THERAPEUTIC COMMUNICATION APPLICATION IN OVERCOMING FEAR OF CHILDREN AT DENTAL AND ORAL HEALTH IN MOTHER AND CHILD HOSPITALBANDA ACEH
By:
Sisca Mardelita
ABSTRACT
The success between nurses and patients is highly dependent on communication. Therapeutic communication in the nursing field to create the relationship between nurses and patients. The purpose of this study to determine how the image of therapeutic communication to the fear of children on dental and oral health services in mother and child hospitalBanda Aceh. This study uses a quantitative method with sample 6 dental nurses and 48 pediatric patients aged 6 to 12 years who visited a dental clinic public health care in Banda Aceh. The results of this study were obtained from 48 patients that child adoption of therapeutic communication by dental nurses to fear either the category of children is 25 people (52%), unfavorable 23 people (48%). 50 pediatric patients aged 6 to 12 years on the implementation of the therapeutic categories of cooperative communication 24 people (52%), less cooperative 8 people (16%) and uncooperative 16 people (32%). 48 patients there were 25 children studied (53%) who received therapeutic communication with either the category of cooperative behavior have only 13 people (52%). It can be concluded that the application of therapeutic communication to fear in pediatric patients in dental and oral health services in public health care largely been implemented. Most pediatric patients are more cooperative. Suggested for dental nurses are expected to maintain and improve the application of therapeutic communication that has been done on patients, especially pediatric patients.
Keywords: Therapeutic Communication, Fear In Dental Care
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM MENGATASI RASA TAKUT ANAK DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BANDA ACEH
Oleh:
Sisca Mardelita
ABSTRAK
Keberhasilan antara
perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan
hubungan antara perawat dengan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
gambaran komunikasi terapeutik terhadap rasa takut anak pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6
sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh. Hasil penelitian ini di
peroleh bahwa dari 48 orang pasien anak penerapan komunikasi terapeutik oleh
perawat gigi terhadap rasa takut anak katagori baik adalah 25 orang (52%),
kurang baik 23 orang (48%). 48 orang pasien
anak usia 6 sampai 12 tahun pada pelaksanaan komunikasi terapeutik katagori
kooperatif 24 orang (52%), kurang kooperatif 8 orang (16%) dan tidak kooperatif
16 orang (32%). 48 orang pasien anak yang diteliti terdapat 25 orang (53 %)
yang mendapat komunikasi terapeutik dengan katagori baik mempunyai perilaku
kooperatif hanya 13 orang (52%).Dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi
terapeutik terhadap rasa takut pada pasien anak pada pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di rumah sakit Ibu dan Anak sebagian besar sudah dilaksanakan dengan baik. Sebagian pasien anak
lebih kooperatif. Disarankan bagi perawat gigi diharapkan agar dapat
mempertahankan dan meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang sudah baik
dilakukan pada pasien, khususnya pasien anak.
Kata kunci: Komunikasi Terapeutik, Rasa Takut Pada
Perawatan Gigi
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan adalah
setiap uapaya yang diselenggarakan secara mandiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok atau masyarakat. Kondisi pelayanan kesehatan yang harus
diperioritaskan, baik rumah sakit maupun puskesmas adalah memberikan pelayanan
terhadap pasien yang membutuhkan perawatan dan pengobatan.1
Pada dasarnya anak adalah bukan
orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum
mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya
berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Timbulnya rasa cemas dan takut pada diri
anak merupakan hasil persepsi anak mengenai perawatan gigi, rasa takut anak dalam menghadapi perawatan giginya penderita
yang mempunyai tingkat kecemaran tinggi pada umumnya mempunyai status kesehatan
gigi yang rendah.2
Kecemasan yang dialami oleh pasien perlu
dipertimbangkan, sebagian karena efeknya pada pasien, dan sebagian lagi karena
efeknya pada tenaga kesehatan gigi. Tampaknya tidak perlu diragukan bahwa
kecemasan pasien dapat berpengaruh pada perawatan gigi. Survei Tood dkk, (1982). dari 6000 orang didapatkan 43%
mengatakan bahwa mereka menghindari pergi ke poli gigi, kecuali mengalami
masalah pada giginya dan 57%mengatakan bahwa sebagian
alasannya adalah kerana mereka takut pada perawatan gigi.3Menghadapi perasaan cemas dan takut pada anak, perawat
gigi harus mempunyai keterampilan untuk menaggulanginya agar perawatan gigi
berjalan lancar. Dalam melakukan perawatan kepada pasien anak, perawat gigi
harus mempunyai keterampilan dalam komunikasi yang baik dan dapat merubah
prilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4
Keberhasilan antara
perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi
teraputik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan
hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Untuk
mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama
dalam memenuhi kebutuhan tersebut. 5
Berdasarkan laporan
kunjungan pasien poliklinik gigi rumah sakit ibu dan anak tahun 2015, didapatkan data bahwa
dari 1875 pasien yang berkunjung 496 (26%) pasien merupakan anak
usia 6-12 tahun yang ingin mendapatkan
pelayanan kesehatan gigi. Berdasarkan pengamatan awal penulis lakukan di rumah
sakit ibu dan anak sebagian besar anak usia 6 sampai 12 tahun yang harus mendapakan
tindakan perawatan gigi tidak kooperatif atau takut untuk dirawat giginya,
terkadang cukup memprihatinkan adalah tindakan yang dilakukan dalam
penyelesaian perilaku anak ini adalah memaksa anak dengan cara kekerasan untuk
mau menerima tindakan perawatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6
sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh. Instrumen pnelitian ini
menggunakan lembar check list. Analisis data dilakukan analisis univariat.
HASIL PENELITIAN
Data hasilpengamatanpenerapna
komunikasiterapeutikolehperawatgigiterhadap rasa takutanak yang
telahdidapatdenganobservasi yang telah di persiapkandan di sajikansebagai
berikut:
1.
Penerapan Komunikasi
Therapeutik
Tabel.1
DistribusiFrekuensiPenerapanKomunikasiTerapeutikOlehPerawat Gigi TerhadapRasa TakutPadaPasienAnak di Poliklinik GigiRumahSakitIbu Dan Anak
Banda Aceh
No
|
PenerapanKomter
|
Frekuensi
|
Persentase %
|
1
|
Baik
|
25
|
52
|
2
|
KurangBaik
|
23
|
48
|
3
|
Buruk
|
0
|
0
|
Total
|
48
|
100
|
Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase penerapan
komunikasi terapeutik paling dominan adalah baik (53%).
2.
Rasa Takut Anak
Distribusi rasa
takutanakberdasarkankooperatif,
kurangkooperattifdantidakkooperatifpadapasienanak di
poliklinikgigiRumahSakitIbudanAnakdapatdilihatpadatabel di bawahini.
Tabel.2 DistribusiFrekuensiBerdasarkanKooperatif,
kurangkooperatif Dan TidakkooperatifPadaPasienAnak
YangBerkunjungkeRumahsakitIbu Dan AnakBanda Aceh
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase %
|
1
|
Kooperatif
|
24
|
52
|
2
|
KurangKooperarif
|
8
|
16
|
3
|
Tidak
Kooperatif
|
16
|
32
|
Total
|
48
|
100
|
Tabel diatas menujukkan bahwa perilaku anak yang
kooperatif sebesar 52%.
PEMBAHASAN
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan penyembuhan pasien.6 Hubungan
terapeutik antara perawat dan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan
tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
intim yang terapeutik, walaupun hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan
timbal balik tetapi kebutuhan pasien selalu diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai
sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup sehingga tidak menggunakan pasien untuk
kepuasan dan keamanannya.
Berdasarkan
tabel 2 dari 48 orang pasien anak pada pelaksanaan komunikasi terapeutik ternyata
anak yang kooperatif dalam penerimaan perawatan adalah 24 orang pasien anak
(52%) dan kurang kooperatif yaitu 8 orang pasien anak (16%) dan tidak kooperatif
yaitu 16 orang pasien anak (32%). Peningkatan keterbukaan antara perawat dan pasien
dapat menurunkan tingkat kecemasan. Perawat gigi anak memerlukan perencanaan
yang baik dan tepat sehingga anak mendapat perawatan yang seoptimal mungkin. Prinsip
perawatan anak hendaknya sederhana dan sesingkat mungkin, tanpa mengurangi prinsip
perawatan yang ideal. Perawatan gigi anak tuntas, artinya harus selesai tanpa menimbulkan
sakit dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan lagi di kemudian hari. Perawatan
gigi anak bukan menghilangkan sakit saja tetapi, juga harus selesai, sehingga keadaan
dalam mulut tidak mengganggu lagi serta tidak akan menimbulkan komplikasi lain
terutama kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik lokal di dalam mulut,
maupun keadaan umum baik fisik maupun mental.7 Usia anak-anak,
tindakan pencegahan rasa takut yang paling penting adalah membuat suasana lingkungan
yang dirasakan aman dan dapat dipercaya. Memperhatikan keperluan setiap anak dengan
mendengarkan dan menanggapi komunikasi meraka adalah penting. Banyak dokter gigi
mengatakan bahwa membangun kepercayaan dengan seorang pasien yang baru lebih penting
dari pada perawatan yang dilakukan saat ini.3
Pada tabel 2 dapat dilihat
bahwa, dari 25 orang yang mendapatkan komunikasi terapeutik kategori baik anak
yang mempunyai perilaku kooperatif yaitu 13 orang (27%). Dirumah sakit perawat gigi
sering menghadapi anak dalam keadaan cemas dan takut saat perawatan gigi,
menghadapi perasaan cemas dan rasa takut anak. Perawat gigi harus mempunyai keterampilan
untuk menanggulanginya agar perawatan gigi dapat berjalan lancar dalam melakukan
perawatan kepada pasien anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan dalam mengelola
perilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang
penerapan komunikasi teraputik yang dilakukan oleh perawat gigi terhadap rasa
takut anak dalam perawatan gigi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar perawat gigi penerapan komunikasi terapeutik dalam
kategori baik yaitu 25 orang (52%). Sedang pasien anak yang kooperatif adalah 24 orang (52%), kurang kooperatif adalah 8 orang (16%) dan tidak kooperatif 16 orang (32%).
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan
dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut:
1. Perawat
dapat berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak.
2. Perawat
gigi dapat bekerjasama dengan orang tua untuk memberi informasi dan menumbuhkan
kesadaran anak dalam merawat gigi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkankan
terima kasih kepada Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh dan semua
pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A, 1996. Pengantar administrasi Kesehatan,ed 3. Binarupa, Jakarta
Priyono,
B. danHendrartini, J., 2001. Pengaruh
Usaha Kesehatan Gigi, Sekolah Terhadap Kecemasan Pada Perawatan Gigi Serta
Kesehatan Gigi Mulut Anak Sekolah Dasar.M.I. FKM UGM ke 40 ceril IX,
Yogyakarta.
Kent, G, G,1991. Pengelolaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktek Dokter Gigi, Kedokteran, Jakarta.
Budiyanti, E.A. dan Heriandi,Y.Y., 2001. Pengelolaan Nonkooperatif Pada Perawat Gigi, J.Dentika Kedokteran Gigi USU.
Depkes,
1995. Pedoman Pelayanan Kesehatan gigi dan
Mulut Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Balita dan Anak-Anak Pra Sekolah Secara Terpadu
di Rumah Sakit Umum dan Puskesmas di Puskesmas, Jakarta.
Purwanto, H., 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Kedokteran, Jakarta.
Suwelo,
I. S. 1991. Petunjuk Praktis Sistem Merawat
Gigi Anak di Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar