengan ibu yang memiliki motivasi rendah (0%). Uji chi-square menunjukkan nilai p=0,000 ada hubungan antara motivasi ibu dengan penggunaan intrauterine device (IUD) post plasenta secara statistik, namun secara praktis motivasi tidak memiliki hubungan dengan penggunaan IUD post plasenta.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Putriningrum pada tahun 2010 dengan hasil sebayak 70,58% responden memilih alat kontrasepsi atas kesadaran sendiri dan 29,42% dibantu oleh bidan.12 Hal ini dapat diartikan motivasi ibu sangat berpengaruh dengan penggunaan alat kontrasepsi. Berbeda halnya dengan penelitian Rahmasari pada tahun 2013 responden yang  memiliki motivasi baik 30 orang (75%) dan sisanya memiliki motivasi yang kurang baik (25%) dengan α=0,005, p-value=0,399 dan tingkat kemaknaan 95% yang berarti tidak ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.13
Motivasi tinggi diperoleh dari hasil gabungan motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan motivasi rendah hanya dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik. Sumber motivasi ekstrinsik paling besar dipengaruhi oleh bidan (65,5%), teman (5,8%), dan dokter 2,3%. Sedangkan motivasi instrinsik hanya sekitar 26,5%.  Pengguna IUD post plasenta bisa meningkat apabila motivasi berasal dalam diri ibu berdasarkan informasi dari tenaga medis terpercaya.14 Jadi motivasi merupakan hasil dari fikiran, harapan dan tujuan seseorang. Salah satu tolak ukur motivasi penggunaan IUD post plasenta dipengaruhi oleh pasangan, status kesehatan dan alat kontrasepsi itu sendiri.8
Ibu yang memiliki motivasi tinggi akan menggunakan IUD post plasenta, namun ibu yang memiliki motivasi rendah pasti tidak akan berminat untuk menggunakan IUD post plasenta. Hal ini disebabkan oleh dorongan dari dalam diri ibu untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi yang paling efektif. Bidan memiliki peran yang besar untuk meningkatkan motivasi karena bidan adalah seorang yang paling dekat dengan ibu. Selain itu suami juga mempengaruhi motivasi ibu untuk menggunakan IUD post plasenta, karena pengaruh budaya istri biasanya mendengarkan saran dari suami.

KESIMPULAN
1.        Proporsi ibu yang menggunakan IUD post plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sebanyak 13 orang (28,3%) dan 33 orang lainnya tidak menggunakan (71,7%).
2.        Proporsi ibu yang mendapatkan konseling keluarga berencana sebanyak 22 orang (52,2%) dan 24 orang tidak mendapatkan konseling (47,8%).
3.        Ibu yang memiliki motivasi tinggi dalam menggunakan IUD post plasenta sebanyak 24 orang (52,2%%) dan ibu yang memiliki motivasi rendah sebanyak 22 orang (47,8%).
4.        Terdapat hubungan antara konseling keluarga berencana dengan penggunaan IUD post plasenta (p = 0,002)
5.        Terdapat hubungan antara motivasi ibu dengan penggunaan IUD post plasenta (p = 0,000).

SARAN
Kepada penentu kebijakan untuk dapat membuat kebijakan atau prosedur tetap penggunaan IUD post plasenta pada ibu bersalin yang memenuhi kriteria pemasangan dan mengadakan pelatihan peningkatan keterampilan bidan dalam melakukan pemasangan IUD post plasenta. Kepada tenaga bidan untuk dapat meningkatkan pemahaman ibu hamil tentang IUD post plasenta melalui konseling keluarga berencana pada kunjungan ante natal care.  


DAFTAR PUSTAKA

United Nations. 2011. World Contraseptive Use. United Nations
BPS & Macro International (2008) Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro International
Kittur, S. 2012. Enhancing contraceptive usage by post-placental Intrauterine contraceptive devices (PPIUCD) insertion with evaluation of safety, Effecacy, and expulsion. Departemen of Obstetrics and Ginecology : Karnataka, India
Jayanti, R. 2012. Hubungan pengetahuan dengan IUD post plasenta. Lampung
Kemenkes R.I. 2012. Pedoman pelayanan keluarga Berencana Pasca persalinan di Fasilitas Kesehatan. Kemenkes R.I : Jakarta
Ekoriano. 2013. Upaya Peningkatan Alat Kontrasepsi (KB) Pasca Persalinan dan Pasca keguguran di Rumah sakit. BKKBN : Jakarta
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono : Jakarta
Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta
Mujihartinah. 2009. Hubungan Konseling KB dengan Penggunaan Kontrasepsi IUD: Gajah Mada University : Yogyakarta
Starh. 2002, Konseling KB Berkualitas Belum Dipahami http://sidrap-file filepc.blogspot.com/2012/01/konseling-kb-berkualitas-belum dipahami. html, diakses February 16, 2013.
Sheilla, L. 2006. Bimbingan dan Konseling. Gramedia Pustaka Utama : jakarta
Putriningrum, R. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Kontrasepsi Kb Suntik Di Bps. Ruvina Surakarta. Jurnal. Prodi D-III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
Rahmasari, R. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) pada wanita usia subur di kecamatan Baiturrahman kota Banda Aceh. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala
Aghamolaei,T.,Zare, S., Tafavian, S., Abedini, S. & Poudat, A., 2007. IUD Survival and Its Determinants ; a Historial Cohort Study. J Res Health Sci, pp. 31-35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar