Kamis, 29 Juni 2017

Maharani: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal. 91-94


GAMBARAN USIA IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA DI BLUD RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH
KABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2017

Oleh:
Maharani

ABSTRAK
Kehamilan seorang ibu tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah faktor usia. Wanita yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal salah satunya adalah retensio plasenta. Retensio plasenta adalah jika plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengahjam setelah anak lahir. Usia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta. Angka kejadian perdarahan post partum di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dari Januari sampai dengan Desember 2016 sebanyak 212 orang, 46 orang diantaranya mengalami retensio plasenta dan mayoritas dialami oleh ibu yang berusia > 35 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran usia ibu bersalin dengan kejadian retensio plasenta di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2017. Metode penelitian ini menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif dan jenis penelitian ini adalah pendekatan retrospektif. Sampel penelitian ini adalah seluruh dokumentasi di ruang bersalin dengan retensio plasenta berjumlah 46 orang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami retensio plasenta mayoritas berusia > 35 tahun sebanyak 32 orang (69,5%), sedangkan usia  20-35 tahun sebanyak 11 orang (23,9%), dan usia < 20 tahun sebanyak 3 orang (6,5%). Pada usia > 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita telah mengalami penurunan menjelang proses persalinan, oleh karenanya risiko terjadinya perdarahan post partum akan semakin meningkat.

Kata Kunci : Usia Ibu, Retensio Plasenta


PENDAHULUAN
WHO (World Health Organization) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi dan proses kelahiran. Kematian meternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi dan proses kelahiran. Kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014).
Salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar adalah kasus perdarahan dan salah satu penyebab post partum adalah retensio plasenta. Di Indonesia angka kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan sebesar 30% yang disebabkan oleh retensio plasenta sebesar 16-17% (Nugroho, 2012).
Angka kematian ibu (AKI) di Aceh tahun 2015 adalah 134/100.000 Kelahiran Hidup (KH), penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan sebanyak 68 orang, hipertensi dalam kehamilan 32 orang, infeksi 5 orang, abortus 5 orang, partus lama 3 orang, lain-lain 57 orang yang belum diketahui penyebabnya (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2017, di dapatkan jumlah ibu bersalin tahun 2016 sebanyak 1000 orang, dan yang mengalami perdarahan post partum sebanyak 212 orang, sedangkan 46 orang mengalami perdarahan post partum disebabkan oleh retensio plasenta.
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi (Manuaba, 2010). Retensio plasenta disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor maternal seperti usia dan multiparitas, faktor uterus yaitu bekas sectio caesarea (SC), bekas pembedahan uterus, bekas kuretase, bekas pengeluaran plasenta secara manual, dan bekas endometritis faktor plasenta yaitu plasenta previa dan implantasi cornual (Oxom, 2010).
Dari hasil penjajakan awal di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh pada tanggal 17 Juli 2017 pada ruang bersalin diperoleh data ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta berjumlah 46 orang dengan mayoritas usia > 35 tahun.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan retrospektif (retrospective).
Penelitian ini dilaksanakan di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama Juli sampai dengan Agustus 2017.
Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh data dokumentasi di Ruang Bersalin yang mengalami retensio plasenta di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dari Januari sampai dengan Desember 2016 yang berjumlah 46 orang.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu pengambilan sample seluruh jumlah populasi yaitu semua ibu bersalin yang mengalami retensio plasenta di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Januari sampai dengan Desember 2016 yang berjumlah 46 orang.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data dokumentasi di ruang bersalin BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2016.
Analisa yang digunakan adalah analisa univariat yang dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel  yang diteliti baik variabel dependent maupun variabel independen.

HASIL PENELITIAN
Analisa data yang digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi usia ibu bersalin dengan kejadian retensio plasenta di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dari Januari sampai dengan Desember 2016 (Tabel 1)

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Bersalin Dengan Kejadian Retensio Plasenta
Di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Tahun 2017

No
Usia Ibu (Tahun)
Frekuensi
(%)
1
< 20
3
6,5
2
20-35 
11
23,9
3
> 35
32
69,5

Jumlah
46
100






Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 46 orang sempel ibu yang mengalami retensio plasenta mayoritas dengan usia > 35 tahun sebanyak 32 orang (69,5%).


PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2017 menunjukkan bahwa ibu yang mengalami retensio plasenta mayoritas berusia > 35 tahun sebanyak 32 orang (69,5%).
Usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur relative muda atau terlalu tua cenderung mudah untuk mengalami komplikasi kesehatan dibandingkan dengan kurun reproduksi sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini erat kaitannya dengan kematangan sel-sel reproduksi, tingkat kerja organ reproduksi serta tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan. Hubungan dengan terjadinya retensio plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu hamil primigravida usia di atas 35 tahun.
Menurut asumsi peneliti, dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa  mayoritas ibu yang mengalami retensio plasenta berusia > 35 tahun membuktikkan semakin lanjut usia seorang ibu dalam menghadapi proses persalinan maka faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum akan semakin meningkat pula. Hal ini disebabkan karena pada usia > 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita telah mengalami penurunan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian retensio plasenta lebih tinggi dari perdarahan postpartum yang lain (atonia uteri, laserasi jalan lahir, sisa plasenta, dan gangguan pembekuan darah). Dari 212 orang ibu yang mengalami perdarahan post partum terdapat 46 orang (21,69%) ibu yang mengalami retensio plasenta.
Menurut Mochtar (1998), penyebab dari retensio plasenta salah satunya yaitu plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, plasenta sudah lepas tetapi belum terlepas karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penangan kala tiga. Implantasi jonjot korion plasenta lebih dalam dapat menyebabkan terhambat keluarnya plasenta dari kavum uteri.
Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas kejadian perdarahan postpartum disebabkan oleh retensio plasenta, artinya retensio plasenta merupakan perdarahan postpartum yang harus diwaspadai. Kurangnya informasi dan kunjungan antenatal care selama kehamilan kemungkinan menjadi penyebab banyaknya terjadi retensio plasenta selain dari faktor yang mempengaruhi terjadinya retensio plasenta itu sendiri.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa antenatal care dan informasi oleh petugas kesehatan sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor resiko yang menyertai kehamilan, persalinan, dan nifas terutama kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum disebabkan oleh retensio plasenta.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama 2 hari pada tanggal 17 sampai dengan 18 Juli 2017 di BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2017, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Ibu yang mengalami retensio plasenta sebanyak 46 orang (21,69 %)
2.    Ibu yang mengalamiretensio plasenta mayoritas berusia > 35 tahun sebanyak 32 orang (69,5 %)


  
DAFTAR PUSTAKA

WHO (World Health Organization). 2014. AKI dan AKB DI Dunia www.who.com 2014. pdf. Di Unduh pada tanggal 23 Maret 2017.
Nugroho T. 2012, Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Profil Kesehatan Provinsi Aceh. 2015. Jumlah AKI dan AKB di Aceh. Diakses 15 Maret 2017.
Profil BLUD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh di Ruang bersalin. 2017. Data ibu yang mengalami perdarahan post partum tahun 2016.
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.EGC: Jakarta
Manuaba, IBG. 2010. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.         Edisi 2. Jakarta: EGC.
Oxorn, Harry, dkk. 2010. Ilmu kebidanan patologi & fisiologi persalinan. YEM: Yogyakarta
Mochtar, Rustam. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran.EGC: Jakarta


Yushida: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal. 75-90


PENGARUH  PEMBERIAN FE,  ASAM FOLAT, VITAMIN C DAN VITAMIN B 12 TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA MAHASISWI PRODI KEBIDANAN POLTEKKES ACEH TAHUN 2016

Oleh:
Yushida

ABSTRAK
Remaja dengan anemia berdampak pada kesehatan reproduksi dan jika hamil berisiko abortus, BBLR dan perdarahan pasca persalinan. Upaya lain diberikan pada penderita anemia defisiensi besi dengan suplementasi tambahan selain zat besi yaitu asam folat, vitamin C dan vitamin B12.Tujuan penelitian untuk menganalisa perbedaan pemberian zat besi, asam folat, vitamin C dan vitamin B12  terhadap peningkatan kadar hemoglobin. Hipotesa penelitian adanya perbedaan kelompok Fe, asam folat dengan kelompok Fe, asam folat, Vitamin C dan kelompok Fe, asam folat dan vitamin B12. .Jenis penelitian quasy eksperimen. Populasi Mahasiswi umur 18-19 tahun berjumlah 49 orang. Pemilihan sampel yaitu purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eklusi yang berjumlah 45 orang. Metode analisa data adalah univariat dan Bivariat dengan menggunakan uji T Test Dependent dan uji Anova. Hasil uji statistik T Test Dependent  menunjukkan adanya pengaruh sebelum dan sesudah pemberian Fe, asam folat, vitamin C dan B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan p-value 0,000. Hasil uji Anova menunjukkan dari ketiga kelompok perlakuan, diperoleh hasil bahwa kelompok perlakuan II (pemberian fe, asam folat, vitamin C) dengan kelompok perlakuan  I (pemberian fe, asam folat) memiliki p value 0,39  artinya kelompok II memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok I sesudah perlakuan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan selisih perbedaan rata-rata 0,873 gr/dl. Diharapkan puskesmas menyukseskan program pemberian Fe, asam folat selama haid dengan menambahkan vitamin C sebagai upaya peningkatan hemoglobin remaja yang bermakna.

Kata Kunci  : Fe, Asam Folat, Vitamin C, Vitamin B12, Hemoglobin, Remaja Puteri


PENDAHULUAN
Masa Remaja merupakan masa aktivitas yang tinggi. Pada masa ini remaja masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga tetap membutuhkan nutrisi untuk tubuh. Fenomena pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan yang maksimal.1
Tingginya kebutuhan energi dan nutrien pada remaja dikarenakan perubahan dan pertambahan berbagai dimensi tubuh. Masalah nutrisi utama pada remaja putri adalah defisiensi mikronutrien, khususnya defisiensi zat besi. Zat besi sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah dan menjadi faktor pengikat oksigen dalam tubuh, sehingga memberi pengaruh yang sangat besar bagi seluruh tubuh.2 
Menurut Permadhi (2014),3 kebutuhan zat besi pada perempuan lebih banyak akibat pengaruh dari siklus menstruasi setiap bulan sehingga pengeluaran darah dan cairan dapat mencapai 35-50 ml. Selama menstruasi, perempuan dengan pengeluaran darah 30 ml diperkirakan dapat kehilangan zat besi sebanyak 30 mg.3
Zat besi merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan tubuh. Zat besi dikatakan penting karena merupakan zat yang diperlukan untuk membantu pembentukan haemoglobin sebagai komponen sel darah merah. Haemoglobin berperan dalam transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, serta memproses karbondioksida kembali ke paru-paru dan kemudian dikeluarkan.4
Dampak negatif dari kekurangan zat besi yaitu terjadinya anemia defisiensi besi yang mengakibatkan kesulitan dalam konsentrasi, menurunnya daya tahan tubuh, mudah lelah dan lemas, sehingga juga berdampak mudah terserang infeksi atau penyakit yang lain. Bagi mahasiswa hal ini akan mempengaruhi proses pembelajaran dalam masa pendidikan.2
Remaja tahap akhir merupakan masa peralihan ke dewasa awal, apabila menikah atau berkeluarga maka harus mempersiapkan reproduksi yang sehat. Kondisi anemia dapat berdampak pada kesehatan reproduksi dan jika hamil akan berisiko abortus, BBLR dan perdarahan pasca persalinan.4
Salah satu upaya dalam penanganan pada kasus anemia defisiensi besi yaitu dengan mengkonsumsi suplementasi fe (zat besi) dalam kurun waktu yang pendek. Pemberian zat besi saja tidak begitu berpengaruh dibandingkan dengan mengkonsumsi nutrisi yang cukup dari makanan. Upaya lain yang dapat diberikan pada penderita anemia defisiensi besi yaitu dengan mengkonsumsi suplementasi tambahan atau pendamping selain zat besi yaitu asam folat, vitamin A, vitamin B6 (piridoksin),  vitamin C dan Riboflavin dari berbagai penelitian.5
Menurut Permadhi, dalam upaya meningkatkan haemoglobin maka dapat dilakukan dengan pemberian zat besi namun juga diperlukan mikronutrien yang lain seperti vitamin C dan asam folat. Vitamin C berperan membantu mempercepat penyerapan zat besi, sedangkan asam folat berperan dalam memproduksi sel darah merah. Asam folat alamiah mudah rusak akibat pengaruh oksigen dan suhu panas selama proses memasak, maka dapat diatasi dengan pemberian suplementasi asam folat aktif.3
Angka kejadian anemia di Indonesia yaitu 21% pada remaja laki-laki dan 30% pada remaja putri.6 Provinsi Aceh angka kejadian anemia mencapai 16,4%, sedangkan di kabupaten Aceh Barat  angka  kejadian anemia mencapai  10,3%.7
Penanganan anemia defisiensi gizi yang paling efektif dalam jangka pendek adalah suplementasi tablet besi. Namun walaupun suplementasi besi sudah diberikan, defisiensi vitamin seperti vitamin A, riboflavin, asam folat dan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Hertanto (2002) di Karangawen Demak menemukan bahwa prevalensi anemia sebesar 77,1%, ternyata yang menderita anemia defisiensi besi murni hanya 3,7%, dan 55,6% adalah anemia dengan disertai berkurangnya salah satu zat gizi mikro seperti (seng, vitamin A dan vitamin B12).8
Penelitian Ahmed F (2001) di Bangladesh menunjukkan bahwa anemia tidak hanya disebabkan oleh defisiensi besi saja namun juga defisiensi asam folat dan vitamin A.9 Hasil penelitian Astuti tahun 2014, tentang pengaruh pemberian fe dan vitamin C terhadap peningkatan hemoglobin pada remaja puteri SMPN 1 Baso Kabupaten Agam, menunjukkan hasil rata-rata perubahan kadar hemoglobin antara  kelompok I pemberian fe, asam folat dan kelompok II yang diberikan fe, asam folat dan vitamin C terjadi peningkatan secara signifikan dengan p-value 0,00.10
Berdasarkan survey awal terhadap Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh, jumlah mahasiswi umur 18-19 tahun yang tinggal di asrama adalah 62 orang, hasil skrining HB <12 adalah="" dl="" gram="" span="">34 orang. Mahasiswi di asrama kegiatannnya padat sampai malam hari. Makan disediakan di asrama. Pengurus asrama tidak  menyediakan pemeriksaan kadar hemoglobin secara rutin dan tidak menyediakan  tablet tambah darah (TTD). Beberapa mahasiswi mengeluh  lesu, pusing dan sering mengantuk. Hasil informasi tentang konsumsi makanan terhadap 10 orang siswi, menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi sebesar ≥ 100%, protein sebesar 80%, zat besi sebesar 75%, asam folat sebesar 70%, vitamin A sebesar 70%, vitamin B12 70% dan vitamin C sebesar  70% dari yang dianjurkan. Jika rata-rata konsumsi tersebut dibandingkan dengan tingkat konsumsi, maka tingkat konsumsi untuk energi dikategorikan baik, protein cukup, zat besi, asam folat, vitamin A dan vitamin B12 dikategorikan kurang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh pemberian zat besi, asam folat, vitamin C dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada mahasiswi di  Prodi Kebidanan Meulaboh ?”
Tujuan penelitian terdiri dari
Tujuan Umum: Untuk menganalisa pengaruh pemberian zat besi, asam folat, vitamin C dan vitamin B12  terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada mahasiswi Prodi Kebidanan  Meulaboh tahun 2016.
Tujuan Khusus:Menganalisa pengaruh pemberian suplementasi Fe dan asam folat terhadap kadar hemoglobin remaja, Menganalisa pengaruh pemberian suplementasi Fe, asam folat dan vitamin C terhadap kadar hemoglobin remaja, Menganalisa pengaruh pemberian suplementasi Fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap kadar hemoglobin remaja, Menganalisa perbedaan peningkatan kadar hemoglobin remaja yang mendapat suplementasi Fe dan asam folat dibandingkan dengan yang mendapat suplementasi Fe, asam folat dan vit C, dan yang mendapat suplementasi Fe, asam folat vitamin B12.
            Hipotesa dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh pemberian suplementasi Fe dan asam folat terhadap kadar hemoglobin remaja, Ada pengaruh pemberian suplementasi Fe, asam folat dan vitamin C terhadap kadar hemoglobin remaja, Ada pengaruh pemberian suplementasi Fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap kadar hemoglobin remaja, Ada perbedaan peningkatan kadar hemoglobin remaja yang mendapat suplementasi Fe dan asam folat dibandingkan dengan yang mendapat suplementasi Fe, asam folat dan vit C, dan yang mendapat suplementasi Fe, asam folat vitamin B12.

TINJAUAN PUSTAKA
A.  Remaja
Masa remaja merupakan usia dimana memulai periode maturasi fisik, emosi, sosial dan seksual menuju dewasa. Setiap orang pasti menginginkan sehat, maka harus diperhatikan gizi apa saja yang dibutuhkan oleh tubuh jangan sampai mengalami kekurangan atau kelebihan. Masa remaja dan dewasa membutuhkan energi dan nutrisi sesuai usia reproduksi. Apabila wanita mengalami defisiensi besi maka dapat menyebabkan anemia. Anemia akan mengganggu aktifitas sehari-hari serta berpengaruh pada sistem reproduksi.4
Menurut Kartono dalam Hariyanto 2010 bahwa batasan usia remaja yaitu remaja awal 12-15 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun dan remaja akhir 18-21 tahun.11

B.   Anemia
Anemia adalah suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi dari salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi besi.12
Syaifuddin menyatakan bahwa ada dua faktor penyebab anemia gizi yaitu defisiensi besi dan defisiensi mikronutrien lain. Defisiensi besi dapat diakibatkan oleh (1) meningkatnya kebutuhan akan zat besi, seperti pada masa kehamilan, menstruasi, masa pertumbuhan pada bayi dan remaja, (2) asupan dan ketersediaan zat besi dalam tubuh yang rendah, dan (3) infeksi dan parasit, seperti malaria, infeksi HIV, dan infeksi cacing. Infeksi parasit terutama cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak, karena cacing tambang menghisap darah. Malaria khususnya Plasmodium falciparum juga dapat menyebabkan pecahnya sel darah merah. Sedangkan defisiensi karena mikronutrien lain adalah defisiensi vitamin A, riboflavin, asam folat dan vitamin B12. 12
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, umur, dan status perkawinan. Faktor sosial ekonomi menentukan kualitas dan kuantitas makanan dan mempunyai hubungan yang erat dengan masalah gizi. Pendapatan keluarga yang rendah akan mempengaruhi permintaan pangan sehingga menentukan hidangan dalam keluarga tersebut baik dari segi kualitas makanan, kuantitas makanan dan variasi hidangannya.13
Menurut Departemen Kesehatan RI (1999),14 upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada dasarnya adalah mengatasi penyebabnya. Pada anemia berat (kadar Hb <8 anemianya="" antara="" atau="" biasanya="" cacing="" dan="" dilakukan="" g="" harus="" infeksi="" lain="" malaria="" melatarbelakangi="" pada="" penanggulangan="" pencegahan="" pengobatan="" penyakit-penyakit="" penyakit="" sehingga="" selain="" span="" style="mso-spacerun: yes;" tbc="" terhadap="" tersebut.="" untuk="" upaya="" yaitu="" yang="">  menanggulangi anemia akibat kekurangan konsumsi besi adalah (1). Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami melalui penyuluhan gizi, terutama makanan sumber hewani besi heme yang mudah diserap, seperti : hati, ikan dan daging. Selain itu perlu ditingkatkan juga makanan yang banyak
vitamin C dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi dan membantu proses pembentukan hemoglobin. (2). Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan besi, asam folat, vitamin A dan asam amino essensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. (3). Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat. Dengan demikian, suplementasi tablet besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan anemia, dan perlu diikuti dengan cara lain, seperti pengobatan terhadap penyakitnya. Untuk anemia berat yakni kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dl harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penangganan dan pengobatan lebih lanjut.
1.    Anemia karena Kekurangan Zat Besi (Fe)
Anemia karena kekurangan Zat Besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada di bawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.
Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering kurang tercukupi disebabkan oleh rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan hewani dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe nabati (non heme). Sumber bahan makanan yang tinggi zat besi adalah makanan yang berasal dari hewan seperti daging, ikan dan telur yang sering disebut zat besi heme mempunyai bioavailabilitas tinggi dibanding zat besi dalam bentuk non heme. Makanan yang dapat menghambat absorbsi zat besi adalah tanin (pada teh), polifenol (vegetarian), oksalat, fosfat dan fitat (serealia), albumin pada telur dan yolk, kacang-kacangan, kalsium pada susu dan hasil olahannya, serta mineral lain seperti Cu, Mn, Cd dan Co. Teh yang diminum bersama-sama dengan hidangan lain ketika makan akan menghambat penyerapan besi non hem sampai 50 %.15
Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink (Zn), asam folat, zat gizi mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Manfaat lain mengkonsumsi makanan sumber zat besi adalah terpenuhinya kecukupan vitamin A. Makanan sumber zat besi umumnya merupakan sumber vitamin A4.
Anemia gizi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat ringan sampai berat. Anemia sedang dan ringan dapat menimbulkan gejala lesu, lelah, pusing, pucat, dan penglihatan sering berkunang-kunang. Bila terjadi pada anak sekolah, anemia gizi akan mengurangi kemampuan belajar. Sedangkan pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas kerja. Selain itu, penderita anemia lebih mudah terserang infeksi. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi yang berat badannya rendah, risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi jika ibu hamil menderita anemia berat.4
2.    Anemia karena Kekurangan Asam Folat
Asam folat atau folic acid, folate, folacin, vitamin B9, pteroyl-L-glutamic acid, pteroyl-L-glutamate, pteroylmonoglutamic acid adalah vitamin yang diperlukan oleh anak-anak dan orang dewasa untuk memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia.  Tanpa asam folat, tubuh akan mudah terserang penyakit seperti depresi, kecemasan, kelelahan, insomnia, kesulitan mengingat, lidah merah dan luka hingga gangguan pencernaan.4
Asam folat terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan daging; tetapi proses memasak biasanya dapat merusak vitamin ini. Karena tubuh hanya menyimpan asam folat dalam jumlah kecil, maka suatu makanan yang sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan kekurangan Asam folat dalam waktu beberapa bulan. Kekurangan asam folat terjadi karena tidak cukup memakan sayuran berdaun yang mentah, adanya gangguan penyerapan asam folat itu sendiri ataupun karena kebutuhuhannya yang sedang meningkat, seperti pada penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, pada orang yang mengkonsumsi obat anti-kejang tertentu dan pil KB, terjadi gangguan penyerapan asam folat, dan pada wanita hamil dan wanita menyusui, serta penderita penyakit ginjal yang menjalani hemodialisa, karena kebutuhan akan asam folat meningkat.4
Hemoglobin
Hemoglobin merupakan protein yang berupa pigmen merah sebagai transpor O2 yang kaya akan zat besi dan mengikat O2 untuk pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Fungsi hemoglobin ini akan membawa oksigen dari paru-paru ke dalam jaringan.12
Dalam proses pembentukan haemoglobin, sintesisnya dimulai dalam eritroblas hingga berlangsung pada tingkat normoblast dan retikulosit. Bagian heme terutama disintesis dari asam asetat dan gliserin yang terjadi dalam mitokondria. Langkah awal proses pembentukannya yaitu pembentukan senyawa piroi, selanjutnya empat senyawa piroi bersatu membentuk senyawa protoproferin, berikatan dengan satu molekul globin. Suatu molekul globulin disintesis dalam ribosom retikulum endoplasma membentuk haemoglobin.12
Secara teori, kemampuan hemoglobin berikatan dengan O2 adalah lemah dan secara reversibel (rangkaian  kimia berubah arah). Kemampuan ini berhubungan dengan respirasi. Hemoglobin memiliki fungsi primer dalam tubuh yaitu tergantung pada kemampuan untuk berikatan dengan O2 dalam paru-paru dan mudah melepaskan O2 ke kapiler jaringan yang paling rendah tekanan O2 dibandingkan di dalam paru-paru.12
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin adalah variasi biologis individu, umur dan jenis kelamin, ras, ketinggian, defisiensi zat besi, defisiensi mikronutrien lain, infeksi parasit dan berbagai status penyakit. Variasi biologis individu akan mempengaruhi kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin cenderung lebih rendah pada saat sore hari dibanding pagi hari.12



Tabel 2.2. Batas Hemoglobin untuk Anemia pada Remaja
Kelompok
Batas Nilai Hemoglobin (g/dl)
Normal
≥12
Anemia Ringan
10-11,9
Anemia Sedang
8-9,9
Anemia Berat
<8 o:p="">
Sumber : WHO, 2001.

1.3  Kaitan Fe, Asam folat,  Vitamin C dan Vitamin B12 dengan Hemoglobin
Pada umumnya anemia gizi di Indonesia terjadi karena kekurangan unsur besi dan asam folat, oleh karena itu suplementasi besi atau tablet tambah darah perlu mengandung zat besi dan asam folat. Penyertaan zat lain yang membantu penyerapan zat besi dan mempercepat hematofoesis juga dianjurkan, misalnya dengan vitamin A, vitamin B12 dan vitamin C.14
Defisiensi vitamin B12 hampir sama dengan asam folat yaitu menyebabkan anemia makrositik. Vitamin B12 ini sangat penting dalam pembentukan RBC (Red Blood Cell), yaitu sebagai co-enzim untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan juga dipergunakan dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf (Almatsier, 2001).18
Manifestasi defisiensi vitamin B12 terjadi pada tahap awal dengan konsentrasi serum yang rendah kemudian ada indikasi transcobalamin II yang rendah, pada tahap berikutnya konsentrasi vitamin dalam sel yang rendah dan selanjutnya defisiensi secara biokimia dengan terjadinya penurunan sintesis. Anemia pernisiosa yang disertai rasa letih yang parah merupakan akibat dari defisiensi vitamin B12.12

1.4  Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.19
Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian.19
Metode yang digunakan untuk pengukuran konsumsi makanan adalah metode Recall 24 jam dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam hari kemarin, dimulai sejak bangun pagi hingga tidur malam. Biasanya dilakukan minimal 2 kali pada hari yang berbeda, sehingga diperoleh gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. (DKBM).20

METODA PENELITIAN
Penelitian quasy eksperimen dengan metode acak terkendali (randomized controlled trial).22 Subjek dibagi atas tiga kelompok, yaitu kelompok perlakuan I (mendapat suplemen Fe dan asam folat), kelompok perlakuan II (mendapat suplemen Fe, asam folat dan vitamin C) dan kelompok perlakuan III (mendapat suplemen Fe, asam folat dan vitamin B12).
Penelitian dilaksanakan di Prodi Kebidanan Meulaboh Poltekkes Kemenkes Aceh.
Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa Program Studi Kebidanan umur 18-19 tahun yang mengalami anemia. Sesuai dengan hasil skrining mahasiswa yang memiliki Hemoglobin <12 4="" berjumlah="" dl="" gr="" span="">9 orang.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu sampel yang dijadikan subyek penelitian berdasarkan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria inklusi yaitu mahasiswi yang berumur 18-19 tahun memiliki kadar hemoglobin <12 dl="" gr="" span="">, mahasiswi lepas menstruasi. Kriteria ekslusi yaitu mahasiswi yang menderita gastritis, mahasiswa yang sedang mengkonsumsi obat meningkatkan kadar hemoglobin. Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah  45 orang.
Cara penarikan subjek dalam kelompok penelitian dilakukan secara simple random sampling, untuk memilih subjek pada masing-masing kelompok. Seluruh subjek dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan I sebanyak 15 orang, kelompok perlakuan II 15 orang dan kelompok perlakuan III 15 orang.23

A.     Definisi Operasional
a.       Kadar hemoglobin adalah kandungan hemoglobin dalam darah mahasiswa yang diukur dengan alat pemeriksa Hemoglobin Easy Touch GCH meter dengan satuan g/dl, kemudian dikategorikan menjadi (standart WHO, 1989) :
Normal             : Hb ≥ 12 g/dl
Anemia Ringan: 10 – 11,9 g/dl
Anemia Sedang: 8 – 9,9 g/dl
Anemia Berat   : < 8 g/dl
b.      Suplementasi Fe, asam folat dan vitamin C (kelompok perlakuan I) adalah pemberian suplemen kapsul yang berisi Fe 60 mg, asam folat 0,25 mg pada mahasiswi selama 6 minggu setiap hari.
c.       Suplementasi Fe, asam folat dan vitamin C (kelompok perlakuan II) adalah pemberian suplemen kapsul yang berisi Fe 60 mg, asam folat 0,25 mg dan 25  mg vitamin C pada mahasiswi selama 6 minggu setiap hari.
d.      Suplementasi Fe, asam folat dan vitamin B12 (kelompok  perlakuan II) adalah pemberian suplemen kapsul yang berisi Fe 60 mg, asam folat 0,25 mg dan 0,72 ug vitamin B12 pada mahasiswi selama 6 minggu setiap hari.
e.       Konsumsi makanan adalah banyaknya asupan energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin B12 dan vitamin C yang dikonsumsi per orang per hari dengan metode food recall 24 jam selama 2 kali tidak berturut-turut, lalu dibandingkan dengan angka kecukupan gizi tahun 2012, kemudian dikategorikan.
Untuk konsumsi energi dan protein dikategorikan (Dep.Kes. RI, 1990) :
1.        Baik    : ≥ 100% AKG
2.        Cukup : 80–99,9% AKG
3.        Kurang: 70–79,9% AKG
4.        Defisit             : < 70% AKG
Untuk konsumsi Fe, asam folat, vitamin B12 dan vitamin C dikategorikan:19
1.         Cukup                        : 65% AKG
2.         Kurang                       : < 65% AKG

B.     Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1.      Alat pengukur hemoglobin (Easy Touch GCH meter)
2.      Kuesioner
3.      Enumerator
4.      Suplemen Fe dan asam folat, vitamin C, vitamin B12
Suplemen yaitu tablet berisi Fe sebesar 60 mg, asam folat sebesar 0,25 mg untuk kelompok I,  tablet berisi Fe sebesar 60 mg, asam folat sebesar 0,25 mg ditambahkan vitamin C 25 mg untuk kelompok II, dan kelompok III tablet berisi Fe sebesar 60 mg, asam folat sebesar 0,25 mg ditambah vitamin B12 sebesar 5 mcg.

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1.    Pengukuran hemoglobin dilakukan dengan  dan menggunakan alat pemeriksa Hemoglobin Easy Touch GCH meter .
2.    Pengukuran konsumsi makanan dengan menggunakan metode food recall 24 jam selama 2 kali tidak berturut-turut dikumpulkan melalui wawancara.
Sementara untuk data sekunder, dikumpukan dengan cara :
Data mahasiswa dan gambaran umum Prodi Kebidanan Meulaboh diperoleh dari bagian administrasi.
Analisa Data
1.    Pengolahan
Data yang telah diperoleh dianalisis melalui proses pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a)      Editing, pemeriksaan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi
b)      Coding, memberikan kode dan skor pada tiap jawaban untuk memudahkan dalam proses entry data.
c)      Entry Data, yaitu memasukkan data-data yang diperoleh ke komputer.
d)      Clearing, yaitu melakukan pengecekan dan perbaikan terhadap data yang sudah masuk sebelum dilakukan analisa data.

Analisa Data
Analisa data diperoleh dengan menggunakan perhitungan uji statistik yaitu:
a)      Analisa data Univariat, untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian, yaitu: umur, kadar Hemoglobin awal, kadar Hemoglobin akhir, tingkatan anemia, Asupan zat gizi sebagai bahan informasi dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
b)                  Analisis bivariat, dilakukan untuk uji pemgaruh kadar Hemoglobin sebelum dan Hemoglobin sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok dengan menggunakan uji T Test Dependen (Paired T Test), kemudian untuk menilai perbedaan dari ketiga kelompok perlakuan  menggunakan uji Anova.
c)                   
Hasil Penelitian
Analisis Univariat
Uji analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi tingkatan Anemia, Hemoglobin sebelum dan sesudah, angka kecukupan gizi meliputi Energi, protein, Fe, asam folat, B12 dan vitamin C, pada mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh.
Tabel 5.1 Distribusi Umur berdasarkan kelompok perlakuan Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016
No
Umur
n
%

Kelompok I


1
18 tahun
12
80,0
2
19 tahun
3
20,0

Jumlah
15
100.0

Kelompok II


1
18 tahun
11
73,3
2
19 tahun
4
26,7

Jumlah
15
100.0


KelompokIII


1
18 tahun
11
73,3
2
19 tahun
4
26,7

Jumlah
15
100,0

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur remaja yang terbanyak pada kelompok I adalah umur 18 tahun 12 orang (80%), kelompok II yang tebanyak umur 18 tahun  11 orang (73,3%) dan kelompok III terbanyak 11 orang (73,3%).
Tabel 5.2 Distribusi Kadar Hemoglobin sebelum perlakuan pada Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016
No
Kadar HB sebelum
n
%

Kelompok I


1
  8,5
1
6,7
2
  9,2
1
6,7
3
  9,4
1
6,7
4
  9,7
1
6,7
5
10,9
1
6,7
6
11,1
1
6,7
7
11,6
4
   26,7
8
11,7
2
   13,3
9
11,8
2
   13,3
10
11,9
1
     6,7

Jumlah
15
   100.0

Kelompok II


1
  9,0
1
6,7
2
  9,1
2
   13,3
3
  9,4
1
6,7
4
10,3
1
6,7
5
10,6
1
6,7
6
11,2
2
   13,3
7
11,3
1
6,7
8
11,4
2
   13,3
9
11,5
1
     6,7
10
11,7
2
   13,3
11
11,9
1
     6,7

Jumlah
15
  100.0


Kelompok III


1
  9,3
1
6,7
2
  9,5
1
6,7
3
10,6
1
6,7
4
11,0
1
6,7
5
11,4
2
13,3
6
11,7
2
13,3
7
11,8
3
20,0
8
11,9
4
26,7

Jumlah
15
  100,0

Hasil tabel 5.2 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin remaja sebelum perlakuan pada kelompok I terbanyak dengan 11,6gr/dl yaitu 4 orang (26,7%)., kelompok II  terbanyak dengan kadar Hb 9,1gr/dl, 11,2gr/dl, 11,4gr/dl dan 11,7 gr/dl masing-masing 2 orang (13,3gr/dl), sedangkan kelompok 3 yang. terbanyak dengar kadar Hb 11,9 gr/dl yaitu 4 orang (26,7%)

Tabel 5.3 Distribusi Kadar Hemoglobin sesudah perlakuan pada Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016
No
Kadar Hemoglobin sesudah
N
%

Kelompok I


1
     9,1
1
6,7
2
   10,1
1
6,7
3
   10,2
1
6,7
4
   10,4
1
6,7
5
   11,5
1
6,7
6
   12,2
2
13,3
7
   12,3
2
13,3
8
   12,5
1
6,7
9
   12,6
3
20,0
10
   12,7
1
6,7
11
   13,3
1
6,7

Jumlah
15
100.0

Kelompok II


1
11,5
1
6,7
2
11,8
1
6,7
3
12,2
1
6,7
4
12,3
1
6,7
5
12,5
1
6,7
6
12,6
1
6,7
7
12,7
1
6,7
8
12,8
3
20
9
12,9
2
13,3
10
13,1
1
6,7
11
13,3
1
6,7
12
13,5
1
6,7

Jumlah
15
100.0


KelompokIII


1
10,0
1
6,7
2
10,1
1
6,7
3
11,2
1
6,7
4
11,7
1
6,7
5
10,9
1
6,7
6
12,1
2
13,3
7
12,4
2
13,3
8
12,5
1
6,7
9
12,6
3
20,0
10
12,7
1
6,7

Jumlah
15
100.0
Hasil tabel 5.3 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin remaja sesudah perlakuan pada kelompok I terbanyak dengan kadar12,6 gr/dl yaitu 3 orang (20%), kelompok II  terbanyak dengan kadar Hb 12,8gr/dl yaitu 3 orang (20%), sedangkan kelompok 3 yang terbanyak dengan kadar Hb 12,6 gr/dl yaitu 3 orang (20%),

Tabel 5.5 Distribusi Tingkat Anemia sesudah perlakuan pada Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016
No
Tingkat anemia
N
%

Kelompok I


1
Normal
10
66,7
2
Ringan
4
26,6
3
Sedang
1
  6,7
4
Berat
0
0

Jumlah
15
100.0

Kelompok II


1
Normal
13
86,7
2
Ringan
2
 13,3
3
Sedang
0
        0
4
Berat
0
0

Jumlah
15
100.0


Kelompok III


1
Normal
10
66,7
2
Ringan
5
33,3
3
Sedang
0
0
4
Berat
0
0

Jumlah
15
100,0
Hasil tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingkatan anemi remaja sesudah perlakuan pada kelompok I terbanyak normal yaitu 10 orang (66,7%), kelompok II  terbanyak tingkat normal yaitu 13 orang (86,7%), sedangkan kelompok III yang terbanyak tingkat  normal yaitu 10 orang (66,7%).



Analisis Bivariat
a.         Pengaruh pemberian Fe dan asam folat  terhadap peningkatan kadar hemoglobin
Analisis yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat dengan menggunakan uji T Test Dependent (Paired T Test).

Tabel 5.8 Perbedaan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian pemberian Fe, Asam folat pada mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016.
Kelompok
N
Mean
Sd
P value
Kelompok I




Sebelum
15
11,3
0,85
0,000
Sesudah

11,9
0,87


Tabel 5.8 menjelaskan rata-rata kadar Hb sebelum perlakuan adaalah 11,3 gr/dl dengan standar deviasi 0,85 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 11,9 dengan standar deviasi 0,87 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat yaitu 0,660 gr/dl dengan standar deviasi 0,112. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.

b.Pengaruh pemberian Fe, asam Folat dan vitamin C terhadap peningkatan kadar hemoglobin
Analisis yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat, vitamin C dengan menggunakan uji T Test Dependent (Paired T Test).
Tabel 5.9 Perbedaan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian pemberian Fe, Asam folat dan vitamin C pada mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016.
Kelompok
N
Mean
Sd
P value
Kelompok I




Sebelum
15
10,7
1,06
0,000
Sesudah

12,6
0,53


Tabel 5.9 menjelaskan bahwa rata-rata kadar Hb sebelum perlakuan adalah 10,7 gr/dl dengan standar deviasi 1,06 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 12,6 dengan standar deviasi 0,53 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat dan vitamin C yaitu 1,926 gr/dl dengan standar deviasi 0,770. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.

c. Pengaruh pemberian Fe, Asam Folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin
Analisis yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat, vitamin B12 dengan menggunakan uji T Test Dependent (Paired T Test).
Tabel 5.10 Perbedaan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian pemberian Fe, Asam folat dan B12 pada Mahasiswi Prodi Kebidanan Meulaboh Tahun 2016.
Kelompok
N
Mean
Sd
P value
Kelompok I




Sebelum
15
10,9
1,14
0,000
Sesudah

11,7
1,22


Tabel 5.10 menunjukkan bahwa kadar Hb rata-rata sebelum perlakuan adalah 10,9 gr/dl dengan standar deviasi 1,14 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 11,7 dengan standar deviasi 1,22 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat yaitu 0,833 gr/dl dengan standar deviasi 0,266. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.

d.        Perbedaan kadar Hemoglobin menurut tiga  kelompok perlakuan
Analisa perbedaan terhadap tiga kelompok perlakuan yaitu dengan menggunakan uji Anova sesuai tabel berikut.
    
Tabel 5.11 Perbedaan kadar Hemoglobin menurut kelompok perlakuan
Kelompok
Mean Diference
95% CI
p-value
Kelp I
Kelp II
-0,8733
-1,713 sd -0,034
0,039

Kelp III
-0,1933
-1,033 sd 0,646
1,000
Kelp II
Kelp I
0,8733
0,034 sd 1,713
0,039

Kelp III
0,6800
-0,157 sd 1,519
0,149
KelpIII
Kelp I
0,1933
-0,646 sd 1,033
1,000

KelpII
-0,6800
-1,519 sd 0,159
0,149

Tabel 5.7 menjelaskan bahwa berdasarkan hasil uji anova tahap post hoct tests terhadap analisa antara ketiga kelompok menunjukkan kelompok yang berbeda signifikan terhadap peningkatan kadar hemoglobin yaitu antara kelompok II (Fe, asam folat dan Vit C) dengan kelompok I (Fe, asam folat) p value 0,039 (<0 dengan="" hemoglobin="" kadar="" perbedaan="" rata-rata="" span="" style="mso-spacerun: yes;" yaitu="">  0,8733 gr/dl. 
Pembahasan
1.     Pengaruh Pemberian Fe, asam folat, vitamin C dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin
Hasil uji statistik dalam penelitian ini dengan menggunakan uji T Test Independen (Paired T Test) menjelaskan bahwa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok I, II dan III terdapat perbedaan kadar hemoglobin.
Pada kelompok I rata-rata kadar Hb sebelum perlakuan adalah 11,3 gr/dl dengan standar deviasi 0,85 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 11,9 dengan standar deviasi 0,87 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat yaitu 0,660 gr/dl dengan standar deviasi 0,112. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.
Pada kelompok II rata-rata kadar Hb sebelum perlakuan adalah 10,7 gr/dl dengan standar deviasi 1,06 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 12,6 dengan standar deviasi 0,53 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat yaitu 1,926 gr/dl dengan standar deviasi 0,770. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.
Kelompok perlakuan III rata-rata kadar Hb sebelum perlakuan adalah 10,9 gr/dl dengan standar deviasi 1,14 gr/dl. Pada pengukuran sesudah perlakuan rata-rata kadar Hb 11,7 dengan standar deviasi 1,22 gr/dl. Nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah pemberian fe, asam folat yaitu 0,833 gr/dl dengan standar deviasi 0,266. Hasil statistik didapatkan nilai p value 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan.
Pengaruh suplementasi yang diberikan terhadap tubuh seseorang tergantung dosis suplemen, sistem ekresi dan absorbsi suplementasi yang diberikan.  Adanya peningkatan kadar hemoglobin secara bermakna pada remaja puteri karena keteraturan konsumsi makanan yang disediakan dan konsumsi suplemen secara teratur setiap hari sebagai upaya pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.4
Defisiensi vitamin B12 hampir sama dengan asam folat yaitu menyebabkan anemia makrositik. Vitamin B12 ini sangat penting dalam pembentukan RBC (Red Blood Cell), yaitu sebagai co-enzim untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan juga dipergunakan dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf.18
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subyek pada umumnya merasakan tubuhnya lebih segar dan nafsu makan bertambah, tidur lebih pulas, namun ada juga yang merasakan reaksi suplemen yaitu  terasa mual beberapa saat dan satu orang diare sehingga digantikan oleh subyek yang lain.
Perhitungan zat gizi oleh ahli gizi terhadap makanan yang  dikonsumsi subyek berdasarkan angka kecukupan gizi dianjurkan perhari yaitu jumlah tertinggi yang mengkonsumsi energi cukup yaitu 33 orang (80%), protein: cukup 45 orang (100%), Fe cukup 24 orang (53,3%), asam folat cukup 24 orang (53,3%), vitamin C cukup 25 orang (55,6%) , viamin B12 cukup 23 orang (51,1%).
Penelitian ini sesuai dengan beberapa variabel hasil penelitian muwakidah (2009), tentang efek pemberian fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin yang menyatakan bahwa adanya pengaruh pemberian fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin.25
Hasil penelitian Utama, TA. Dkk (2013) tentang perbandingan zat besi dengan dan tanpa vitamin C terhadap peningkatan hemoglobin wanita dewasa menunjukkan adanya perbedaan peningkatan kadar hemoglobin pada kelompok kontrol sebelum dan sudah menkonsumsi zat besi saja dan juga pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah mengkonsumsi zat besi dan vitamin C.26
2.    Perbedaan  Pengaruh Pemberian Fe, asam folat, vitamin C dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada 3 kelompok.
Berdasarkan hasil uji statistik antar 3 kelompok, terdapat perbedaan signifikan terhadap peningkatan kadar hemoglobin yaitu antara kelompok II (Fe, asam folat dan Vit C) dengan kelompok I (Fe, asam folat) p value 0,039 lebih kecil dari alpha 5% dengan perbedaan kadar hemoglobin rata-rata yaitu  0,8733 gr/dl sedangkan antara II dengan kelompok III tidak terdapat perbedaan yang bermakna p value 0,149 (>0,05) demikian juga antara kelompok III dengan kelompok I tidak ada perbedaan yang bermakna p value 1,00 lebih besar dari alpha 5%.
Hasil ini karena keteraturan mengkonsumsi makanan dan suplemen Fe, asam folat dan vitamin C sehingga meningkatkan kadar hemoglobin secara bermakna karena remaja puteri dalam keseharian lebih banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dibandingkan makanan yang mengandung vitamin C.
Konsumsi vitamin C dapat membantu meningkatkan  absorbsi zat besi nonhem empat kali lipat.  Zat besi dan vitamin C membentuk senyawa askorbat besi kompleks sehingga mudah larut dan mudah diabsorbsi (Utama, dkk. 2013).
Kebutuhan vitamin C pada masing-masing individu berbeda-beda sesuai dengan umur. Bayi membutuhkan vitamin C 50mg, batita 40mg, balita 45mg, remaja awal (puteri) 50mg, remaja menengah 65mg, akhir 75mg.21
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Utama, TA. Dkk (2013) tentang perbandingan zat besi dengan dan tanpa vitamin C terhadap peningkatan hemoglobin wanita usia subur menjelaskan bahwa hasi uji perbandingan peningkatan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan terdapat perbedaan yang bermakna yaitu kadar hemoglobin pada kelompok perlakuan  (diberikan zat besi dan vitamin C) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (diberikan zat besi).26
Penelitian Astuti tahun 2014, pada remaja puteri terdiri dari dua kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan fe dan asam folat, kelompok II diberikan Fe, asam folat dan vitamin C, dengan lama pemberian 4 minggu. Menunjukkan perubahan kadar hemoglobin rata-rata pada kelompok perlakuan I sebesar 0,30 g/dl, dari kadar hemoglobin rata-rata 10,78 g/dl menjadi 11,08, sedangkan pada kelompok perlakuan II mengalami perubahan kadar hemoglobin rata-rata 0,80 g/dl, dari rata-rata 10,5 g/dl menjadi 11,30 g/dl. Rata-rata perubahan kadar hemoglobin antara kedua kelompok terjadi peningkatan secara signifikan (p=0,00). Pemberian suplementasi besi+vitamin C dapat meningkatkan rata- rata kadar Hb jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya diberikan tablet Fe.10
Hasil penelitian muwakidah (2009), tentang efek pemberian fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin yang menyatakan bahwa pada uji perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan kadar hemoglobin.25

Kesimpulan
Penelitian dilakukan remaja puteri yang mengalami anemi pada Prodi Kebidanan Meulaboh Poltekkes Kemenkes Aceh dengan jumlah sampel 45 orang dan dibagi dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 15 orang. Setelah dilakukan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Ada pengaruh pemberian Fe, asam folat terhadap peningkatan kadar hemoglobin yaitu 0,660 gr/dl, dengan p-value 0,000.
2.    Ada pengaruh pemberian Fe, asam folat dan vitamin C terhadap peningkatan kadar hemoglobin yaitu 1,926 gr/dl, standar deviasi 0,7 dengan p-value 0,000.
3.     Ada pengaruh pemberian Fe, asam folat dan B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin yaitu 0,833 gr/dl, standar deviasi 0,266dengan p-value 0,000.
4.    Ada perbedaan antara 3 kelompok yang menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II (pemberian fe, asam folat dan vitamin C) dengan kelompok perlakuan  I (pemberian fe, asam folat) memiliki p value 0,39  artinya memiliki perbedaan bermakna sesudah perlakuan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan selisih perbedaan rata-rata 0,873 gr/dl.
Saran
1.   Kepada mahasiswa diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi dalam mengkonsumsi makanan secara teratur serta dibantu dengan keteraturan mengkonsumsi suplementasi sebagai upaya pemenuhan zat gizi dalam tubuh.
2.   Kepada pendidikan diharapkan untuk meningkatkan pemberdayaan dan pengetahuan pengurus asrama bagian konsumsi agar meningkatkan pengaturan menu seimbang bagi mahasiswi.
3.   Kepada petugas bidang remaja dan kespro di puskesmas agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dalam menyukseskan program pemberian Fe, asam folat sebanyak 10 butir selama haid dan menambahkan vitamin C dengan mempertimbangkan kondisi remaja sebagai upaya peningkatan hemoglobin remaja dalam memutuskan mata rantai kekurangan gizi.

DAFTAR PUSTAKA

IDAI, 2013. Nutrisi Pada Remaja. .http (documen di internet) 2013 [diunduh  
De Herba, 2015. Kekurangan  Zat Besi  Bisa   Sangat   Mengganggu   Fungsi Tubuh .http (documen di internet)2015 [diunduh 20 Febuari 2016]. Tersedia dari: https://www.deherba.com/kekurangan-zat-besi-bisa-sangat-mengganggu-fungsi-tubuh-anda.html
Permadhi, I. 2014.   Saat  Mens,  Penuhi   Asam  Folat  dan   Zat   besi.   http (documen di internet) 2015 [diunduh 20 Febuari 2016]. Tersedia dari: https://tabloidnova.com/Kesehatan/Wanita/Saat-Mens-Penuhi-Asupan-Folat-Dan-Zat-Besi
Sibagariang, E. 2010. Gizi  dalam Kesehatan Reproduksi,  Jakarta:  Trans  info Media
Mulyawati, Y. 2003. Perbandingan Efek Suplementasi Tablet Tambah Darah Dengan dan Tanpa Vitamin C Terhadap Kadar Hemoglobin Pekerja Wanita di Perusahaan Plywood Jakarta, Universitas Indonesia. Tesis.
Permaesih dan Herman, 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja, http (documen di internet) 2015 [diunduh 20 Febuari 2016].Tersediadari:http://ejournal.litbang.depkes,go.id/index.php/BPK/article/view/219
Dinkes Aceh Barat, 2015. Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat Tahun 2014, Meulaboh
Hertanto, 2002. Pengaruh pemberian fe, vitamin A dan vitamin B12 terhadap    peningkatan hemoglobin.
Ahmed F. Khan RM, Jackson AA. 2001 Concomitant Suplemental Vitamin A Enhances Teh Response to Weekly Suplemental Iron and Folic Acid in Anemic Teenegers in urban Bangladesh. Am J Clin Nutr 2001.
Astuti, D. (2014). Pengaruh Pemberian Fe dan vitamin C terhadap Peningkatan Hemoglobin pada Remaja Putri SMPN 1 Baso Kabupaten Agam. http (dokumen di internet)2014(diunduh 25 September 2016) tersedia dari http repository.unand.ac.id/21786.
Hariyanto , 2010.   Batasan   usia    remaja. http (documen  di internet)  2010  [diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia dari: http://belajarpsikologi.com/batasan-usia-remaja/
Syaifuddin, (2011). Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 2 , Salemba Medika: Jakarta.
Supariasa, IDN, Bakri B, Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Dep. Kes. RI. 1999.   Pedoman   Suplementasi   Fe bagi   Petugas.  Direktorat Jendral. Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Muchtadi D, 1993. Metabolisme Zat Gizi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Murray,  RK.,  Ganner,  DK., Robert,  KM., Peter,  AM.,  Victor, WR.   1996.  Harper’s Biochemistry (14th ed.) Appliton & Lange, Stanford- Connecticut.
WHO. 2001. Iron Deficiency Anemia Assessment,  Prevention   And   Control. Geneva.
Almatsier, S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta
Hardinsyah.,   Briawan,D.,    Retnaningsih.,    Herawati, T.   2004     Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan  
Gizi. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut  Pertanian Bogor
Nursandi, LP, 2012. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
IDAI, 2013. Diet Anak. http (documen  di internet)  2013  [diunduh 12 Maret 2016]. Tersedia dari: http://diet anak.com
Sastroasmoro, S, Ismael, S, 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara, Jakarta
Sugiyono, 2012. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Muwakidah (2009), efek pemberian fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar hemoglobin.
Utama, TA., Listiana, Susanti, 2013. Perbandingan zat besi dengan dan tanpa vitamin C terhadap peningkatan hemoglobin wanita dewasa UNMUHA, Bengkulu