Selasa, 01 Juli 2014

Putri Santy: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2014, hal. 37-44

KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KEJADIAN WASTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh:
Putri Santy

ABSTRAK
Tahun 2010, secara nasional prevelensi BB/TB kurus pada balita masih 13,3%, Menurut UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius apabila prevelensi BB/TB kurus antara 10,1% - 15%. wasting dipengaruhi oleh karakteristik keluarga dan karakteristik balita itu sendiri. Karakteristik tersebut meliput umur, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga (jumlah anggota keluarga), pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Kejadian Wasting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat analitik diskriptif dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro yang berjumlah 96 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik two stage cluster sampling. Teknik pengumpulan data dengan melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan serta membagikan kuesioner dengan pertanyaan tertutup berjumlah 18 soal. Hasil analisa data dengan uji Chi square test dengan signifikasi 95% diperoleh hasil ada hubungan bermakna antara besarnya keluarga dengan kejadian wasting (p = 0,004), ada hubungan antara pendapatan dengan kejadian wasting (p = 0,000), dan ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian wasting (p = 0,001). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang gizi memiliki hubungan dengan kejadian wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Diharapkan pengambil kebijakan (Dinas Kesehatan/Puskesmas) agar membentuk dan mendukung program peningkatan gizi pada balita.

Kata Kunci:  Wasting, Jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, pengetahuan  ibu tentang gizi,

PENDAHULUAN
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Salah satu permasalahan gizi yang sering terjadi pada balita adalah wasting.1 Wasting adalah berat badan menurut tinggi badan < -2 standar deviasi (SD) dari nilai referensi Word Health Organization (WHO). Wasting masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada anak di bawah lima tahun. Wasting pada anak selain dapat menyebabkan kematian dapat juga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan psikologis. Wasting termasuk ke dalam malnutrisi protein energi akut berkaitan dengan defisiensi energi kronis dan berdampak terhadap rendahnya produktivitas kerja.2 
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 di lima Negara Asia prevalensi balita wasting adalah sebesar 14,72%, India berada pada urutan pertama balita wasting terbanyak yaitu 19,82%. WHO beserta Negara anggota telah mendukung target global pada tahun 2025 yaitu menekan prevalensi balita wasting menjadi 5%.3
                        Menurut data sensus penduduk dan Riskesdas tahun 2010 di Indonesia prevalensi wasting pada balita sebesar 7,3%, dan prevalensi balita sangat kurus masih cukup tinggi yaitu 6,0% dan tidak banyak berbeda dengan keadaan tahun 2007 yaitu sebesar 6,2%, demikian pula dengan prevelensi wasting pada tahun 2007 sebesar 7,4%. Menurut UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius apabila prevelensi BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap kritis bila diatas 15,0%. Pada tahun 2010, secara nasional prevelensi BB/TB kurus pada balita masih 13,3%, hal ini berarti bahwa masalah balita kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.4
Wasting dipengaruhi oleh karakteristik keluarga dan karakteristik balita itu sendiri. Masing-masing keluarga memiliki karakteristik yang khas dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Karakteristik tersebut meliput umur, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga (jumlah anggota keluarga), pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang gizi. 5Jumlah anggota keluarga yang banyak pada keluarga yang sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan tidak terpenuhi. Banyaknya anak akan mengakibatkan besarnya beban anggota keluarga.6
Pendapatan keluarga merupakan indikator kasar dari kemakmuran suatu keluarga. Apabila pendapatan keluarga meningkat maka kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik. Sebaliknya, pada keluarga dengan pendapatan rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan baik, sehingga dapat memperburuk status gizi.7
Tahun 2009 di Propinsi Aceh diperkirakan jumlah rata-rata anggota rumah tangga sebesar 4,5 jiwa per rumah tangga. Jumlah ini menunjukkan angka yang sedikit tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional yang besarnya 4,0 jiwa per rumah tangga. Indikator ini sangat dibutuhkan untuk melihat beban tanggungan setiap rumah tangga secara sosial ekonomi dan pangan yang berkaitan erat terhadap pemenuhan kebutuhan gizi.8
Berdasarkan pendapatan keluarga di propinsi Aceh jumlah keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan masih tinggi, yaitu Selama periode Maret 2011-Maret 2012, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,37%. Untuk daerah perkotaan, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,07%, sedangkan untuk daerah perdesaan naik sebesar 5,50%. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).8
Keluarga sangat berperan dalam penentuan status gizi balita, terutama ibu karena ibu berperan dalam menyiapkan makanan sehari-hari dan pendistribusian dalam keluarga. Oleh karena itu pengetahuan ibu tentang gizi sangat mempengaruhi keadaan gizi balita, karena berhubungan langsung dengan praktek gizi.9 Muljati dan Sandjaja (2008) yang meneliti tentang Status Gizi Kurus (Wasting) Anak Usia (24-59 bulan) di Nanggroe Aceh Darussalam dengan menganalisa data Survey Kesehatan Dasar Aceh tahun 2006 menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi kurus pada balita adalah karakteristik keluarga yang meliputi Jumlah Anggota Keluarga (ART), jumlah balita, umur KK, umur ibu, pendidikan KK, pengetahuan ibu tentang gizi dan sosial ekonomi.10
Berdasarkan data Rikesdas tahun 2010 jumlah balita wasting di Propinsi Aceh sebesar 7,9%, dan balita dengan severe wasting sebesar 6,3%. Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar terhitung sampai bulan Februari 2013 jumlah balita wasting sebanyak 1.740 dari 32.830 (9,09%) jumlah balita keseluruhan, dan jumlah balita dengan severe wasting sebesar 592 (3,09%). Dari 28 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Besar, Puskesmas Kuta Baro merupakan puskesmas yang memiliki jumlah balita wasting terbanyak yaitu 159 balita (16,04%).4
Penimbangan berat badan balita telah dilaksanakan secara rutin tiap bulan di setiap posyandu oleh bidan desa dan tenaga gizi Puskesmas Kuta Baro. Pengukuran BB/TB sangat penting untuk menentukan status gizi balita apakah termasuk wasting, savere wasting, normal, maupun obesitas. Pengukuran tinggi badan dan berat badan pada waktu bersamaan hanya 2 kali dalam setahun dilakukan di posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro baik oleh tenaga gizi maupun bidan desa. Pengukuran dilakukan pada bulan Februari dan bulan Agustus.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survey yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dari bulan April s/d bulan Agustus tahun 2013.  Populasi yang digunakan adalah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Tahun 2013 yang berjumlah 2190 orang. Dengan Penentuan besar sampel diperoleh sampel minimal berjumlah 96 orang balita. Pengambilan sampel menggunakan metode two stage cluster sampling. Tahap pertama memilih sampel di masing-masing kemukiman di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro dengan tehnik quota sampling. Tahap kedua penentuan Desa wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro berdasarkan pemukiman dengan purposive sampling. Dengan tehnik Simple Random Sampling (probability sampling) diperoleh sampel penelitian yang mewakili dari masing-masing desa.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah timbangan dacin untuk menimbang berat badan balita, Microtoice dengan ketepatan 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan balita di atas 2 tahun, dan alat ukur panjang badan untuk mengukur tinggi badan anak batita di bawah 2 tahun, Kuesioner/checklist pengisian hasil pengukuran kategori wasting atau non wasting serta 18 pertanyaan tertutup.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah
              Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar
No
Variabel  Penelitian
f
%
1


Wasting
-       Wasting
-       Non Wasting

25
71

26
74
2


Jumlah Anggota Keluarga
-       Tidak Ideal
-       Ideal

51
45

53,1
46,9
3


Pendapatan Keluarga
-       Rendah
-       Tinggi

58
38

60,4
39,6
4
Pendidikan Ibu
-       SD
-       SMP/SMA
-       Diploma/Sarjana

23
67
6

24
70
6
5
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
-       Kurang
-       Baik

47
49

49
51

Tabel diatas menunjukkan bahwa balita yang mengalami wasting yaitu sebanyak 25 (26,0%) balita. Jumlah anggota keluarga yang tidak ideal lebih banyak yaitu 51 (53,1%) keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga adalah rendah sebesar 58 (60,4%) keluarga. Pendidikan ibu terbanyak adalah SMP/SMA sebesar 67 (70%) ibu. Untuk pengetahuan tentang gizi sudah baik 49 (51%).

Tabel 2. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Kejadian Wasting pada
               Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar

Jumlah Anggota Keluarga
Wasting

Total

X2

P

RP
Wasting
Non Wasting

Tidak Ideal

20 (39,2%)
5 (11,1%)

31 (60,8%)
40 (88,9%)

51 (100%)
45 (100%)

9,804
0,004

3
Ideal

Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase balita wasting lebih tinggi pada jumlah anggota keluarga yang tidak ideal yaitu 39,2%, dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang ideal yaitu 11,1%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting pada balita dimana nilai p = 0,004. Jumlah anggota keluarga yang tidak ideal beresiko 3 kali mengalami wasting dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga ideal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Murtilaksono dkk tahun 2011 bahwa ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting pada balita.11 Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan maka makin kecil konsumsi energi protein yang bisa diperoleh, sehingga mempengaruhi status gizinya. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga besar adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh kekurangan pangan, karena balita belum bisa untuk mempertahankan dan membela dirinya dalam memperoleh makanan.12
Jumlah anggota keluarga yang banyak pada keluarga yang sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan.6
Dalam penelitian ini pada umumnya balita wasting berasal dari keluarga yang tidak ideal yaitu keluarga yang memiliki lebih dari 4 orang tanggungan dalam satu rumah. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh oleh peneliti bahkan dalam satu rumah ada yang jumlah anggota keluarganya mencapai 10 orang. Pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang banyak di tambah dengan status sosial ekonomi yang rendah, akan memperberat tanggungan keluarga, baik dalam hal pemenuhan sandang maupun pangan.

Tabel 3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Wasting pada Balita
             di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar
Pendapatan Keluarga
Wasting

Total

X2

P

RP
Wasting
Non Wasting

Rendah

23 (56%)
2 (36,4%)

18 (44,5%)
53 (63,6%)

41 (100%)
55 (100%)

4,099
0,000


16,6
Tinggi

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa persentase kejadian wasting lebih tinggi pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah yaitu 56%, dibandingkan dengan pendapatan keluarga tinggi yaitu 36,4%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kejadian wasting pada balita  dimana nilai probabilitas p= 0,000. Pendapatan keluarga yang rendah beresiko 16 kali balita mengalami wasting dibandingkan dengan pendapatan keluarga yang tinggi.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurzahra tahun 2011 bahwa ada hubungan yang bermakna antara status sosial ekonomi dengan kejadian wasting pada balita.13 Proporsi anak yang mengalami gizi kurang berbanding terbalik dengan pendapatan keluarga, semakin kecil pendapatan keluarga maka semakin tinggi proporsi anak yang kekurangan gizi. Pendapatan keluarga mempengaruhi persediaan pangan dalam rumah tangga sehingga pada keluarga dengan pendapatan rendah menyebabkan asupan makanan yang tidak memadai dan meningkatkan kejadian wasting pada balita.14
Dalam penelitian ini umumnya balita yang mengalami wasting berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah. Sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro bekerja sebagai petani dengan penghasilan yang tidak tetap bahkan banyak yang berpenghasilan rendah. Penghasilan yang diperoleh paling rendah 200.000 dan paling tinggi 3.000.000 dalam sebulan. Pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu. Pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan bervariasi. Pendapatan keluarga yang rendah serta jumlah anggota keluarga yang besar tidak mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari dalam rumah tangga. Adanya kesenjangan ekonomi dalam keluarga berpengaruh terhadap keseimbangan gizi dalam keluarga yang berdampak terhadap kurang asupan makanan yang memadai bagi anggota keluarga terutama balita yang sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga meningkatkan angka kejadian wasting.

Tabel 7.  Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan Kejadian Wasting
                 Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar
Pengetahuan Ibu
Wasting

Total


P

RP
Wasting
Non Wasting

Kurang

20 (42,6%)
5 (10,2%)

27 (57,4%)
44 (89,8%)

47 (100%)
49 (100%)

13,03
0,001

4
Baik

Tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian wasting lebih besar pada balita dengan tingkat pengetahuan tentang gizi kurang yaitu 42,6%, dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik yaitu 10,2%%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang sangat bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian wasting pada balita dimana nilai p = 0,001. Pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang beresiko 4 kali lebih tinggi balita mengalami wasting dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian kurniawati tahun 2008 bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status status gizi balita.15 Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan masalah gizi berperan nyata dalam resiko terjadinya wasting pada balita. Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan.12 Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Masyarakat awam tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi akan memilih makanan yang paling menarik pancaindra dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan, sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut.16
Umumnya pada penelitian ini balita yang mengalami wasting di asuh oleh ibu dengan pengetahuan yang kurang tentang gizi. Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro peneliti berasumsi bahwa faktor yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan ibu balita tentang gizi disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah, rata-rata ibu balita hanya tamatan SMP/SMA, sehingga mempengaruhi daya fikir dalam menganalisa suatu informasi yang diterima. Faktor lain yang juga mempengaruhi pengetahuan ibu adalah  letak geografis yaitu letak desa yang sangat terpencil atau jauh dari pusat kota, sehingga mempengaruhi ibu dalam mengakses informasi tentang gizi. Kurangnya kunjungan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas gizi baik dari Puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, karena semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin baik tingkat pengetahuan ibu.

KESIMPULAN
Ada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian wasting pada balita di wialyah kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar (P < 0,05).

SARAN
Kepada penentu kebijakan di Dinas Kesehatan, Puskesmas dan tenaga kesehatan khususnya bidan dan ahli gizi untuk membentuk dan mendukung program-program yang berhubungan dengan peningkatan status gizi balita dengan memberikan penyuluhan gizi kepada keluarga. Mengurangi tingginya angka kelahiran dengan menggalakkan kembali program KB, serta melakukan pemberdayaan keluarga dalam meningkatkan pendapatan keluarga, sehingga kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk Tahun 2005-2009. Depkes : Jakarta
Manary, M.J. & Solomons, N.W. (2005) Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition),Alih bahasa Andry Hartono, Palupi Widyastuti, Erita Agustin Hardiyanti. In: Gibney, M.J., Margetts, M.B., Kearney, J.M. & Arab, L. (eds.) Aspek Kesehatan pada Gizi Kurang Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
WHO. 2012. WHO | Estimated wasting rates in children aged less than 5 years according to socioeconomic status. http://www.who.int. (Di unduh tanggal 21 April 2013
Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar. BPPK Kemenkes RI : Jakarta
Sandjaja. 2008. Kajian Perbedaan Prevelalensi Balita Kurus dan Pendek Menurut Standar WHO 2005. Gizi INDON 2009, 31(1):9-22. Puslitbnag : Jakarta
Soetijingsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
Halon J. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik Edisi 9. EGC : Jakarta
BPS. 2010. Statistik Daerah Propinsi Aceh. BPS : Aceh
Hidayati Lilik dkk. 2008. Analisis Keterkaitan Faktor Keluarga Terhadap Status Gizi Balita (BB/TB) di Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya.
Muljati dan Sandjaja. 2008. Status Gizi Kurus Anak Usia (24-59) Bulan dengan di Nanggroe Aceh Darussalam Analisis Data Surkesda NAD 2006.  Gizi Indon 2008, 31(2):139-155
Murtilaksono, dkk. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kabupaten Timor Tengah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Journal of Nutrition and Food, 2011, 6 (1) : 66-73
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara : Jakarta
Zahara. 2011. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Wasting pada Anak di Bawah Dua Tahun di Kabupaten Aceh Besar. Jogyakarta : Universitas Gajah Mada
Fernendez et al. 2002. Prevalence of Nutritional Wasting in Populations : Building Explanatory Models Using Secondary Data. Buletin of The World Health Organization 2002, 80 (4)
Kurniawati. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan Status Giziz Balita di Kelurahan Baledeno Kecamatan Purworedjo Kabupaten Purworedjo.
Soediautama. 2006.  Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat ; Jakarta