SUMBER
INFORMASI DAN USIA DENGAN PENGETAHUAN REMAJA
TENTANG PUBERTAS PADA DISABILITY
DI BUKESRA BANDA ACEH
Oleh:
Anita
ABSTRAK
Pengetahuan pubertas dan pemberian informasi
tentang reproduksi sehat sangat dibutuhkan oleh remaja penyandang cacat,. Remaja yang tidak siap menghadapi
perubahan pubertas akan mengalami kendala
dalam mengendalikan dirinya. Secara
nasional remaja yang mengetahui masa subur dengan benar hanya 21,6%. Untuk mengetahui hubungan sumber informasi dan usia dengan
pengetahuan remaja tentang pubertas pada disabilitas di bukesra banda aceh Tahun 2015. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross Sectional. Populasi dan sampel
dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Data dianalisa secara analitik menggunakan Chi square tes dengan program
komputerisasi (SPSS) dan signifikasi 95%
(P Value < 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada hubungan antara sumber informasi dengan pengetahuan dengan nilai p = 0,029 (p < 0,05). Usia tidak ada hubungan
yang bermakna dengan pengetahuan dengan nilai p value > 0,05. Ada hubungan yang bermakna antara sumber informasi dengan pengetahuan remaja tentang pubertas. Usia tidak ada hubungan dengan
pengetahuan. Diharapkan pada dinas pendidikan dapat memfasilitasi dalam upaya meningkatkan
pengetahuan kesehatan reproduksi melalui media tehnologi yang dapat digunakan khususnya
oleh remaja disabilitas
Kata kunci: Sumber informasi, Usia, Pengetahuan, Disability.
SOURCES
OF INFORMATION AND AGE WITH KNOWLEDGE
ADOLESCENTS
PUBERTY ABOUT THE DISABILITY
IN
BUKESRA BANDA ACEH
By:
Anita
ABSTRACT
Knowledge of puberty and the provision of information about healthy
reproduction is needed by adolescents with disabilities ,. Teens who are not
prepared to face the changes of puberty will experience problems in controlling
himself. Nationally adolescents who know the fertile period correctly only
21.6%. To determine the relationship of age with the resources and knowledge of
adolescents about puberty in Banda Aceh bukesra disabilities in 2015. This
study is a cross sectional analytic approach. Population and sample in this
study amounted to 30 people. Data were analyzed using Chi-square test analytic
with a computerized program (SPSS) and the significance of 95% (P Value
<0 .05="" a="" age="" between="" knowledge="" meaningful="" no="" p="" relationship="" resources="" results="" showed="" that="" the="" there="" value="" was="" with=""> 0.05. There is significant correlation between
resources with knowledge of adolescents about puberty. Age is not nothing to do
with knowledge. Expected at the education office can facilitate in improving
reproductive health knowledge through media technology that can be used
especially by teenagers disabilities 0>
Keywords: Sources of information, age, knowledge, Disability.
PENDAHULUAN
Pubertas
bukan hanya terjadi pada remaja normal tetapi juga pada remaja dengan
penyandang cacat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), "Cacat meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan partisipasi pembatasan. Gangguan
merupakan masalah di dalam tubuh fungsi atau struktur, dan keterbatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan partisipasi keterbatasan adalah masalah yang dialami oleh individu
dalam keterlibatan yang tidak dapat dikatagorikan dalam
cara yang tetap (Ghai, A. 2010). Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan
khusus diIndonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun
atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007 (DKRI, 2010).
Adolescent atau remaja merupakan periode kritis peralihan dari
anak menjadi dewasa. Masa remaja terjadi perubahan hormonal, fisik, psikologis
maupun sosial yang berlangsung secara alami. Pada anak perempuan masa pubertas
terjadi pada usia 8 tahun sedangkan anak laki-laki terjadi pada usia 9 tahun.
Faktor genetik, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya dianggap berperan dalam
masa pubertas. Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas ini juga
diikuti oleh maturasi emosi dan psikis. Secara psikososial, pertumbuhan pada
masa remaja (adolescent) dibagi dalam 3 tahap yaitu early, middle, dan
late adolescent. Masing-masing tahapan memiliki karakteristik
tersendiri. Segala sesuatu yang mengganggu proses maturasi fisik dan hormonal
pada masa remaja ini dapat mempengaruhi perkembangan psikis dan emosi sehingga
diperlukan pemahaman yang baik tentang proses perubahan yang terjadi pada
remaja dari segala aspek (Batubara, 2010).
Perkembangan
seksual pada remaja ditandai dengan matangnya organ reproduksi. Setelah seorang
gadis mengalami menstruasi yang pertama dan mimpi basah pada laki-laki, maka
sejak itu fungsi reproduksinya akan bekerja berdasarkan fungsinya.
Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan-perubahan dalam dirinya termasuk
diantaranya menerima kenyataan dorongan seks yang mulai meningkat dan sulit
dikendalikan, mengakibatkan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola
dorongan seksnya (Wiknjosastro, 2006).
Pemberian
informasi tentang reproduksi sehat, pengetahuan seks dan kesehatan lainnya
sangat dibutuhkan oleh remaja tidak terkecuali pada remaja penyandang cacat,
sama halnya pada remaja normal, remaja penyandang cacat juga mengalami
perkembangan seksual dan perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja
lainnya. Menurut Widyastuti, (2010)
Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan
dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi
berbagai keadaan yang membingungkan. Informasi tentang haid dan mimpi basah,
serta tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan perempuan perlu diperoleh
setiap remaja.
Pusat Nasional Penyalahgunaan Anak dan
Penelantaran telah melaporkan bahwa anak-anak penyandang cacat mengalami
pelecehan seksual pada tingkat 2,2 kali lebih tinggi dari anak-anak tanpa cacat
(Crosse dkk, 1993). Peneliti lain
telah melaporkan hal yang sama tingkat dari pelecehan seksual di kalangan
anak-anak cacat jauh lebih tinggi (
Quint, 1999). The US Department of
Justice melaporkan bahwa 68% sampai 83% dari wanita dengan cacat
perkembangan mengalami kekerasan seksual dalam hidup mereka dan kurang setengah dari mereka mencari bantuan dari jasa
hukum dan tenaga kesehatan (Suris dkk,1996).
Penelitian yang dilakukan Gomes dkk, (2002) menunjukkan
hasil penelitian masih rendahnya tingkat pengetahuan dan perlunya tindakan edukatif mengenai
kesehatan dan seksualitas pada awal remaja di
sekolah. Data SDKI-R tahun (2007) menunjukkan bahwa remaja perempuan
yang tidak mengetahui tentang perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan
sebanyak 13,3% lebih tinggi dibandingkan hasil SDKI-R tahun 2002/2003 sebesar
10,7 persen. Hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui kapan
seorang perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sedangkan dalam penelitian
RPJMN, (2010) menunjukkan persentase pengetahuan responden laki-laki yang
mengetahui masa subur seorang perempuan lebih tinggi (32,3%) dibandingkan dengan
responden perempuan (29%). Secara nasional remaja yang mengetahui masa subur
dengan benar sebesar 21,6% dan remaja yang terpapar informasi PIK-Remaja (Pusat
Informasi dan Konseling Remaja) mencapai 28%. Berarti hanya 28 dari 100 remaja
yang akses dengan kegiatan yang berkaitan dengan informasi kesehatan
reproduksi.
Berdasarkan
hasil survey yang dilakukan di yayasan bina upaya kesejahteraan para cacat
(BUKESRA) bahwa masih kurangnya informasi yang disampaikan tentang pubertas dan
kurangnya buku-buku yang dapat memberikan informasi tentang pendidikan seksual.
Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang sumber
informasi dan usia dengan pengetahuan remaja tentang pubertas
pada disabilitas di bukesra banda aceh.
METODELOGI
PENELITIAN
Jenis
penelitian ini bersifat analitik
dengan pendekatan Desain cross sectional
yaitu suatu penelitian dimana pengumpulan data dilakukan secara bersamaan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat dan mengetahui Pengetahuan remaja tentang
pubertas remaja penyandang cacat di yayasan BUKESRA Banda
Aceh Tahun 2015.
Penelitian
ini akan dilakukan di yayasan BUKESRA Banda Aceh pada bulan Juni tahun 2015. Adapun
teknik akan dipakai dalam pengambilan sampel adalah total populasi yaitu
siswa-siswi yang berusia 10-24 tahun yang
berjumlah 30 orang yang ada di yayasan
BUKESRA Banda Aceh. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik total
sampling yaitu seluruh populasi diambil dijadikan sebagai sampel.
Jenis
data yang digunakan ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang
langsung diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang
melakukan penelitian dengan cara membagikan kuesioner kepada siswa-siswi yang
bersekolah di yayasan BUKESRA Tahun 2015 yang telah disusun untuk menjaring
informasi yang ingin diketahui sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini
dilakukan sendiri oleh peneliti dengan menggunakan enumerator 2 orang yaitu
staff administrasi sekolah.
Setelah
data terkumpul, dilakukan editing untuk mengetahui kelengkapan data untuk
mengetahui kelengkapan data selanjutnya dilakukan coding untuk memudahkan dalam
melakukan tabulasi data. Tabulasi data dilakukan sesuai dengan variabel yang
diteliti nuntuk mempermudah dalam melakukan analisis. Analisis data menggunakan
komputer dengan sofware Statistical
Program For Socisl Science ( SPSS).
HASIL
PENELITIAN
a.
Analisa
univariat
Hasil penelitian memberikan gambaran mengenai
distribusi frekuensi variabel dependen dan independen yang meliputi pengetahuan dengan teman sebaya, jenis kelamin dan usia
remaja
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Pengetahuan Remaja Tentang Pubertas di BUKESRA Banda
Aceh Tahun 2015
No
|
Pengetahuan
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Baik
|
8
|
26,7
|
2
|
Kurang
|
22
|
73,3
|
|
Total
|
30
|
100
|
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa
pengetahuan remaja tentang pubertas dari 30 remaja mayoritas berpengetahuan
rendah yaitu 22 orang (73,3%).
Tabel
2.
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Sumber
Informasi
di
BUKESRA Banda Aceh
Tahun 2015
No
|
Sumber Informasi
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Ada
|
24
|
80,0
|
2
|
Tidak Ada
|
6
|
20,0
|
|
Total
|
30
|
100
|
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa
dari 30 remaja yang mendapatkan sumber informasi tentang pubertas mayoritas 24 orang (80,0%).
Tabel
3.
Frekuensi
Responden Berdasarkanm
Usia
di BUKESRA Banda Aceh
Tahun 2015
No
|
Usia
|
Frekuensi
|
%
|
1
|
Remaja Awal
|
1
|
3,3
|
2
|
Remaja Menengah
|
10
|
33,3
|
3
|
Remaja Akhir
|
19
|
63,3
|
|
Total
|
30
|
100
|
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa usia
dari 30 remaja yang terbanyak adalah remaja akhir sebanyak 19 orang (63,3%).
b.
Analisa bivariat
Analisa bivariat
untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antra variabel bebas dan
variabel terikat.
Tabel 4.
Analisis
Hubungan Sumber Informasi dengan Pengetahuan
Remaja Tentang
Pubertas
di BUKESRA Banda Aceh Tahun 2015
Variabel
|
Pengetahuan
Baik Kurang
f % f %
|
Total
|
%
|
P
|
Cl
|
Sumber Informasi
|
|
|
|
|
|
Ada
|
4 50,0
20 90,9
|
24
|
24,0
|
0,029
|
95%
|
Tidak Ada
|
4 50,0
2
9,1
|
|
6,0
|
|
|
Berdasarkan
tabel 4 di atas
menunjukkan bahwa dari 30 remaja yang mendapatkan sumber informasi
tentang pubertas mempunyai hubungan yang bermakna secara
statistik dengan pengetahuan yaitu sebanyak (90,9%). Setelah dilakukan uji statistik diperoleh
hasil yaitu terdapat hubungan antara sumber informasi dengan pengetahuan dengan nilai p = 0,029 (p < 0,05).
Tabel 5.
Analisis
Hubungan Usia dengan Pengetahuan
Remaja Tentang Pubertas di
BUKESRA Banda Aceh Tahun 2015
Variabel
|
Pengetahuan
Baik Kurang
f % f %
|
Total
|
%
|
P
|
Cl
|
Usia
|
|
|
|
|
|
Remaja Awal
|
1
12,5 0
0
|
1
|
1,0
|
|
|
Remaja
Menengah
|
4
50,0 6
27,3
|
10
|
10,0
|
0,090
|
95%
|
Remaja Akhir
|
3
37,5 16 72,7
|
19
|
19,0
|
|
|
Berdasarkan
tabel 5 di atas menunjukkan bahwa usia tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengetahuan karena nilai p value > 0,05
DISKUSI
Hubungan
Sumber Informasi dengan Pengetahuan
Remaja Tentang Pubertas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan remaja yang mendapatkan sumber informasi dengan pengetahuan tentang pubertas mempunyai hubungan yang bermakna secara
statistik dengan pengetahuan yaitu sebanyak (90,9%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sumber
informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan
informasi, media informasi untuk komunikasi massa. Sumber informasi dapat
diperoleh melalui media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik
(Televisi, radio, internet) dan melalui kegiatan tenaga kesehatan seperti
pelatihan yang diadakan oleh dokter, perawat dan bidan.
Remaja Memerlukan infomasi yang sesuai dengan
usianya Mengenai perkembangan fisik dan emosional, resiko-resiko yang terjadi
dari kegiatan seksual yang tidak terlindungi, kekerasan, bagaimana mengakses
pelayanan kesehatan dan kesempatan pendidikan. Program-program
yang tersukses dicapai ketika informasi dan pendidikan dilakukan secara
interaktif dan dihubungkan dengan pelayanan
Informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang
banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih
luas. Semakin sering orang membaca, pengetahuannya akan lebih baik daripada
hanya sekedar mendengar atau melihat saja (Sarwono,
2005; Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil SDKI-R tahun (2007) menunjukkan ketidaktahuan remaja perempuan tentang
perubahan fisik terjadi peningkatan bila dibandingkan hasil SDKI-R tahun
2002/2003 Hampir separuh (47,9%) remaja perempuan tidak mengetahui masa
suburnya. Sedangkan dalam penelitian BKKBN, (2010) menunjukkan persentase
pengetahuan responden laki-laki yang mengetahui masa subur seorang perempuan
lebih tinggi (32,3%) dibandingkan dengan responden perempuan (29%). Secara
nasional remaja yang mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6%.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Gomes dkk, (2002) bahwa pengetahuan yang rendah memerlukan
informasi tentang kesehatan reproduksi pada masa pubertas
ketika pertama remaja di sekolah .
Pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja dapat di pengaruhi media massa dan internet yang
menyediakan informasi yang kurang tepat dan salah. Keluarga, sekolah kurang
membekali pengetahuan kesehatan reproduksi yang sebanding sehingga remaja tidak
mampu membuat keputusan secara tepat. Akibatnya rasa ingin tahu yang sangat
kuat membuat remaja menjadi terjebak ke dalam permasalahan seksualitas.
Pendidikan kesehatan reproduksi yang dimaksud adalah memberikan informasi
kepada remaja sehingga para remaja tahu bagaimana cara menghindari terjadinya
hubungan seksual sebelum waktunya dan membentuk remaja yang mempunyai sikap, perilaku yang sehat dan bertanggung jawab (Imran, 2000).
Hubungan
Usia dengan Pengetahuan
Remaja Tentang Pubertas
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa usia tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengetahuan dengan nilai p value > 0,05. Penelitian ini tidak mempunyai hubungan yang bermakna, karena remaja
dengan penyandang cacat mempunyai
keterbatasan yang dapat di buktikan dari usia mereka yang sudah mencapai remaja
menengah tapi mereka masih duduk di bangku SD.
Remaja secara psikologis adalah suatu usia
dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa dirinya berada dibawah tingkat orang yg lebih tua
melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar ( Ali, 2005).
Kematangan seksual dipengaruhi oleh Usia, perubahan fisik
pada remaja mempengaruhi kematangan seksual. Diberbagai masyarakat ada
kecenderungan penurunan usia kematangan seksual. Pada gilirannya, penurunan
usia kematangan ini akan diikuti oleh meningkatnya aktivitas seksual pada usia
dini Sarwono, (2010).
Anak-anak perlu diberikan pengetahuan pubertas sesuai dengan tahapan perkembangan untuk membantu mereka dan
melindungi mereka dari kehamilan yang tidak direncanakan dan PMS (Nancy, 2006).
Remaja penyandang cacat dapat mengekspresikan
keinginan dan harapan untuk menikah, punya anak, dan kehidupan seks dewasa
normal. Bahkan, remaja penyandang cacat fisik secara
seksual mengalami perkembangan seperti halnya yang dialami oleh remaja tanpa
cacat. Namun, orang tua dan tenaga kesehatan sering pesimis terhadap
potensi anak-anak cacat untuk menikmati keintiman dan seksualitas dalam
hubungan mereka (Cheng and
Udry, 2002). Orang dengan cacat sering keliru dianggap sebagai
anak kecil, aseksual, dan membutuhkan perlindungan (Berman dkk, 1999).
Anak-anak dan remaja penyandang cacat harus diberikan pengetahuan pubertas sesuai dengan tahapan perkembangan. Orangtua
mungkin perlu jaminan dan dukungan dalam mendapatkan pendidikan seksualitas
bagi anak-anak dan remaja penyandang cacat. Diskusi harus dimulai dengan orang tua atau wali dari
anak-anak cacat di usia muda untuk mendorong bentuk-bentuk perlindungan diri
(Suris, 1996).
Menurut
asumsi penelitian pengetahuan remaja tentang pubertas dapat ditingkatkan
dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sesuai dengan
tahapan
perkembangan mereka, melalui peran orang tua dan sekolah sehingga mereka dapat mengetahui perubahan perkembangan selama masa pubertas
mereka.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Terdapat hubungan antara
sumber informasi dengan pengetahuan remaja
tentang pubertas nilai p = 0,029 (p < 0,05).
2.
Usia tidak terdapat hubungan yang bermakna
dengan pengetahuan pengetahuan remaja
tentang pubertas dengan nilai p value
> 0,05.
Rekomendasi
Bagi tempat
penelitian dapat meningkatkan
pengetahuan pubertas di sekolah dengan penyediaan informasi melalui media cetak, internet yang dapat digunakan
bagi remaja disabilitas. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan tentang
perilaku seksual pada remaja disabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M dan Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan.
Jakarta : Bumi aksara.
Bappenas. (2009). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014. Jakarta.
Batubara Jose RL. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta : Sari Pediatri, Vol. 12.
Berman
H, Harris D, R enright, Gilpin M, Cathers T, Bukovy G. Sexuality
and the adolescent with a physical disability: understandings and misunderstandings. Issues Compr Pediatr 199;
22:183-196.
BKKBN.
(2010). Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional. Jakarta.
Cheng MM, Udry JR. Sexual behaviors of physically disabled
adolescents in the United States. J Adolesc Health. 2002, 31: 48 - 58.
Crosse SB, Kaye E, Ratnofsky AC.
(1993) A Report on the Maltreatment of Children
With Disabilities Washington, DC: National Center on Child Abuse and Neglect,
Administration for Children and Families, US Department of Health and Human
Services.
Departemen
Kementrian Republik Indonesia (DKRI). 2010. Pedoman
pelayanan kesehatan anak di sekolah luar biasa (SLB). Jakarta.
Ghai, A,. (2010). Sexuality
and Disability in the Indian Context, Paper Working : Tarshi
Gomes, Waldelene De A,. et al. (2002) Adolescents'
knowledge about adolescence, puberty and sexuality Pediart
,J. vol.78,
n.4, pp. 301-308.
Imran,
I., 2000. Modul 2 Perkembangan
Seksualitas Remaja . Jakarta : PKBI,IPPF, BKKBN, UNFPA.
Nancy A. Murphy , MD, Ellen Roy Elias , MD,.
(2006). Sexuality of Children and Adolescents With Developmental
Disabilities.
Notoatmodjo
S . (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Quint EH. (1999) Gynecological health care for adolescents with developmental
disabilities. Adolesc Med. 10 : 221 – 229.
Sarwono
W.S. (2010). Psikologi remaja.
Jakarta: Rajawali Press.
Suris JC, Resnick MD, Cassuto NUS De,
Blum RW. (1996) Sexual behavior of adolescents with
chronic disease and disability. J Adolesc Health. 19 : 124 – 131.
Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-R). (2007). Calverton, Maryland,
USA: BPS and ORC Macro.
Wahyuni, D dan
Rahmadewi. (2011) Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kependudukan – BKKBN :
Policy Brief
Wikjosastro, G,H. (2006). Kesehatan
reproduksi. Jakarta : DEPKES, IBI, YPKP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar