Selasa, 28 Juni 2016

Sisca Mardelita: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni 2016, hal. 65-70

THERAPEUTIC COMMUNICATION APPLICATION IN OVERCOMING FEAR OF CHILDREN AT DENTAL AND ORAL HEALTH  IN MOTHER AND CHILD HOSPITALBANDA ACEH
 
By:
Sisca Mardelita
 
ABSTRACT
 
The success between nurses and patients is highly dependent on communication. Therapeutic communication in the nursing field to create the relationship between nurses and patients. The purpose of this study to determine how the image of therapeutic communication to the fear of children on dental and oral health services in mother and child hospitalBanda Aceh. This study uses a quantitative method with sample 6 dental nurses and 48 pediatric patients aged 6 to 12 years who visited a dental clinic public health care in Banda Aceh. The results of this study were obtained from 48 patients that child adoption of therapeutic communication by dental nurses to fear either the category of children is 25 people (52%), unfavorable 23 people (48%). 50 pediatric patients aged 6 to 12 years on the implementation of the therapeutic categories of cooperative communication 24 people (52%), less cooperative 8 people (16%) and uncooperative 16 people (32%). 48 patients there were 25 children studied (53%) who received therapeutic communication with either the category of cooperative behavior have only 13 people (52%). It can be concluded that the application of therapeutic communication to fear in pediatric patients in dental and oral health services in public health care largely been implemented. Most pediatric patients are more cooperative. Suggested for dental nurses are expected to maintain and improve the application of therapeutic communication that has been done on patients, especially pediatric patients.

Keywords: Therapeutic Communication, Fear In Dental Care
 
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM MENGATASI  RASA TAKUT ANAK DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK  BANDA ACEH

Oleh:
Sisca Mardelita

ABSTRAK

Keberhasilan antara perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran komunikasi terapeutik terhadap rasa takut anak pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Hasil penelitian ini di peroleh bahwa dari 48 orang pasien anak penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat gigi terhadap rasa takut anak katagori baik adalah 25 orang (52%), kurang baik 23 orang (48%). 48  orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun pada pelaksanaan komunikasi terapeutik katagori kooperatif 24 orang (52%), kurang kooperatif 8 orang (16%) dan tidak kooperatif 16 orang (32%). 48 orang pasien anak yang diteliti terdapat 25 orang (53 %) yang mendapat komunikasi terapeutik dengan katagori baik mempunyai perilaku kooperatif hanya 13 orang (52%).Dapat disimpulkan bahwa penerapan komunikasi terapeutik terhadap rasa takut pada pasien anak pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit Ibu dan Anak sebagian besar sudah dilaksanakan dengan baik. Sebagian pasien anak lebih kooperatif. Disarankan bagi perawat gigi diharapkan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang sudah baik dilakukan pada pasien, khususnya pasien anak.

Kata kunci: Komunikasi Terapeutik, Rasa Takut Pada Perawatan Gigi

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan adalah setiap uapaya yang diselenggarakan secara mandiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Kondisi pelayanan kesehatan yang harus diperioritaskan, baik rumah sakit maupun puskesmas adalah memberikan pelayanan terhadap pasien yang membutuhkan perawatan dan pengobatan.1
Pada dasarnya anak adalah bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Timbulnya rasa cemas dan takut pada diri anak merupakan hasil persepsi anak mengenai perawatan gigi, rasa  takut anak dalam menghadapi perawatan giginya penderita yang mempunyai tingkat kecemaran tinggi pada umumnya mempunyai status kesehatan gigi yang rendah.2
 Kecemasan yang dialami oleh pasien perlu dipertimbangkan, sebagian karena efeknya pada pasien, dan sebagian lagi karena efeknya pada tenaga kesehatan gigi. Tampaknya tidak perlu diragukan bahwa kecemasan pasien dapat berpengaruh pada perawatan gigi. Survei Tood dkk, (1982). dari 6000 orang didapatkan 43% mengatakan bahwa mereka menghindari pergi ke poli gigi, kecuali mengalami masalah pada giginya dan 57%mengatakan bahwa sebagian alasannya adalah kerana mereka takut pada perawatan gigi.3Menghadapi perasaan cemas dan takut pada anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan untuk menaggulanginya agar perawatan gigi berjalan lancar. Dalam melakukan perawatan kepada pasien anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan dalam komunikasi yang baik dan dapat merubah prilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4
Keberhasilan antara perawat dan pasien sangat tergantung pada komunikasi yaitu komunikasi teraputik. Komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. 5
Berdasarkan laporan­ kunjungan pasien poliklinik gigi rumah sakit ibu dan anak tahun 2015, didapatkan data bahwa  dari 1875 pasien yang berkunjung 496 (26%) pasien merupakan anak usia 6-12 tahun  yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan gigi. Berdasarkan pengamatan awal penulis lakukan di rumah sakit ibu dan anak sebagian besar anak usia 6 sampai 12 tahun yang harus mendapakan tindakan perawatan gigi tidak kooperatif atau takut untuk dirawat giginya, terkadang cukup memprihatinkan adalah tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian perilaku anak ini adalah memaksa anak dengan cara kekerasan untuk mau menerima tindakan perawatan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel 6 orang perawat gigi dan 48 orang pasien anak usia 6 sampai 12 tahun yang berkunjung ke poliklinik gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh. Instrumen pnelitian ini menggunakan lembar check list. Analisis data dilakukan analisis univariat.

HASIL PENELITIAN
Data hasilpengamatanpenerapna komunikasiterapeutikolehperawatgigiterhadap rasa takutanak yang telahdidapatdenganobservasi yang telah di persiapkandan di sajikansebagai berikut:
1.      Penerapan Komunikasi Therapeutik
Tabel.1 DistribusiFrekuensiPenerapanKomunikasiTerapeutikOlehPerawat Gigi        TerhadapRasa TakutPadaPasienAnak  di Poliklinik GigiRumahSakitIbu Dan Anak Banda Aceh
No
PenerapanKomter
Frekuensi
Persentase %
1
Baik
25
52
2
KurangBaik
23
48
3
Buruk
0
0
Total
48
100

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase penerapan komunikasi terapeutik paling dominan adalah baik (53%).
2.      Rasa Takut Anak
Distribusi rasa takutanakberdasarkankooperatif, kurangkooperattifdantidakkooperatifpadapasienanak di poliklinikgigiRumahSakitIbudanAnakdapatdilihatpadatabel di bawahini. 
Tabel.2 DistribusiFrekuensiBerdasarkanKooperatif, kurangkooperatif Dan TidakkooperatifPadaPasienAnak YangBerkunjungkeRumahsakitIbu Dan AnakBanda Aceh

No
Kategori
Frekuensi
Persentase %
1
Kooperatif
24
52
2
KurangKooperarif
8
16
3
Tidak Kooperatif
16
32
Total
48
100

Tabel diatas menujukkan bahwa perilaku anak yang kooperatif sebesar 52%.

PEMBAHASAN
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan penyembuhan pasien.6 Hubungan terapeutik antara perawat dan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik, walaupun hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan timbal balik tetapi kebutuhan pasien selalu diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup sehingga tidak menggunakan pasien untuk kepuasan dan keamanannya.
Berdasarkan tabel 2 dari 48 orang pasien anak pada pelaksanaan komunikasi terapeutik ternyata anak yang kooperatif dalam penerimaan perawatan adalah 24 orang pasien anak (52%) dan kurang kooperatif yaitu 8 orang pasien anak (16%) dan tidak kooperatif yaitu 16 orang pasien anak (32%). Peningkatan keterbukaan antara perawat dan pasien dapat menurunkan tingkat kecemasan. Perawat gigi anak memerlukan perencanaan yang baik dan tepat sehingga anak mendapat perawatan yang seoptimal mungkin. Prinsip perawatan anak hendaknya sederhana dan sesingkat mungkin, tanpa mengurangi prinsip perawatan yang ideal. Perawatan gigi anak tuntas, artinya harus selesai tanpa menimbulkan sakit dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan lagi di kemudian hari. Perawatan gigi anak bukan menghilangkan sakit saja tetapi, juga harus selesai, sehingga keadaan dalam mulut tidak mengganggu lagi serta tidak akan menimbulkan komplikasi lain terutama kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik lokal di dalam mulut, maupun keadaan umum baik fisik maupun mental.7 Usia anak-anak, tindakan pencegahan rasa takut yang paling penting adalah membuat suasana lingkungan yang dirasakan aman dan dapat dipercaya. Memperhatikan keperluan setiap anak dengan mendengarkan dan menanggapi komunikasi meraka adalah penting. Banyak dokter gigi mengatakan bahwa membangun kepercayaan dengan seorang pasien yang baru lebih penting dari pada perawatan yang dilakukan saat ini.3
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa, dari 25 orang yang mendapatkan komunikasi terapeutik kategori baik anak yang mempunyai perilaku kooperatif yaitu 13 orang (27%). Dirumah sakit perawat gigi sering menghadapi anak dalam keadaan cemas dan takut saat perawatan gigi, menghadapi perasaan cemas dan rasa takut anak. Perawat gigi harus mempunyai keterampilan untuk menanggulanginya agar perawatan gigi dapat berjalan lancar dalam melakukan perawatan kepada pasien anak, perawat gigi harus mempunyai keterampilan dalam mengelola perilaku anak agar dapat bersifat kooperatif.4

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan komunikasi teraputik yang dilakukan oleh perawat gigi terhadap rasa takut anak dalam perawatan gigi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat gigi penerapan komunikasi terapeutik dalam kategori baik yaitu 25 orang (52%). Sedang pasien anak yang kooperatif adalah 24 orang (52%), kurang kooperatif adalah 8 orang (16%) dan tidak kooperatif 16 orang (32%).
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut:
1.      Perawat dapat berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh anak.
2.      Perawat gigi dapat bekerjasama dengan orang tua untuk memberi informasi dan menumbuhkan kesadaran anak dalam merawat gigi.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkankan terima kasih kepada Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh dan semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A, 1996. Pengantar administrasi Kesehatan,ed 3. Binarupa, Jakarta
Priyono, B. danHendrartini, J., 2001. Pengaruh Usaha Kesehatan Gigi, Sekolah Terhadap Kecemasan Pada Perawatan Gigi Serta Kesehatan Gigi Mulut Anak Sekolah Dasar.M.I. FKM UGM ke 40 ceril IX, Yogyakarta.
Kent, G, G,1991. Pengelolaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktek Dokter Gigi, Kedokteran, Jakarta.
Budiyanti, E.A. dan Heriandi,Y.Y., 2001. Pengelolaan Nonkooperatif Pada Perawat Gigi, J.Dentika Kedokteran Gigi USU.
Depkes, 1995. Pedoman Pelayanan Kesehatan gigi dan Mulut Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Balita dan Anak-Anak Pra Sekolah Secara Terpadu di Rumah Sakit Umum dan Puskesmas di Puskesmas, Jakarta.
Purwanto, H., 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Kedokteran, Jakarta.
Suwelo, I. S. 1991. Petunjuk Praktis Sistem Merawat Gigi Anak di Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar