Senin, 06 Juli 2015

Rosi Novita dan Erwandi: Jurnal Al-Mumtaz, Volume IV, Nomor 1, Januari-Juni 2015, hal. 131-138

TINJAUAN  KESIAPSIAGAAN TENAGA GIZI DALAM  MENGHADAPI GIZI DARURAT  DI KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh:
Rosi Novita dan Erwandi
Dosen Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Aceh

                                                                ABSTRACT                                           
Preparedness and complete alertness is development program which is aimed to increase the capacity and capability of all potential resources in regional level to handle health problems efficiently as the result of emergency and disaster from immediate responsiveness to sustainable rehabilitation as a part of complete health development.        The objective of the research was to analyze the preparedness and complete alertness of nutrition care providers in facing emergency nutrition in disaster which occurred in Aceh Besar District, using descriptive quantitative method to describe the level of knowledge, attitude, and skill of nutrition care providers, in the form of preparedness and complete alertness, in facing emergency nutrition in the disaster area. The result of the research showed that nutrition care providers (54.90%) had good knowledge. nutrition care providers (74.51%) had positive attitude. Nutrition care providers (25.49%) were skillful. Nutrition care providers (37.25%) were in preparedness and complete alertness, and them (62.74%) were not in preparedness and complete alertness. The conclusion of the research was that nutrition care providers in Aceh Besar District still need to improve their preparedness and complete alertness.

Keywords: Preparedness and Complete Alertness, Emergency Nutrition, Disaster



PENDAHULUAN
Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, angin puting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia dalam pengolahan sumberdaya dan lingkungan serta konflik antar kelompok masyarakat (Depkes, RI, 2006).
Penanggulangan bencana juga dilakukan melalui pengurangan risiko bencana, kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat bencana yang terjadi (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Kementerian Kesehatan (2011), selama tahun 2006 sampai 2009 telah terjadi ekskalasi kejadian maupun jumlah korban akibat bencana. Kejadian bencana tercatat meningkat dari 162 kali (2006), 205 kali (2007), dari 271 kali (2009).  Jumlah korban yang meninggal, hilang luka berat dan ringan tercatat 298.550 orang (2006), 353.885 orang (2007), dan 57.753 orang (2009).
Dampak kerugian akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, dan sarana transportasi dan timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur ditribusi pangan, rusaknya  sarana air bersih  dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang biasa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan anak yang berumur dibawah dua tahun (Baduta), bayi tidak mendapatkan air susu ibu karena terpisah dari ibunya, dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat yang sebelum bencana memang dalam kondisi bermasalah (Kemenkes, 2010).
Dalam pelaksanaan, upaya penanganan gizi dalam situasi darurat merupakan rangkaian kegiatan dimulai sejak sebelum terjadinya bencana melalui pembekalan tentang penanganan gizi dalam situasi darurat kepada tenaga gizi yang terlibat dalam penanganan bencana. Semua dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas tenaga gizi (Kemenkes RI, 2010).
Keberadaan Kabupaten Aceh Besar jika ditinjau dari berbagai jenis bencana memiliki tingkat kerawanan yang membutuhkan kesiapsiagaan.  Kabupaten Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki indeks risiko tinggi untuk bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, banjir, kebakaran hutan, kebakaran gedung dan pemukiman. Selain itu bencana kekeringan dan erosi di wilayah Aceh Besar tergolong dalam indeks risiko sedang (Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014).
Selama ini penangulangan bencana di bidang kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabapaten Aceh Besar berada di bawah seksi pelayanan medik, tenaga gizi belum dilibatkan  dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, tenaga gizi belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana seharusnya bertindak jika terjadi bencana di wilayah kerja. Koordinasi juga masih kurang sehingga hanya jika ditemukan kasus gizi buruk, baru  tenaga gizi dilibatkan,  padahal jika tenaga gizi ikut dalam tim  kesehatan lebih awal, dapat melakukan pemantauan sehingga munculnya kasus gizi buruk sudah dapat diidentifikasi lebih dini ketika masih berada dalam kondisi gizi kurang.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menganalis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi  gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.

PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut diatas maka rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi  gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.

TUJUAN PENELITIAN
            Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi  gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.

MANFAAT PENELITIAN
Sebagai masukan bagi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia kesehatan dan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar selaku pelaksana pelayanan gizi darurat  ketika bencana terjadi.



METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif, untuk menggambarkan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan tenaga gizi sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi gizi darurat.
Lokasi penelitian di Kabupaten Aceh Besar. Sampel adalah seluruh tenaga gizi yang bertugas di  Kabupaten Aceh Besar sebanyak  51. Sampel diambil dengan total sampling.
Analisis data secara univariat dengan menyajikan data dalam tabel distribusi dan frekuensi dan kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tenaga Gizi di Kabupaten Aceh Besar memiliki variasi yang beragam untuk  karakteristiknya, lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Tenaga Gizi di Kabupaten Aceh Besar

No
Umur
n
(%)
1
20-29 tahun
4
7,84
2
30-39 tahun
19
37,25
3
40-49 tahun
26
50,98
4
50-55 tahun
2
3,92
No
Pendidikan
n
(%)
1
Diploma I
8
15,67
2
Diploma III
31
60,78
3
Diploma IV/SI
12
23,53

Jumlah
51
100

Sebagian besar responden berada pada kelompok umur 40-49 tahun (50,98%) dan. Tingkat pendidikan responden paling besar berada pada kelompok pendidikan Diploma III yaitu 31 orang (60,78%).

Distribusi Pelatihan Peningkatan Kemampuan Dalam Pelayanan Gizi Darurat
Pelatihan yang telah diikuti oleh tenaga gizi yang berada di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Frekuensi Pelatihan yang Berkaitan Peningkatan Kemampuan dalam Pelayanan Gizi Darurat.

No
Pelatihan Penanggulangan Masalah Gizi
n
%
1
Ya
0
04
2.
Tidak
51
100

Jumlah
51
100
No
Surveilance Gizi
n
%
1
Ya
13
25,49
2.
Tidak
38
74,51

Jumlah
51
100
No
Konselor Gizi
n
%
1
Ya
37
72,55
2.
Tidak
14
27,45

Jumlah
51
100
No
Tata Laksana Gizi Buruk
n
%
1
Ya
25
49,02
2.
Tidak
26
50,98

Jumlah
51
100

Pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi darurat terdiri dari empat jenis pelatihan dan belum ada tenaga gizi yang sudah mengikuti secara lengkap dari keempat pelatihan tersebut.

Pengetahuan
hasil penelitian pada pertanyaan mengenai pengetahuan mengenai pelayanan gizi darurat diperoleh bahwa responden yang menjawab paling banyak benar adalah pertanyaan mengenai kelompok rentan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Frekuensi Pengetahuan Tenaga Gizi dalam Menghadapi Gizi Darurat

No
Pengetahuan
n
%
1
Baik
28
54,90
2
3
Cukup
Kurang 
21
2
41,18
3,92

Jumlah
51
100

Berdasarkan tabel 3. terlihat lebih dari setengah tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar memiliki pengetahuan baik  mengenai pelayanan gizi darurat yaitu 28 orang (54,90%).
Asumsi peneliti terhadap hasil penelitian tersebut adalah karena sebagian besar tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar sudah menempuh pendidikan diploma III dan sarjana, hanya 8 (23,52 %) yang masih berpendidikan diploma I dan sudah memiliki usia antara 45 tahun sampai dengan 53 tahun. 
Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi terhadap sikap dan keterampilan seseorang. Walaupun sebagian besar tenaga gizi yang ada di Kabupaten Aceh Besar telah memiliki kesiapsiagaan yang memadai namun masih dibutuhkan pelatihan khusus yang membekali tenaga gizi secara lebih baik dalam menghadapi kejadian bencana.
Sutrisno (2012) menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai landasan untuk membentuk, mempersiapkan, membina, dan mengembangkan sumberdaya.
Pengetahuan selalu dijadikan sebagai awal dari sebuah tindakan dan kesadaran sesesorang sehingga dengan kapasitas pengetahuan diharapkan bisa menjadi dasar dari tindakan seseorang.

Sikap
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten  Besar dalam kaitannya dengan gizi darurat pada bencana diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4. Frekuensi Sikap Tenaga Gizi dalam Menghadapi Gizi Darurat

No
Sikap
n
%
1
Sikap Positif
38
74,51
2.
Sikap Negatif
13
25,49

Jumlah
51
100

Berdasarkan tabel 4. terlihat bahwa sebagaian besar tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar memiliki sikap yang positif dalam menghadapi gizi darurat pada bencana yaitu sebanyak 38 orang (74,51%). Sesuai dengan yang dikemukan oleh (Wawan, 2010), seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek.
Membangun kesiapsiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin masyarakat dalam menghadapi datangnya bencana (Ramli, 2010).
Sikap juga dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang mengenai suatu hal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap yang semakin positif terhadap objek tertentu (Wawan, 2010).
            Sikap positif dari tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar menurut asumsi peneliti bisa dikarenakan daerah Aceh Besar juga relatif sering tertimpa bencana, hal ini menimbulkan perhatian yang lebih dari tenaga gizi terhadap persoalan yang berkaitan dengan kebencanaan.

KETERAMPILAN
Sebagian besar tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar kurang terampil untuk menghadapai gizi darurat pada bencana yaitu sebanyak 38 orang (74,51%), untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
  
Tabel 5. Frekuensi Keterampilan Tenaga Gizi dalam Menghadapi Gizi Darurat Pada Bencana di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

No
Ketrampilan
n
%
1
Terampil
13
25,49
2.
Kurang Terampil
38
74,51

Jumlah
51
100
Asumsi peneliti tentang keterampilan tenaga gizi sebagian besar kurang terampil, karena belum ada tenaga gizi  yang pernah mengikuti pelatihan kebencanaan dan gizi darurat. 
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jurenzy (2011) mengenai kesiapsiagaan masyarakat di Katu Lampa Bogor dimana pengetahuan, sikap dan keterampilan tidak selalu berjalan beriringan.
Kurangnya keterampilan tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi bisa menjadi suatu kendala jika terjadi bencana. Pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana termasuk Kabupaten Aceh Besar.

Kesiapsiagaan
Tenaga gizi yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar sebagian besar kurang siap siaga yaitu sejumlah 32 orang (62,74%), untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Frekuensi Kesiapsiagaan Tenaga Gizi dalam Menghadapi Gizi Darurat

No
Kesiapsiagaan
n
%
1
Siap Siaga
19
37,25
2.
Kurang Siap Siaga
32
62,74

Jumlah
51
100

Asumsi peneliti hal ini karena tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar sudah menyadari bahwa mereka bertugas diwilayah yang rawan bencana termasuk beberapa diantaranya yang kecamatan tempat mereka bertugas baru saja tertimpa bencana.
Kesiapsiagaan adalah perkiraan perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul jika terjadi bencana dan memastikan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Nurjanah, 2011).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, (2010) dimana menunjukkan kesiapsiagaan sumberdaya manusia kesehatan adalah sebagaian besar menyatakan siap siaga (68,1%) dan (31,9%) menyatakan tidak siapa Siaga.

Pelatihan Tenaga Gizi Untuk Meningkatkan Kapasitas dalam Penanggulangan Bencana
Pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi darurat tiga diantaranya sudah pernah diikuti oleh tenaga gizi akan tetapi untuk pelatihan khusus berkenaan dengan gizi darurat belum ada yang mengikuti dan hasil penelusuran dari peneliti pada pusat penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana juga belum ada yang mengikutinya.
Pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi darurat terdiri dari beberapa jenis pelatihan, antara lain pelatihan gizi darurat, surveilance gizi, konseling ASI dan MPASI dan juga pelatihan tata laksana gizi buruk. 
Hasil penelitian pada tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar, tidak ada satu pun tenaga gizi yang pernah mengikuti pelatihan gizi darurat, pernah mengikuti pelatihan surveillance gizi sebanyak 13 orang (25,49%),  mengikuti pelatihan konseling ASI dan MPASI sebanyak 37 orang (72,54%), dan mengikuti pelatihan tata laksana gizi buruk sebanyak 25 orang (49,02%).

KESIMPULAN                                                                                                  
            Pengetahuan mengenai gizi darurat pada tenaga gizi sebagian besar sudah baik (54,9%), yang memiliki sikap positif terhadap gizi darurat pada saat bencana (74,51%), sedangkan tenaga gizi yang terampil dalam memberikan pelayanan gizi darurat (25,49%). Tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar yang siap siaga sebanyak  37,25%, dan yang kurang siap siaga sebanyak 62,74%.
Tenaga gizi belum dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan bencana baik sosialisasi maupun yang berupa kegiatan koordinasi karena perubahan paradigma manajemen penanggulangan bencana tidak disertai dengan perubahan pola pikir pelaku penanggulangan bencana. 
Tenaga gizi memiliki peran dalam penanggulangan bencana terutama gizi darurat namun hal ini belum disertai dengan kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan dan pembekalan buku pedoman gizi darurat saat bencana, serta pelayanan gizi darurat masih kurang mendapat dukungan.
Ketidakterlibatan tenaga gizi karena kegiatan gizi pada saat bencana hanya sebatas membagi makanan kepada pengungsi dan mendata jumlah bayi dan balita yang menjadi korban.

SARAN
1.   Kepada tenaga gizi diharapkan agar terus meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan gizi darurat pada saat bencana
2.   Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah agar dapat melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan interdisipliner dan juga perlu adanya tenaga gizi di BPBD.
3.   Kepada Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan kemampuan seluruh sumberdaya yang dimiliki  juga melibatkan seluruh sumberdaya dalam kegiatan penangulangan bencana agar dimasa mendatang semua tenaga kesehatan siap siaga dalam menghadapi bencana..

  
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, B. 2010. Etika dan Profesi Gizi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

BNPB, 2012. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BNPB, Jakarta.

Depkes RI, 2006. Pedoman Manajemen Sumberdaya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana, Depkes, Jakarta

Depkes, 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Depkes RI, Jakarta

Dewi,R.2010.Kesiapsiagaan Sumberdaya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Masalah kesehatan Akibat Bencana Banjir di Provinsi DKI Jakarta, FKM UI, Jakarta.

Disaster Risk Aceh, 2011. Strategi Umum Peningkatan Kesadaran Publik Dalam Penggurangan Resiko Bencana. Banda Aceh

Hamalik, U. 2007. Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Kemenkes RI, 2010, Pedoman Pelaksanaan Gizi Dalam Situasi Darurat, Kemenkes RI, Jakarta
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Kemenkes RI, Jakarta.
Nurjanah, dkk. 2011. Manajemen Bencana, Alfabeta, Bandung
Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana, Dian Rakyat, Jakarta.
Sutrisno, E. 2012. Manajemen sumber Daya Manusia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Wawan, dkk. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan perilaku Manusia,  Nuha Medika, Yogyakarta.