Selasa, 28 Juni 2016

Lia Lajuna: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2016, hal. 9-16

KEBERHASILAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KETEPATAN PEMILIHAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) PADA AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDA RAYA KOTA BANDA ACEH

Oleh :
Lia Lajuna

ABSTRAK
Pemerintah berupaya mengendalikan jumlah penduduk dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi pasangan usia subur (PUS). Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 tentang pencapaian Contraceptive Prevalence Rate (CPR) menjadi 65% termasuk peningkatan pencapaian peserta KB aktif (PA), metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 25,9% dan pencapaian peserta KB baru (PB) sebesar 12,9%. IUD (Intra Uterine Device) merupakan salah satu RPJM .IUD termasuk jenis alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan.Dalam hal pemakaian kontrasepsi IUD, suami mempunyai kewajiban untukmemberikan dukungan dalam program KB. Karena dukungan suami dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi yang tepat untuk kedua pasangan.Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi intra uterin device (IUD) pada akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel purposive sampling sebanyak 92 responden.Hasil penelitian yaitu ada hubunganantara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi IUD.

Kata Kunci :Dukungan Suami, Pemilihan Kontrasepsi IUD

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara berkembang dengan berbagai jenis masalah, salah satunya yaitu dibidang kependudukan. Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan jumlah penduduk adalah dengan melaksanakan Program Keluarga Berencana (KB) bagi pasangan usia subur (PUS). Selain mengendalikan jumlah penduduk, juga bermanfaat untuk mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 seperti yang tercantum dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 indikator 5b (BKKBN, 2011).
Program Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan untuk memenuhi hak-hak reproduksi, agar dapat mengatur keluarga, waktu, jumlah dan jarak kelahiran anak secara ideal sesuai dengan keinginan yang telah disepakati dalam keluarga atau tanpa unsur paksaan dari pihak manapun. Dampak dari pemenuhan hak-hak reproduksi tersebut secara langsung adalah dapat terwujudnya keluarga kecil bahagia, sehat dan sejahtera sehingga dapat terwujud keluarga yang berkualitas sesuai dengan visi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu “penduduk tumbuh seimbang 2015” (BKKBN, 2013).
Angka fertilitas dapat diturunkan melalui program KB secara Nasional maupun Internasional. Salah satu indikator keberhasilan dibidang kependudukan ditunjukan dengan Total Fertility Rate (TFR).Berdasarkan data SDKI 2012, TFR nasional tahun 2012 yakni 2,59 anak/wanita usia subur. Menurut SDKI 2012, TFR tertinggi terdapat di Provinsi Papua Barat yaitu 3,70 anak/wanita usia subur) dan TFR terendah di Provinsi DIY Jogjakarta yaitu 2,10 anak/wanita usia subur (BKKBN, 2013).
Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 dijelaskan tentang pencapaian Contraceptive Prevalence Rate (CPR) menjadi 65% termasuk peningkatan pencapaian peserta KB aktif (PA) MKJP sebesar 25,9% dan pencapaian peserta KB baru (PB) MKJP sebesar 12,9% berdasarkan RKP tahun 2012, dengan demikian pemerintah dituntut dapat memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Pemberian  pelayanan KB yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kesertaan KB khususnya MKJP (BKKBN, 2011).
Penggunaan metode kontrasepsi modern digunakan wanita pada semua kelompok umur. Namun demikian, pemakaian kontrasepsi pada wanita yang berumur lebih muda dan berumur lanjut penggunaannya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita yang berumur 20-39 tahun.Wanita muda yang berumur < 20 tahun atau berusia 20-39 cenderung menggunakan alat kontrasepsi seperti suntik, pil dan implant sementara mereka yang lebih tua cenderung memilih alat kontrasepsi jangka panjang seperti Intra Uterine Device (IUD) dan sterilisasi wanita. (Maryatun, 2009)
Keuntungan pemakaian IUD yakni hanya  1 kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang relatif murah. IUD juga merupakan alat kontrasepsi yang aman, karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar keseluruh tubuh, tidak mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD lepas, efektivitas  IUD tinggi, metode jangka panjang (sekitar 10 tahun dan tidak perlu diganti), sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, tidak  mempengaruhi  hubungan seksual,  meningkatkan  kenyamanan  seksual karena  tidak  perlu  takut  untuk  hamil,  tidak  ada efek  samping  hormonal,  dapat  dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus,  dapat digunakan sampai menopause, tidak ada interaksi dengan  obat-obatan dan  membantu  mencegah kehamilan  ektopik (BKKBN, 2011).
Pada kenyataannya jumlah akseptor IUD masih rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor fisik seperti adanya penyakit-penyakit tertentu yang merupakan kontraindikasi IUD. Faktor psikologis yaitu ketakutan akan prosedur pemasangan dan perawatan IUD, perasaan malu, ketidaknyamanan. Faktor sosial budaya seperti nilai-nilai dalam masyarakat setempat, nilai agama yang melarang penggunaan kontrasepsi IUD dan pandangan IUD mengganggu hubungan seksual, ini dikarenakan terbatasnya informasi dan keterangan yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik serta informasi lain dari akseptor yang telah menggunakan IUD sehingga menimbulkan suatu persepsi tersendiri pada akseptor tentang pemilihan KB yang akan digunakan (Wibowo dkk, 2011).
Dalam mengambil keputusan pemakaian kontrasepsi tidak hanya pada wanita tetapi juga pasangannya yaitu suami,  karena suami mempunyai kewajiban yaitu mendapatkan informasi tentang KB dan kesehatan reproduksi, merencanakan jumlah dan jarak kelahiran, merencanakan alat kontrasepsi yang akan digunakan dan memberi dukungan. Dengan adanya dukungan suami akan mempengaruhi pemilihan kontrasepsi yang terbukti efektif bagi kedua pasangan dalam menggunakan kontrasepsi. Pemasangan IUD membutuhkan kerjasama dengan suami karena alasan takut benangnya menganggu saat bersenggama (Handayani, 2010).
Program Keluarga Berencana tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama antara suami dan istri serta tanpa adanya kepercayaan antara satu dengan yang lain. Pasangan suami istri harus bersama-sama dalam pemilihan metode kontrasepsi yang terbaikserta saling kerja sama dalam pemakaian juga dalam membiayai pengeluaran kontrasepsi tersebut dan juga memperhatikan tanda dan bahaya dari kontrasepsi tersebut (Hartanto, 2008).
Indonesia berdasarkan data (SDKI 2002-2003 didalam  Kumalasari dan Andhyantoro, 2012) diketahui jumlah akseptor KB dengan pemakaian IUD (6.2%), implant (4.3%), suntik (27.8%), pil (13.2%), MOW (3.7%), MOP (0.4%) dan kondom (0.9%).
Data BKKBN Provinsi Aceh tahun 2013, pencapaian peserta KB baru total sebanyak 177.694 peserta dari PPM PB. IUD 5.007 (2.82%), MOW 1.507 (0.85%), MOP 33 (0.02%), kondom 18.138 (10.21%), implant 4.578 (2.58%), suntikan 77.783 (43.78%), dan pil 70.633 (39.75%). Sedangkan KB aktif sebanyak 671.861 peserta. IUD 3.32%, MOW 0.96%, MOP 0.03%, kondom 9.10%, implant 3.16%, suntikan 44.24%, dan pil 39.20%.
Observasi awal yang dilakukan di Puskesmas Banda Raya Banda Aceh terhadap akseptor KB didapatkan jumlah penggunaan alat kontrasepsi yaitu 1279 akseptor.Dengan penggunaan IUD 23 (2%), kondom 65 (5%), suntik 669 (52%) dan pil 522 (41%).

TINJAUAN KEPUSTAKAAN                              
A.     Konsep Dasar Kontrasepsi Intra Uterin Device (IUD)
1.      Pengertian Kontrasepsi Intra Uterin Device (IUD)
            Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan yang dapat bersifat sementara dan juga permanen (Wiknjosastro, 2008).
            Menurut Mochtar (2012) kontrasepsi adalah cara, alat atau obat-obatan untuk mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) pada saluran telur. Tujuan kontrasepsi adalah sebagai berikut :
a.       Untuk perencanaan kehamilan seperti menunda kehamilan dan menjarangkan kehamilan
b.      Untuk membatasi jumlah anak
c.       Untuk menghindari resiko penyakit dari kehamilan seperti pada ibu dengan penyakit jantung
d.      Pengendalian jumlah penduduk dunia (Benson dan Pernoll, 2009).
Intra Uterin Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik atau logam kecil disertai barium sulfat dan mengandung tembaga yag dimasukkan keuterus melalui kanalis servikalis (Morgan  G. dan Hamilton, C. 2009).IUD adalah alat yang dimasukkan melalui saluran serviks dan dipasang dalam uterus.IUD memiliki benang yang menggantung turun kedalam vagina, gunanya agar wanita dapat memeriksa dan memastikan alat tersebut pada posisi yang benar.(Everett,2012)
IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, disertai adanya peningkatan leukosit. Kondisi ini dapat mengurangi kesempatan ovum dan sperma bertemu dan akan menghambat terjadinya pembuahan (Everett, 2012).
            IUD dapat dipasang segera setelah melahirkan atau partus atau setelah aborsi jika tidak ada infeksi.Waktu pemakaian IUD adalah saat sedang haid, setelah persalinan atau melahirkan, setelah keguguran, masa interval atau masa diantara dua haid ketika seksio sesarea dan after morning (pascakoitus) (Mochtar, 2012).



2.      Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Intra Uterin Device (IUD)
            Keuntungan dari kontrasepsi IUD adalah lebih efektif dan jangka panjang, tidak mengganggu hubungan suami istri, tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan segera kembali setelah IUD dingkat, efek sampingnya sangat kecil dan memiliki efek sistemik yang sangat kecil.(Saifuddin, dkk ,2003)
Manuaba dkk (2012), mengatakan Keuntungan lain dari IUD merupakan terapi tambahan pada awal menopause, efektif, pemasangan  dan kontrol tidak sulit, penyulit tidak terlalu berat,kesuburan segera kembali setelah IUD dibuka berlangsung dengan baik, tidak ada interaksi obat, tidak terkait dengan koitus, metode yang relatif bebas perawatan, penurunan insiden perdarahan dan sebanyak 20% akan mengalami amenore setelah 1 tahun (Manuaba dkk, 2012).
KerugianIUD menurut Everett (2012) yaitu dapat meningkatkan resiko infeksi panggul, memiliki sedikit peningkatan resiko kehamilan ektopik bila ada kegagalan IUD, IUD dapat terlepas keluar, perforasi uterus, usus dan kandung kemih, menoragi, dismenorea, malposisi IUDdan dapat menyebabkan kehamilan yang disebabkan oleh  pengeluaran, perforasi atau malposisi.
3.      Efek Samping Kontrasepsi Intra Uterin Device (IUD)
            Efek samping yang mungkin terjadi adalah perubahan siklus haid (pada 3 bulan pertama), haid lebih lama dan banyak, dan perdarahan spotting antar menstruasi, setelah pemasangan merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari, perforasi dinding uterus, tidak mencegah IMS, penyakit radang panggul dapat terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD, tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik, nyeri dan mules, keputihan, disminorea, dispareunia, ekspulsi (IUD keluar dengan sendirinya), translokasi dislokasi, dan kehamilan dengan IUD insitu (Proverawati dkk, 2010).

B.     Konsep Dasar Dukungan Suami
1.      Pengertian Dukungan Suami
            Dukungan suami adalah kesediaan, kesertaan, kepedulian dan keberadaan suami untuk menghargai dan mendukung keinginan menggunakan KB dan kesehatan reproduksi serta perilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya. Dengan adanya perpaduan antara informasi, pengetahuan dan dukungan suami akan mempengaruhi pemilihan kontrasepsi yang terbukti efektif bagi kedua pasangan dalam menggunakan kontrasepsi (Maryatun, 2009).
            Partisipasi suami dalam KB merupakan tanggung jawab suami dalam kesertaan menggunakan KB serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya.Bentuk partisipasi suami dalam menggunakan KB ada secara langsung dan tidak langsung.Partisipasi suami secara langsung adalah dengan menggunakan salah satu metode untuk pencegahan kehamilan seperti kondom, vasektomi, senggama terputus atau metode pantang berkala.Sedangkan bentuk partisipasi yang tidak langsung adalah mendukung istri dalam memilih kontrasepsi yang ingin digunakannya (Wahyuni dkk, 2013).
            Partisipasi pasangan dalam menggunakan KB dan kesehatan reproduksi sangat penting karena beberapa hal berikut yaitu:
a.       Pria adalah mitra dalam melakukan reproduksi dan aktifitas seksual  sehingga antara pria dan wanita harus berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang.
b.      Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya sehingga keterlibatan dan partisipasi pria dalam keputusan bereproduksi akan membentuk ikatan yang lebih kuat diantara keluarga dan keturunannya.
c.       Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan digunakannya atau digunakan oleh istrinya (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).
2.      Jenis Dukungan Sosial Suami
            Menurut taylor (2008) mengatakan bahwa dukungan sosial suami ada 5 diantaranya yaitu:
a.       Dukungan emosial adalah ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang yang bersangkutan
b.      Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan apabila individu tidak mampu menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi, nasehat dan petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi.
c.       Dukungan instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membutuhkan orang lain untuk memenuhinya.
d.      Dukungan penghargaan(penilaian) adalah dukungan yang terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan positif) untuk orang lain contohnya pujian, persetujuan orang lain.
e.       Dukungan dari kelompok sosial, bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya.
Keterlibatan pria didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB juga dukungan terhadap kontrasepsi yang diinginkan pasangannya dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga.Pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah atau memecahkan masalah (Pieter, 2012).

METODE PENELITIAN
            Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Raya Banda Aceh Tahun 2014.Jumlah populasi yang diambil adalah 1156 orang pada akseptor KB.Sampel diambil secara purposive sampling yaitu sebanyak 92 orang.

HASIL PENELITIAN
Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD

No

Dukungan
suami

Pemilihan Kontrasepsi IUD
Total

p-
value
Memilih
Tidak Memilih
f
%
f
%
f
%
1
Mendukung
22
100
0
0
22
100
0.000
2
Tidak mendukung
0
0
70
100
70
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa dari 22 responden yang mendapat dukungan dari suami ada 22 responden yang memilih kontrasepsi IUD dengan persentase 100%. Hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p-value 0,000 atau p < 0,10. Sehingga ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Banda Raya Banda Aceh.

PEMBAHASAN
Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD
Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan dukungan suami dengan ketepatan pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Banda Raya Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari 22 responden (100%) yang suaminya mendukung ternyata memilih kontrasepsi IUD, dan dari 70 responden (100%) yang suaminya tidak memberikan dukungan ternyata tidak memilih kontrasepsi IUD.
Senada dengan penelitian Maryatun (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemakaian metode kontrasepsi IUD. Faktor lain yang juga mempengaruhi pemakaian metode kontrasepsi IUD yaitu umur, paritas, persepsi ibu tentang alasan (demand) KB, biaya pelayanan KB, kualitas pelayanan KB dan akses pelayanan KB.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Johana, dkk (2013) yaitu responden yang memilih kontrasepsi IUD lebih tinggi yang mendapatkan dukungan suami 27 orang (46.6 %) dari pada yang tidak mendapatkan dukungan suami 9 0rang (23.7%) dengan nilai P = 0,041 atau atau p < 0,05, sehingga ada hubungan dukungan pasangan dengan pemilihan IUD di Puskesmas Jailolo.
Dukungan suami adalah keikutsertaandan  kepedulianserta mendukung keinginan pasangannya dalam menetukan pemilihan alat kontrasepsi,   kesehatan reproduksi serta perilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya. (BKKBN, 2009).
Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa respoden yang mendapatkan dukungan suami akan tetap menggunakan alat kontrasepsi IUD. Dukungan suami merupakan hal paling penting dalam menentukan kontrasepsi yang ingin digunakan oleh akseptor, karena suami merupakan mitra dalam reproduksi dan aktifitas seksual.

KESIMPULAN
Pemilihan kontrasepsi IUD akan berhasil dengan dukungan suami yang maksimal.
                                          
SARAN
1.      Diharapkan suami memberikan dukungan terhadap pemilihan alat kontrasepsi kepada isterinya.
2.      Bagipetugaskesehatanataubidan, agar melibatkan suami dalam menentukan alat kontrasepsi yang akan digunakan pasangannya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, 2011.Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia 20-39 Tahun.http://www.eprints.undip.ac.id Dikutip tanggal 23 Maret 2014
Benson, R.C. 2009.Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. EGC, Jakarta.
BKKBN.2005. Badan Kebijakan Program Keluarga Berencana Nasional, Jakarta.
_________. 2009. Hasil Pelaksanaan Pelayanan Kontrasepsi Dan Pengendalian Lapangan BKKBN Aceh.
_________. 2011. Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan kontrasepsi IUD.
Everett, S. 2012. Buku Saku Kontrasepsi Dan Kesehatan Seksual Reproduksi. EGC, Jakarta.
Handayani S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Pustaka Rihama, Yokyakarta.
Kumalasari dan Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi. Salemba Medika, Jakarta.
Manuaba, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC, Jakarta.
Maryatun. 2009. Analisis  Faktor-Faktor  Pada Ibu Yang Berpengaruh Terhadap  Pemakaian Metode Kontrasepsi Iud Di Kabupaten Sukoharjo. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta Eksplanasi Volume 4 Nomor  8  Edisi  Oktober  2009. Dikutip tanggal 23 Maret 2014
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri jilid 2. EGC, Jakarta.
Morgan, G. dan Hamilton, C. 2009.Obstetri Dan Ginekologi. EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
Pieter, H.Z. 2012.Pengantar Komunikasi Dan Konseling. Kharisma Putra Utama, Jakarta.
Proverawati, dkk. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Nuha Medika, Yogyakarta.
Saifuddin. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Sulistyawati. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Salemba Medika, Jakarta.
Suratun, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Pelayanan Kontrasepsi. TIM, Jakarta.
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar