Selasa, 28 Juni 2016

Reca: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2016, hal. 71-76

OVERVIEW OF KNOWLEDGE ABOUT MOTHER CROWDING TEETH OF THE CHILDREN AGES 6-12 YEARS IN THE VILLAGE KAMPONG BARO
DISTRICT PIDIE

By:
Reca

ABSTRACT

Crowding of the teeth growing state overlap or irregular. This is because parents do not pay attention to the health of their teeth and they assume that if no tooth pain need not go to the health service. This study aims to reveal the mother's knowledge about the crowding of the children aged 6-12 years in the village of Kampong Baro Pidie District Pidie District. The population in this study are all children aged 6-12 years in the village of Kampong Baro totaling 30 children and their mothers as respondents. The sample in this study was the total population. Analysis of data using univariate analysis and research instruments in the form of questionnaires and diagnostic sets and KSP. Results showed mothers who are knowledgeable both about crowding as many as 3 people (10%), knowledgeable being as many as 23 people (77%) and were knowledgeable lower by 4 people (13.3%). Of the 30 children aged 6-12 years, who are crowding as many as 16 people (53.3%). It can be concluded that the mother's knowledge is still lacking, so the impact on the oral health of children. Recommended to mothers in order to increase knowledge about oral health so as to provide direction to the child so that the child is able to preserve and maintain the health of your teeth and mouth. Then it is also recommended to dental health professionals in order to provide education on oral health on an ongoing basis in the village

Keywords: Knowledge Of Mother, Crowding Teeth Of The Children



GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIGI BERJEJAL PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI DESA KAMPONG BARO
KABUPATEN PIDIE

Oleh:
Reca

ABSTRAK

Gigi berjejal merupakan keadaan gigi yang tumbuh bertumpuk atau tidak teratur. Hal ini disebabkan karena orang tua tidak memperhatikan kesehatan gigi anaknya dan  mereka menganggap bahwa kalau tidak sakit gigi tidak perlu  berobat ke pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada anak usia 6-12 tahun di Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-12 tahun di Desa Kampong Baro yang berjumlah 30 anak dan ibunya sebagai responden. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Analisis data menggunakan analisis univariat dan instrumen penelitian ini berupa kuesioner dan diagnosa  set serta KSP. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang berpengetahuan baik tentang gigi berjejal sebanyak 3 orang (10%), yang berpengetahuan sedang sebanyak 23 orang (77%) dan yang berpengetahuan rendah sebanyak 4 orang (13,3%). Dari 30 anak usia 6-12 tahun, yang mengalami gigi berjejal sebanyak 16 orang (53,3%). Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu masih kurang, sehingga berdampak pada kesehatan gigi dan mulut anak. Direkomendasikan kepada ibu agar dapat menambah wawasan mengenai kesehatan gigi dan mulut sehingga mampu memberikan arahan kepada anak agar anak mampu memelihara dan menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Kemudian juga direkomendasi kepada tenaga kesehatan gigi agar dapat memberikan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan secara berkesinambungan di desa

Kata kunci: Pengetahuan Ibu, Gigi Berjejal Pada Anak

PENDAHULUAN
Undang-undang kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal 46 dan pasal 47 yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Lebih lanjut, pasal 93 ayat 1 tentang kesehatan gigi dan mulut menyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.1
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orangtua yang pengetahuannya rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari pendidikan  yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak.2
Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting karena kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Tidak terkecuali anak-anak, setiap orang tua menginginkan anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut secara optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala. Perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet makanan, pembersihan sisa makanan dengan cara menyikat gigi yang benar, dan kunjungan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali.3 Tindakan-tindakan nyata orang tua tersebut sangat dibutuhkan          dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. 2
            Para ahli umumnya mengatakan bahwa susunan gigi yang tidak teratur (gigi berjejal) akan sulit dibersihkan, sehingga memudahkan melekatnya makanan yang mengakibatkan mudah terjadinya karies.4 Bila gigi bertumpuk yang terkena sikat gigi pada saat pembersihan adalah gigi pada lengkungan terluar. Kebersihan gigi dan mulut mempunyai peranan penting dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan gigi dan jaringan sekitarnya. Kebersihan gigi dan mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada gigi dan pertumbuhan gigi.5
            Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan penduduk Indonesia yang mempunyai masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%.6 Lebih lanjut pada penelitian Astoeti menunjukkan bahwa 21% anak usia 12 tahun di DKI Jakarta menderita gigi berjejal dan sebanyak 51,6% murid-murid kelas 4-6 SD di DKI Jakarta juga menderita gigi berjejal. Menurut kelompok umur persentase orang dengan gigi berjejal rata-rata sama sejak usia 10-14 tahun hingga dewasa. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhnya gigi berjejal yang diperoleh sejak muda akan dibawa hingga masa tua.7
Berdasarkan observasi dan pemeriksaan awal yang peneliti lakukan pada anak yang berumur 6-12 tahun di Gampong Baro sebanyak 15 orang anak  di dapatkan data bahwa 9 orang anak mengalami gigi berjejal. Dari hasil wawancara pada anak-anak tersebut diperoleh bahwa mereka tidak pernah dibawa ke rumah sakit atau ke puskesmas untuk memeriksa kesehatan gigi mereka. Peneliti juga mewawancarai 15 orang tua (ibu) dari anak tersebut, orangtua (ibu) anak tersebut mengatakan bahwa mereka jarang memperhatikan kesehatan gigi anaknya mereka menganggap bahwa kalau tidak sakit gigi tidak perlu untuk berkunjung ke poli gigi atau puskesmas dan orang tua juga tidak mengerti kapan harus berkunjung ke puskesmas untuk memeriksa gigi dan mulut anaknya. Penelitian ini  bertujuan untuk untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada anak usia 6-12 tahun di Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-12 tahun di Desa Kampong Baro yang berjumlah 30 anak dan ibunya sebagai responden. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada anak dan diagnosa  set serta KSP. Analisis data menggunakan analisis univariat.

HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie yang dilaksanakan bulan Januari sampai dengan Februari 2016. Berikut disajikan hasil-hasil analisis statistik tersebut.
1.    Pengetahuan
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan ibu tentang gigi berjejal di Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie
No
Pengetahuan
Frekuensi
%
1
Baik
3
10
2
Sedang
23
77
3
Rendah
4
13,3
Total
30
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa proporsi pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada kategori baik 3 orang (10%), sedang sebanyak 23 orang (77%) dan yang pengetahuannya rendah sebanyak 4 orang (13,3%).

2.    Gigi Berjejal Anak
Tabel 2. Frekuensi Gigi Berjejal Pada Anak Usia 6-12 Tahun Di Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie
No.
Gigi Berjejal
F
%
1
Ada
16
53,3
2
Tidak Ada
14
47

Total
30
100

Tabel diatas menunjukkan bahwa 16 anak menderita gigi berjejal sebanyak (53,3%) dan sebanyak 14 anak (47%) tidak menderita gigi berjejal.

PEMBAHASAN
1.      Pengetahuan Ibu tentang Gigi Berjejal
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa proporsi pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada kategori baik 3 orang (10%), sedang sebanyak 23 orang (77%) dan yang pengetahuannya rendah sebanyak 4 orang (13,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang  masih kurang tentang kesehatan gigi dan mulut turut mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung keesehatan gigi dan mulut anak. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak.2 Jadi jelas bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila orang tua kurang memahami masalah kesehatan gigi maka akan berdampak negatif pada kesehatan gigi dan mulut anaknya. Akan tetapi orang tua yang berpengetahuan baik itu belum tentu kesehatan gigi dan mulut anaknya juga baik, karena pengetahuan tanpa diwujudkan dengan tindakan yang nyata segala sesuatu tidak akan berjalan dengan baik dan tidak akan menghasilkan sesuatu hal yang diinginkan  untuk mewujudkan pengetahuan yang baik juga. Oleh karena itu diperlukan kesadaran dan kepedulian kepada anak untuk menjaga kesehatan gigi guna menghindari kelainan pada giginya.8

2.      Gigi Berjejal Anak
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 30 orang anak usia 6-12 tahun,16 anak menderita gigi berjejal (53,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa gigi berjejal sangat mempengaruhi mental anak usia dini karena pergantian gigi biasanya terjadi pada usia  dini. Jika orang tua  tidak memperhatikan dan mengontrol pertumbuhan gigi anak maka akan terjadi gigi berjejal sehingga penampilan gigi anak tidak baik mengakibatkan anak tidak percaya diri. Salah satu masalah estetik gigi yang paling banyak dikeluhkan orang adalah gigi berjejal. Gigi berjejal sangat mempengaruhi estetika dan kebersihan gigi dan mulut, karena gigi berjejal merupakan ideal bagi bakteri untuk berkembang disebabkan adanya bagian-bagian gigi yang sulit dijangkau oleh bulu sikat gigi. Jika susunan gigi yang berjejal terletak di salah satu lengkung gigi, susunan ini akan bisa diperbaiki dengan cara dilakukan pencabutan pada bagian lengkung tersebut. Meskipun demikian, prinsip ini bukanlah sesuatu yang tepat. Susunan insisivus yang berjejal biasanya diperbaiki dengan mencabut gigi premolar, sehingga bisa diperoleh keseimbangan oklusal dan penampilan akhir yang lebih memuaskan daripada jika gigi insisivus yang dicabut. Premolar pertama, pada kenyataannya adalah gigi yang paling sering dicabut untuk memperbaiki susunan gigi berjejal, hal ini dikarenakan letaknya di tengah pada setiap kuadran rahang, gigi premolar pertama biasanya terletak cukup dekat dengan daerah gigi berjejal, baik di segmen anterior maupun bukal.9

SIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu tentang gigi berjejal pada anak usia 6-12 tahun di Desa Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie., dapat disimpulkan bahwa: proporsi ibu yang berpengetahuan baik tentang gigi berjejal sebanyak 3 orang (10%), yang berpengetahuan sedang sebanyak 23 orang (77%) dan yang berpengetahuan rendah sebanyak 4 orang (13,3%). Sedangkan proporsi anak yang mengalami gigi berjejal sebanyak 16 orang anak (53,3%).
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut:
1.      Untuk mewujudkan keadaan kesehatan gigi anak yang optimal maka perlu ditingkatkan pengetahuan orang tua sebagai bekal dalam mendidik anak.
2.      Orangtua diharapkan dapat memberi contoh kepada anaknya di lingkungan rumah dengan menunjukkan sikap yang positif dan berperilaku kesehatan gigi yang baik.
3.      Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya tenaga kesehatan gigi agar dapat memberikan penyuluhan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan tentang gigi berjejal dan tentang kesehatan gigi dan mulut di desa khususnya Desa Kampong Baro Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh dan semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini, kemudian terima kasih kepada Kepala Desa Kampong Baro Kabupaten Pidie yang telah membantu jalannya penelitian ini.



DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI, 2009, Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 Tentang Kesehatan, Jakarta
Riyanti, E. Pengenalan dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. Jakarta. Seminar Sehari Kesehatan-Psikologi Anak; Mei 2005; available from: resources.unpad.ac.id/.
Maulani, C. dan Jubilee E. Kiat Merawat Gigi Anak. Gramedia. Jakarta. 2005;19-65
Suwelo, 1992. Penyakit Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi. EGC, Jakarta
Boediharjo, 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, hal: 3, 42. Air langga. University press, Jakarta
Riset Kesehatan Dasar, 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan  Kementerian Kesehatan
Astoeti, T.E., 2008, Hubungan Antara Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Maloklusi Dental Kelas I, Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
Herijulianti, E. Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC. Jakarta. 2002; 35-60
Andlaw, R.J., Rock, W.R., 1992, Perawatan Gigi Anak, Widya Medika, Jakarta, hal: 162



Sisca Mardelita: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2016, hal. 65-70

THERAPEUTIC COMMUNICATION APPLICATION IN OVERCOMING FEAR OF CHILDREN AT DENTAL AND ORAL HEALTH  IN MOTHER AND CHILD HOSPITALBANDA ACEH
 
By:
Sisca Mardelita
 
ABSTRACT
 
The success between nurses and patients is highly dependent on communication. Therapeutic communication in the nursing field to create the relationship between nurses and patients. The purpose of this study to determine how the image of therapeutic communication to the fear of children on dental and oral health services in mother and child hospitalBanda Aceh. This study uses a quantitative method with sample 6 dental nurses and 48 pediatric patients aged 6 to 12 years who visited a dental clinic public health care in Banda Aceh. The results of this study were obtained from 48 patients that child adoption of therapeutic communication by dental nurses to fear either the category of children is 25 people (52%), unfavorable 23 people (48%). 50 pediatric patients aged 6 to 12 years on the implementation of the therapeutic categories of cooperative communication 24 people (52%), less cooperative 8 people (16%) and uncooperative 16 people (32%). 48 patients there were 25 children studied (53%) who received therapeutic communication with either the category of cooperative behavior have only 13 people (52%). It can be concluded that the application of therapeutic communication to fear in pediatric patients in dental and oral health services in public health care largely been implemented. Most pediatric patients are more cooperative. Suggested for dental nurses are expected to maintain and improve the application of therapeutic communication that has been done on patients, especially pediatric patients.

Keywords: Therapeutic Communication, Fear In Dental Care
 
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM MENGATASI  RASA TAKUT ANAK DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK  BANDA ACEH

Oleh:
Sisca Mardelita

ABSTRAK

Keberhasilan antara perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran komunikasi terapeutik terhadap rasa takut anak pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Hasil penelitian ini di peroleh bahwa dari 48 orang pasien anak penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat gigi terhadap rasa takut anak katagori baik adalah 25 orang (52%), kurang baik 23 orang (48%). 48  orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun pada pelaksanaan komunikasi terapeutik katagori kooperatif 24 orang (52%), kurang kooperatif 8 orang (16%) dan tidak kooperatif 16 orang (32%). 48 orang pasien anak yang diteliti terdapat 25 orang (53 %) yang mendapat komunikasi terapeutik dengan katagori baik mempunyai perilaku kooperatif hanya 13 orang (52%).Dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi terapeutik terhadap rasa takut pada pasien anak pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit Ibu dan Anak sebagian besar sudah dilaksanakan dengan baik. Sebagian pasien anak lebih kooperatif. Disarankan bagi perawat gigi diharapkan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang sudah baik dilakukan pada pasien, khususnya pasien anak.

Kata kunci: Komunikasi Terapeutik, Rasa Takut Pada Perawatan Gigi

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan adalah setiap uapaya yang diselenggarakan secara mandiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Kondisi pelayanan kesehatan yang harus diperioritaskan, baik rumah sakit maupun puskesmas adalah memberikan pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan perawatan dan pengobatan.1
Pada dasarnya anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Timbulnya rasa cemas dan takut pada diri anak merupakan hasil persepsi anak mengenai perawatan gigi, rasa  takut anak dalam menghadapi perawatan giginya penderita yang mempunyai tingkat kecemaran tinggi pada umumnya mempunyai status kesehatan gigi yang rendah.2
 Kecemasan yang dialami oleh pasien perlu dipertimbangkan, sebagian karena efeknya pada pasien, dan sebagian lagi karena efeknya pada tenaga kesehatan gigi. Tampaknya tidak perlu diragukan bahwa kecemasan pasien dapat berpengaruh pada perawatan gigi. Survei Tood dkk, (1982). dari 6000 orang didapatkan 43% mengatakan bahwa mereka menghindari pergi ke poli gigi, kecuali mengalami masalah pada giginya dan 57%mengatakan bahwa sebagian alasannya adalah kerana mereka takut pada perawatan gigi.3Menghadapi perasaan cemas dan takut pada anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan untuk menaggulanginya agar perawatan gigi berjalan lancar. Dalam melakukan perawatan kepada pasien anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan dalam komunikasi yang baik dan dapat merubah prilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4
Keberhasilan antara perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi teraputik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. 5
Berdasarkan laporan­ kunjungan pasien poliklinik gigi rumah sakit ibu dan anak tahun 2015, didapatkan data bahwa  dari 1875 pasien yang berkunjung 496 (26%) pasien merupakan anak usia 6-12 tahun  yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan gigi. Berdasarkan pengamatan awal penulis lakukan di rumah sakit ibu dan anak sebagian besar anak usia 6 sampai 12 tahun yang harus mendapakan tindakan perawatan gigi tidak kooperatif atau takut untuk dirawat giginya, terkadang cukup memprihatinkan adalah tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian perilaku anak ini adalah memaksa anak dengan cara kekerasan untuk mau menerima tindakan perawatan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Instrumen pnelitian ini menggunakan lembar check list. Analisis data dilakukan analisis univariat.

HASIL PENELITIAN
Data hasilpengamatanpenerapna komunikasiterapeutikolehperawatgigiterhadap rasa takutanak yang telahdidapatdenganobservasi yang telah di persiapkandan di sajikansebagai berikut:
1.      Penerapan Komunikasi Therapeutik
Tabel.1 DistribusiFrekuensiPenerapanKomunikasiTerapeutikOlehPerawat Gigi        TerhadapRasa TakutPadaPasienAnak  di Poliklinik GigiRumahSakitIbu Dan Anak Banda Aceh
No
PenerapanKomter
Frekuensi
Persentase %
1
Baik
25
52
2
KurangBaik
23
48
3
Buruk
0
0
Total
48
100

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase penerapan komunikasi terapeutik paling dominan adalah baik (53%).
2.      Rasa Takut Anak
Distribusi rasa takutanakberdasarkankooperatif, kurangkooperattifdantidakkooperatifpadapasienanak di poliklinikgigiRumahSakitIbudanAnakdapatdilihatpadatabel di bawahini. 
Tabel.2 DistribusiFrekuensiBerdasarkanKooperatif, kurangkooperatif Dan TidakkooperatifPadaPasienAnak YangBerkunjungkeRumahsakitIbu Dan AnakBanda Aceh

No
Kategori
Frekuensi
Persentase %
1
Kooperatif
24
52
2
KurangKooperarif
8
16
3
Tidak Kooperatif
16
32
Total
48
100

Tabel diatas menujukkan bahwa perilaku anak yang kooperatif sebesar 52%.

PEMBAHASAN
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan penyembuhan pasien.6 Hubungan terapeutik antara perawat dan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik, walaupun hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan timbal balik tetapi kebutuhan pasien selalu diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup sehingga tidak menggunakan pasien untuk kepuasan dan keamanannya.
Berdasarkan tabel 2 dari 48 orang pasien anak pada pelaksanaan komunikasi terapeutik ternyata anak yang kooperatif dalam penerimaan perawatan adalah 24 orang pasien anak (52%) dan kurang kooperatif yaitu 8 orang pasien anak (16%) dan tidak kooperatif yaitu 16 orang pasien anak (32%). Peningkatan keterbukaan antara perawat dan pasien dapat menurunkan tingkat kecemasan. Perawat gigi anak memerlukan perencanaan yang baik dan tepat sehingga anak mendapat perawatan yang seoptimal mungkin. Prinsip perawatan anak hendaknya sederhana dan sesingkat mungkin, tanpa mengurangi prinsip perawatan yang ideal. Perawatan gigi anak tuntas, artinya harus selesai tanpa menimbulkan sakit dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan lagi di kemudian hari. Perawatan gigi anak bukan menghilangkan sakit saja tetapi, juga harus selesai, sehingga keadaan dalam mulut tidak mengganggu lagi serta tidak akan menimbulkan komplikasi lain terutama kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik lokal di dalam mulut, maupun keadaan umum baik fisik maupun mental.7 Usia anak-anak, tindakan pencegahan rasa takut yang paling penting adalah membuat suasana lingkungan yang dirasakan aman dan dapat dipercaya. Memperhatikan keperluan setiap anak dengan mendengarkan dan menanggapi komunikasi meraka adalah penting. Banyak dokter gigi mengatakan bahwa membangun kepercayaan dengan seorang pasien yang baru lebih penting dari pada perawatan yang dilakukan saat ini.3
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa, dari 25 orang yang mendapatkan komunikasi terapeutik kategori baik anak yang mempunyai perilaku kooperatif yaitu 13 orang (27%). Dirumah sakit perawat gigi sering menghadapi anak dalam keadaan cemas dan takut saat perawatan gigi, menghadapi perasaan cemas dan rasa takut anak. Perawat gigi harus mempunyai keterampilan untuk menanggulanginya agar perawatan gigi dapat berjalan lancar dalam melakukan perawatan kepada pasien anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan dalam mengelola perilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan komunikasi teraputik yang dilakukan oleh perawat gigi terhadap rasa takut anak dalam perawatan gigi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat gigi penerapan komunikasi terapeutik dalam kategori baik yaitu 25 orang (52%). Sedang pasien anak yang kooperatif adalah 24 orang (52%), kurang kooperatif adalah 8 orang (16%) dan tidak kooperatif 16 orang (32%).
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut:
1.      Perawat dapat berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak.
2.      Perawat gigi dapat bekerjasama dengan orang tua untuk memberi informasi dan menumbuhkan kesadaran anak dalam merawat gigi.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkankan terima kasih kepada Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh dan semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A, 1996. Pengantar administrasi Kesehatan,ed 3. Binarupa, Jakarta
Priyono, B. danHendrartini, J., 2001. Pengaruh Usaha Kesehatan Gigi, Sekolah Terhadap Kecemasan Pada Perawatan Gigi Serta Kesehatan Gigi Mulut Anak Sekolah Dasar.M.I. FKM UGM ke 40 ceril IX, Yogyakarta.
Kent, G, G,1991. Pengelolaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktek Dokter Gigi, Kedokteran, Jakarta.
Budiyanti, E.A. dan Heriandi,Y.Y., 2001. Pengelolaan Nonkooperatif Pada Perawat Gigi, J.Dentika Kedokteran Gigi USU.
Depkes, 1995. Pedoman Pelayanan Kesehatan gigi dan Mulut Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Balita dan Anak-Anak Pra Sekolah Secara Terpadu di Rumah Sakit Umum dan Puskesmas di Puskesmas, Jakarta.
Purwanto, H., 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Kedokteran, Jakarta.
Suwelo, I. S. 1991. Petunjuk Praktis Sistem Merawat Gigi Anak di Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.