Selasa, 20 Oktober 2015

Yuni Setia Ningsih: Jurnal Al-Mumtaz, Volume IV, Nomor 1, Januari-Juni 2015, hal. 103-114

PERSEPSI DOSEN MSI TERHADAP PENERAPAN ONLINE COURSE
DI PERGURUAN TINGGI

Oleh:
Yuni Setia Ningsih

ABSTRACT
This writing is intended to discuss on learning that uses internet connectivity. The teaching learning could be computer based, e-learning, distance learning, online course, and others. But, in this case this writing is only focused on online course.  Online course is possible to apply at University level. Somehow, it is a fixed form. In relation to the issue, the discussion here will expose the perception of MSI Lecturers on the online course application, possible condition to apply it, percentage to replace the meeting, and the strengths and weaknesses of it. Based on the data found, online course is possible to apply because it has the same purpose in teaching learning, but it is in some considerable conditions. The conditions are if lecturers get double urgent tasks to do and they cannot be replaced. Online course is ideally applied only 10-30% of the total number of meetings. The strengths of it are place and time efficiency. Furthermore, lecturers can improve their capacity as professional educators. The weaknesses are lecturers cannot make sure the students’ capability directly. Therefore, online course can be applied at University level, but on some considerable conditions.

Kata Kunci: Internet, Online Course, dan Tatap Muka Perkuliahan

PENDAHULUAN
Dunia informatika semakin berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Pada zaman dahulu, informasi lebih banyak didapat melalui audio, tanpa adanya visual, seperti radio. Radio menjadi sarana penting dalam memperoleh informasi. Akan tetapi hal itu kini sudah berubah. Audio sudah diringi dengan visual. Televisi menjadi kotak ajaib yang menghipnotis anak bangsa khususnya generasi muda. Sebagian besar waktu dihabiskan di depan televisi yang menyajikan erbagai visualisasi kehidupan.
Perkembangan teknologi tersebut direspon positif dan juga negatif oleh masyarakat. Kecanggihan teknologi tersebut menjadi sarana bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mengakses informasi-informasi penting dari berbagai belahan dunia dalam waktu yang singkat. Hubungan komunikasi yang dulunya terasa jauh menjadi semakin dekat pada masa sekarang ini. Semua kemudahan-kemudahan tersebut dapat mendorong masyarakat untuk berpikir maju.
Kecanggihan internet, di sisi yang lain, menjadi bumerang degradasi moral generasi muda. Kebebasan akses tanpa batas membuat generasi muda kehilangan identitas. Budaya saling menyapa dan mengunjungi berubah menjadi budaya mementingkan diri sendiri, bahkan kecenderungan menyendiri. Sebagian mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan browsing dan chatting di internet dibandingkan untuk berkunjung. Kemudahan akses situs “dewasa” yang belum layak ditonton oleh generasi muda berpengaruh pada perilaku moral mereka. Dampak negatif ini tidak hanya menimpa generasi muda yang masih rentan, akan tetapi juga menimpa orang dewasa yang tidak memiliki filter diri. Maka tidak heran, jika kecanggihan internet dikatakan oleh sebagian masyarakat sebagai motor penggerak kerusakan moral yang sporadis.
Terlepas dari respon positif dan negatif masyarakat terhadap media internet, media ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Pada zaman sekarang ini parameter kemajuan suatu bangsa secara global adalah pada kemajuan IT (Information Technology). Penggunaan media IT, khususnya internet, sudah menjadi kewajiban di berbagai instansi; termasuk instansi pendidikan. Pemerintah membuat program internet masuk sekolah dengan tujuan agar generasi tidak “gagap teknologi” dan tidak ketinggalan  dengan negara-negara maju lainnya. Dengan kata lain, internet sudah dikondisikan agar menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Berbicara tentang internet sebagai kebutuhan pada instansi pendidikan, maka akan didapati bahwa media ini masuk dalam program pendidikan. Para pengajar dilatih untuk menyajikan pembelajaran dengan menggunakan informasi yang dapat diakses secara online. Mereka dapat dengan mudah mengakses media pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Mereka bisa meng-update konsep dan strategi pembelajaran.
Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui, salah satunya, internet ditanggapi serius oleh dinas pendidikan. Bantuan hard-ware seperti komputer diberikan untuk semua sekolah dari tingkat dasar sampai jenjang tinggi. Di samping itu, pengenalan internet secara dini juga didukung. Instruksional pembelajaran yang diterapkan mengarahkan siswa untuk mencari informasi secara online. Program tersebut tidak hanya menuntun siswa agar tahu kecanggihan dunia cyber, akan tetapi juga mempermudah pengajar untuk meramu proses pembelajaran.
Pada jenjang tinggi, khususnya tingkat perguruan tinggi, internet tidak hanya sebagai program pendukung semata. Internet telah menjadi satu komponen Mata Kuliah yang harus dipelajari oleh mahasiswa. Apapun itu namanya untuk mata kuliah tersebut, yang pada intinya mata kuliah tersebut mendorong mahasiswa untuk mempelajari bagaimana belajar secara online; baik itu untuk memenuhi tugas dosen ataupun untuk belajar mempersiapkan bahan ajar (khusus bagi mahasiswa keguruan).
Intensitas penggunaan internet dipengaruhi oleh kebutuhan dan pemahaman pengguna, terutama tenaga pengajar, dalam memanfaatkan program tersebut. Apabila tidak dibutuhkan, tentunya intensitas penggunaannya pun rendah. Akan tetapi sebaliknya, jika dibutuhkan maka hal tersebut menjadi krusial. Meskipun media internet sangat diperlukan dalam pembelajaran, ukuran out-put terbaik tidak selamanya bermuara dari internet. Dalam proses pembelajaran, segala sesuatunya saling berkaitan untuk mencapai tujuan maksimal.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan media internet, khususnya yang mengacu pada pembelajaran online atau online course. Pembahasan ini akan dispesifikkan pada penggunaan media internet untuk online course di tingkat Perguruan Tinggi. Dengan kata lain idealitas dan realitas penggunaan media internet dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi akan dipaparkan. Selanjutnya tulisan ini bertujuan untuk mencari tahu respon dosen MSI terhadap proses online course dan mengeksplor atas dasar apa atau atas pertimbangan apa sehingga online course itu boleh serta berapa persen dari tatap muka yang mungkin untuk dilakukan. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan penggunaan media internet dalam pembelajaran di kampus.

PEMBAHASAN
A.     Media Internet dalam Pembelajaran
Ada beberapa macam pengertian pembelajaran dengan menggunakan media internet. Masing-masing penamaan menunjukkan spesifikasi khas fungsi dari internet itu sendiri. Spesifikasi tersebut apakah internet hanya sebagai pendukung, sebagai alat, atau hanya sebagai sumber.
Pembelajaran yang menggunakan perangkat komputer dikatakan pembelajaran berbasis komputer. Pembelajaran berbasis komputer adalah pembelajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu. Melalui pembelajaran ini bahan ajar yang disajikan melalui media komputer sehingga kegiatan proses belajar mengajar menjadi menarik dan menantang bagi siswa serta menjadi motivator.[1]
Pembelajaran jenis ini tidak mengharuskan penggunaan koneksi internet. Kekhasan pembelajaran ini adalah perangkat komputer sebagai alat untuk mempermudah penyampaian materi atau konsep pembelajaran.  Dengan pembelajaran ini, pengajar diharapkan dapat membuat instruksi pembelajaran yang menggunakan komputer sebagai medianya. Dengan kata lain pembelajaran jenis ini hanya memanfaatkan komuter sebagai media bukan koneksi program internet. Akan tetapi apabila koneksi internet digunakan juga, hal ini boleh saja karena internet bukan menjadi media utamanya.
Selain pembelajaran berbsis komputer, ada model pembelajaran berbasis  elektronik (E-learning). Pembelajaran berbasis elektronik atau E-learning merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN). Jaringan tersebut digunakan  sebagai metode penyampaian, interaksi, dan memfasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan lainnya.[2]
Model pembelajaran ini tidak hanya menggunakan perangkat komputer sebagai hard-ware akan tetapi juga soft-warenya. Program internet menjadi penting pada model pembelajaran ini. Dosen memungkinkan untuk memformat modul pembelajaran secara online. Mahasiswa melakukan atau memenuhi tugas belajar secara online sehingga sebagian besar interaksinya dengan dosen dapat melalui program ini.
Model pembelajaran lain yang berkaitan erat dengan program internet adalah pembelajaran berbasis web. Pembelajaran berbasis web (web based learning/wbl) disebut juga dengan online learning. Atau dengan kata lain, pembelajaran berbaisi web ini adalah  suatu sistem/proses untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar jarak jauh melalui aplikasi web dan jaringan internet.[3]
Online learning tersebut di atas hamper sama dengan istilah online course yang menjadi focus dalam pembahasan ini. Online learning sebagai sarana untuk pembelajaran jarak jauh melalui aplikasi web dan jaringan internet. Aplikasi web digunakan untuk menyajikan modul atau sejenisnya. Sedangkan internet untuk mengoperasikan aplikasi web itu sendiri. Sedangkan yang dimasud dengan online course di sini adalah instruksi pembelajaran yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa melalui program internet. Instruksi tersebut bisaanya berupa tugas tambahan atau tugas pengganti tatap muka. Program internet yang sering digunakan adalah e-mail untuk memberikan dan merespon instruksi secara tertulis antara mahasiswa dan dosen. Atau juga intruksi pembelajarannya  dapat disajikan melalui blog.
Secara sederhana, online course yang penulis maksudkan di sini adalah instruksi pembelajaran yang diberikan dosen kepada mahasiswa melalui e-mail. Instruksi itu bisa berupa tugas yang batas waktunya ditentukan. Intsruksi ini juga dapat sebagai pengganti tatap muka apabila dosen tidak bisa melakukan pembelajaran secara langsung atau tatap muka. Online course ini terjadi di luar kelas atau jam pembelajaran yang telah ditentukan jadwalnya.

B.     Urgensi Online Course
Urgensi online course dapat dilihat dari beberapa sisi. Pada satu sisi bisa dikatakan urgen atau penting, tapi pada sisi yang lain bisa jadi tidak penting, biasa-biasa saja, bahkan tidak penting sama sekali. Online course, kalau dilihat dari sisi perkembangan teknologi pada masa sekarang ini, menjadi penting untuk mendukung kesuksesan suatu pembelajaran. Proses belajar adalah mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman, dan kontak dengan lingkungannya.[4] Memberikan instruksi melalui internet atau secara online sebagai pengalaman mereka dalam pembelajaran merupakan salah satu motivator. Dengan demikian, perubahan ke arah yang lebih baik sebagai efek dari pembelajaran melalui program ini menjadi penting.
Proses pembelajaran yang dirancang khusus dengan menggunakan internet akan lebih menarik dibandingkan tanpa menggunakan internet. Kemampuan tenaga pengajar khususnya dosen dalam membuat modul atau instruksi secara online membawa peserta didik merasa ingin tahu apa yang akan diberikan. Rancangan secara online dapat memformat waktu yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Dengan kata lain, jam berapapun mahasiswa mengakses atau memenuhi tugasnya, waktunya akan tercatat. Pembatasan waktu seperti itu akan membiasakan mereka disiplin dalam memenuhi tugas. Singkatnya instruksi secara online tersebut memberikan dampak positif untuk merubah pola belajar mereka.
Apabila internet difungsikan sebagai media pembelajaran yang sifatnya suplemen atau opsional, maka penggunaan internet tidak terlalu penting. Program internet tidak menjadi core dalam pembelajaran. Internet boleh digunakan dan boleh tidak. Pada kondisi seperti ini, program internet tidak berandil dalam menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Tanpa program internet pun, proses pembelajaran tetap berjalan normal dan dapat mencapai target seperti yang diinginkan.
Hal ini dapat dicontohkan untuk materi-materi yang sifatnya praktek langsung, baik itu pada konteks pendidikan agama atau kejuruan. Kompetensi yang menuntut peserta didik agar dapat melakukan tajhiz mayat, shalat, wudhu’, atau lainnya yang sejenis, tentunya program internet menjadi pilihan atau opsional. Pada konteks ini, sekiranya program internet digunakan, penggunaannya hanya sekedar untuk mencari informasi tatacara pelaksanaan tajhiz mayat. Apabila program internet tidak digunakan, juga tidak menjadi suatu kendala.
            Begitu halnya penggunaan program internet sebagai pelengkap atau komplemen. Proses pembelajaran belum dikatakan lengkap apabila program internet tidak mengambil peran di dalamnya. Prosentase penggunaan internet lebih sedikit. Misalkan penggunaan internet untuk melaporkan tugas yang diberikan di luar kelas atau di kelas. Tugas tersebut harus disampaikan secara online. Apabila program internet tidak digunakan, hal ini tidak menjadi problema akan tetapi tidak lengkap. Dengan kata lain pembelajaran yang diterapkan belum mengikuti perkembangan teknologi.
Selain itu, program internet juga bisa dijadikan sebagai pengganti pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksudkan di sini adalah yang bersifat tatap muka. Apabila pengajar tidak memungkinkan untuk hadir di kelas, maka ia bisa mendesain pembelajaran yang diasuhnya secara online.
Terlepas dari banyaknya manfaat media internet dalam pembelajaran, tentunya ada kekurangannya. Seberapa pun canggihnya suatu media, ia tidak akan selalu cocok untuk segala kondisi dan situasi. Oleh karena itu, berikut ini akan dijabarkan secara singkat kelebihan dan kekurangan online course.

C.     Kelebihan Online Course
Kelebihan online course di antaranya, pertama, memudahkan pengajar untuk memperbaharui bahan ajar. Begitu banyak jumlah referensi secara online yang dapat diakses untuk pembelajaran. Hal ini membantu pengajar untuk tidak hanya berpegang pada satu bahan saja. Pengajar dapat memfariasikan materi pembelajarannya. Begitu juga pengajar dapat memperbaharui bahan ajar sesuatu dengan situasi dan kebutuhan.
Kelebihan yang kedua adalah tersedianya waktu luang. Ketersediaan waktu untuk mengembangkan diri atau membuat penelitian merupakan suatu kondisi yang diharapkan oleh setiap tenaga pengajar. Pada kebiasaannya, tenaga pengajar selalu disibukkan dengan mengajar tatap muka yang banyak menyita waktu dan tenaga. Dengan kondisi seperti ini sulit bagi mereka untuk meluangkan waktu guna melakukan penelitian dan pengembangan diri. Singkatnya, dengan adanya online course memungkinkan bagi tenaga pengajar untuk melakukan dua hal tersebut.
Kelebihan yang ketiga, media ini memudahkan tenaga pengajar untuk mengontrol kebiasaan belajar siswa/mahasiswa. Melalui media ini setidaknya pengajar dapat mengetahui kapan saja siswa/mahasiswa mengakses instruksi online course tersebut. Dengan demikian, pengajar dapat memformat pembelajarannya yang dapat mendeteksi waktu kapan siswa/mahasiswa mengerjakan tugasnya.
Begitu juga kelebihan selanjutnya, media ini membantu pengajar mempermudah untuk mnegecek apakah siswa telah mengerjakan soal-soal latihan atau pun belum, memeriksa jawaban mereka dan memberitahukan hasilnya.[5] Dengan kecanggihan media ini, pengajar dapat dengan mudah mengetahui siapa saja yang memenuhi tugasnya. Apabila soal latihan telah di-attach, maka pengajar dapat memberikan feedback secara individu kapan saja pengajar memiliki waktu senggang. Dengan kata lain, interaksi secara intens secara individu antara pengajar dan murid dapat terjadi di sini.
Ada juga yang menyimpulkan kelebihan pembelajaran dengan menggunakan internet, yaitu:[6]
1)       Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah di manapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara.
2)      Peserta didik dapat dengan mudah berpengajar pada para ahli di bidang yang diminatinya.
3)      Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu kini hadir perpustakan internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.

Ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan. Apalikasi tersebut dilihat dari fungsinya memberikan manfaat dalam pendidikan. Aplikasi tersebut sebagai berikut:[7]
1.   Electronic mail (e-mail). Fasilitas ini sering disebut sebagai surat elektronik, merupakan fasilitas yang paling sederhana dan mudah digunakan.
2.   Mailing List. Ini merupakan salah satu fasilitas yang dapat digunakan untuk membuat kelompok diskusi atau penyebaran informasi. Cara kerja mailing list adalah pemilik e-mail dapat bergabung dalam sebuah kelompok diskusi, atau bertukar informasi yang tidak dapat diintervensi oleh orang di luar kelompoknya. Komunikasi melalui fasilitas ini sama seperti e-mail bersifat tidak langsung (asynchronous).
3.   News group. Fasilitas internet seperti ini dapat digunakan untuk komunikasi antar dua orang atau lebih secara serentak atau bersifat langsung (synchronous).
4.   File Transfer Protocol (FTP). Melalui FTP ini seseorang dapat mentransfer data atau file dari satu komputer ke internet (up-load) sehingga bisa diakses oleh pengguna internet di seluruh pelosok dunia. Di samping itu fasilitas ini dapat mengambil file dari situs internet ke dalam komputer pengguna (down-load).
5.   World Wide Web atau sering disebut Web. Fasilitas ini merupakan kumpulan dokumentasi terbesar yang tersimpan dalam berbagai server yang terhubung menjadi suatu jaringan (internet). Dokumen ini dikembangkan dalam format Hypertext Markup Language (HTML). Melalui format ini dimungkinkan terjadinya link dari satu dokumen ke dokumen lain dan fasilitas ini bersifat multimedia, yang terdiri dari kombinasi teks, foto, grafik, audio, animasi, dan video.

Kelebihan internet sebagai media pembelajaran, yaitu:[8]
1.      Internet memberikan sambungan (konektivitas) dan jangkauan yang sangat luas sehingga akses data dan informasi tidak dibatasi waktu, tempat, dan negara.
2.      Akses infromasi di internet tidak dibatasi oleh waktu karena dunia maya yang dihadirkan secara global tidak pernah tidur. Dengan kata lain, pencarian informasi melalui internet dapat dilakukan kapan saja selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
3.      Akses informasi melalui internet lebih cepat bila dibandingkan dengan mencari informasi pada halaman-halaman buku di perpustakaan. Kita tinggal mengklik icon tertentu, maka apa yang kita inginkan akan muncul di layar monitor komputer.
4.      Internet juga menyediakan kegiatan pembelajaran interaktif seperti fasilitas e-learning yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tertentu yang dapat meningkatkan kemampuan intelektual, seperti sekolah menulis online, dan sebagainya. Tentu saja dengan menjadi anggota pada kegiatan tersebut dan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga tersebut.
5.      Kita dapat berdiskusi dengan teman-teman sebaya atau setingkat mengenai berbagai hal jika kita memasuki mailing list atau melakukan chatting. Dibandingkan dengan membeli buku atau majalah asli, penelusuran informasi melalui internet jauh lebih murah. Apalagi pada saat ini banyak situs yang menyediakan jasa informasi secara cuma-cuma. Kita tinggal mengunduh atau mencetak informasi yang kita butuhkan.

Kelebihan lainnya mempermudah pengajar untuk lebih mudah memperbaharui bahan ajar. Dengan mengakses internet, pengajar dapat dengan mudah menambahkan apa yang belum maksimal dan apa yang belum dicapai dari sisi materi. Selain itu, pengajar memiliki waktu lebih untuk pengembangan diri atau membuat penelitian.  Selama ini yang menjadi keluhan pengajar untuk mengembangkan diri adalah keterbatasan waktu karena padatnya jadwal mengajar. Kelebihan selanjutnya, pengajar dapat mengontrol kebiasaan belajar siswa. Kebisaaan belajar mereka dapat diketahui melalui waktu otomatis yang tercatat ketika mereka mengakses portal yang ditentukan. Apakah mereka cepat mengrjakan tugas atau kebiasaan di last minute, sehingga dapat diketahui dampaknya pada hasil belajar mereka. Kelebihan berikutnya, pengajar dapat mengecek apakah siswa telah mengerjakan soal-soal latihan, memeriksa jawaban mereka dan memberitahukan hasilnya.[9]

D.     Kekurangan Pembelajaran Online
Berikut ini ada beberapa kekurangan online course, di antaranya sebagai berikut:
1.   Frekuensi kontak secara langsung antar sesama dengan nara sumber sangat minim.
2.   Peluang siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lainnya sangat terbatas.
3.   Aspek akademik atau aspek sosial sering terabaikan.
4.   Pelatihan atau drill lebih cenderung digunakan daripada pendidikan itu sendiri.
5.   Peserta didik yang motivasinya rendah akan mengalami kesulitan dan cenderung gagal.
6.   Terkendala pada aspek administrasi. [10]

Pendapat tersebut di atas memberikan gambaran bahwa proses pembelajaran yang baik tidak hanya tergantung pada media yang digunakan. Pembelajaran itu mencakup beberapa aspek yang harus dipertimbangkan. Pembelajaran dilakukan hanya satu arah atau satu cara saja akan memberikan out put yang kurang maksimal.
Hal krusial yang perlu dipahami adalah peserta didik atau pembelajar merupakan makhluk sosial. Secara natural makhluk sosial itu memerlukan interaksi, baik itu dengan pengajarnya maupun dengan sesamanya (teman-temannya). Dengan kata lain, skil perlu dikembangkan akan tetapi harus dibarengi dengan pembentukan dimensi sosial dan bahkan emoisonalnya juga. Oleh karena itu, pembelajaran sangat memperhatikan proses dan tidak melupakan produk. Keduanya sejalan untuk menciptakan manusia yang berpendidikan, bukan robot. 

E.     Persepsi Dosen terhadap Online Course di Perguruan Tinggi
Untuk mengetahui idealita online course di Perguruan Tinggi, penulis mewawancarai beberapa orang dosen. Mereka mewakili gambaran pendapat secara umum dosen yang mengajar Mata Kuliah Metodologi Studi Islam di FTK UIN Ar-Raniry tentang online course. Informasi yang digali meliputi, pertama, pernah atau tidaknya dosen yang bersangkutan menerapkan online course pada Mata Kuliah MSI. Kedua, pendapat mereka tentang pembelajaran tatap muka digantikan dengan online course. Ketiga, pendapat mereka tentang kondisi seperti apa yang memungkinkan diterapkan online course. Keempat, persentase penerapan online course selama perkuliahan. Kelima, kelebihan dan kekurangan yang mungkin terjadi dalam penerapan online course
Berdasarkan informasi yang diperoleh, responden belum pernah memanfaatkan aplikasi yang didesain khusus untuk pendidikan seperti e-learning. Akan tetapi mereka memanfaatkan aplikasi e-mail sebagai sarana untuk mengumpulkan tugas. Informasi tersebut didukung oleh sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya men-suport pembelajaran online. Meskipun ada beberapa prodi yang mendesain kurikulum dan memunculkan Mata Kuliah khusus dengan menggunakan aplikasi internet, tetap saja hal tersebut masih minim. Selain itu, tidak semua dosen secara umum, dosen MSI pada khususnya,  mampu mendesain pembelajaran secara online, seperti halnya e-learning. Hanya ada beberapa dosen yang mampu karena mereka telah dilatih khusus tentang hal tersebut. Jadi wajar saja pemanfaatan internet dalam pembelajaran baru sebatas aplikasi e-mail belum sampai pada tahap mendesain program pembelajaran secara online.
Mereka berpendapat bahwa online course dapat menggantikan tatap muka. Hal ini memungkinkan terjadi karena fungsinya relatif  sama. Kedua-duanya berfungsi untuk mencapai tujuan pemebelajaran. Sebagian responden mensyaratkan, apabila proses pembelajaran tidak bisa dilaksanakan secara langsung di kelas maka online course menjadi alternatif. Akan tetapi menurut mereka, pembelajaran secara online kurang memuaskan. Hal ini dimaksudkan karena ada hal-hal tertentu yang memang harus dilakukan secara tatap muka.
Selanjutnya, mereka berpendapat bahwa online course dilakukan sebagai alternatif terakhir,  ketika kondisi mendesak sedangkan pembelajaran harus terjadi. Ada kondisi khusus yang membuat online course menjadi pilihan untuk diterapkan. Kondisi tersebut adalah ketika ruang kelas tidak memadai untuk menampung jumlah mahasiswa yang melebihi kuota. Kondisi lainnya adalah tenaga pengajar yang memiliki skedul padat. Guru besar atau expert pada bidang tertentu yang particular dan tidak bisa digantikan oleh orang lain perlu mempertimbangkan penerapan online course sebagai cara untuk menyampaikan keilmuannya. Pada waktu yang sama, ia juga harus memenuhi tugas dan tanggung jawab urgen lainnya. Dengan demikian melalui online course, kedua tugas dapat terlaksana dan tidak ada yang dikorbankan.
Mereka menyatakan boleh menerapkan online course sebagai pengganti tatap muka dalam pembelajaran. Akan tetapi hal ini ada batasannya. Ada dua pendapat untuk hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa online course boleh dijadikan sebagai pengganti tatap muka hanya sebanyak 10 % dari jumlah tatap muka yang ada. Apabila dalam perkuliahan tatap mukanya 16 kali, maka hanya boleh antara 2-3 kali. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa online course boleh dijadikan sebagai pengganti tatap muka perkuliahan hanya 37-50 %. Dengan kata lain, tatap muka yang memungkinkan adalah 7-8 kali tatap muka. Oleh karena itu dapat disimpulkan, proses pembelajaran secara tatap muka tidak boleh sepenuhnya digantikan dengan online course.
Kelebihan online course menurut mereka dapat dilihat dari media internet itu sendiri. Pembelajaran online dengan menggunakan koneksi internet dapat dikatakan sebagai pembelajaran yang up to date, canggih, dan mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran tersebut lebih menarik karena si pengajar dapat mendesain sedemikian rupa bahan ajarnya. Online course juga lebih menantang. Dikatakan menantang karena dosen harus professional mendesain instruksi pembelajarannya secara online dengan menggunakan internet. Apabila dosen “gagap teknologi”, tentunya pembelajaran tersebut tidak akan tercapai secara maksimal, bahkan gagal.
Mereka juga mengatakan bahwa online course lebih efisien dari segi waktu dan tempat. Sepadat apapun jadwal dosen, ia tetap bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan online course. Dosen lebih santai karena tidak perlu harus datang ke kelas dalam kondisi apapun. Di samping itu, apabila dosen memiliki tugas ganda, maka ia dapat melakukannya sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian, dalam kondisi apapun, pembelajaran tetap berlangsung.
Online course juga memiliki kekurangan. Menurut mereka kekurangan online course yang tampak jelas adalah dari sisi dampak tidak langsungnya. Karena proses pembelajaran tidak langsung, dosen tidak bisa memastikan apakah yang melakukan tugas tersebut mahasiswa yang bersangkutan atau bukan. Dosen tidak bisa mengontrol hal tersebut. Selain itu, pengajar tidak bisa memetakan pemahaman mahasiswa secara tepat. Apabila hal tersebut terjadi, akan berdampak pada hasil belajar yang tidak pasti pula.
Kekurangan online course lainnya adalah kurangnya fasilitas yang mendukung. Koneksi internet masih termasuk hal baru. Jaringannya tidak bisa diprediksi, terkadang lancar, tetapi lebih sering down server-nya. Kondisi seperti ini akan berimbas pada proses pembelajaran secara online.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, idealitas online course di kampus tetap pada jalurnya. Dalam artian, online course boleh dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus dan frekwensinya terbatas. Pada dasarnya, menurut hemat penulis, pembelajaran yang terjadi di Perguruan Tinggi masih tetap berorientasi pada interaksi edukatif. Meskipun dosen diberikan kewenangan lebih dibandingkan guru di sekolah, proses pembelajaran tetap dituntut berjalan dua arah. Setidaknya adanya interaksi antara dosen dan mahasiswa. Interaksi tersebut setidaknya memenuhi ciri-ciri berikut:[11]
1.         Mempunyai tujuan;
2.         Mempunyai prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan;
3.         Adanya penggarapan materi khusus;
4.         Adanya aktivitas anak didik;
5.         Pengajar sebagai pembimbing;
6.         Disiplin;
7.         Mempunyai batas waktu;
8.         Diakhiri dengan evaluasi.

Selain ciri tersebut di atas, proses pembelajaran tetap memenuhi komponen-komponen interaksi edukatif. Pertama, adanya tujuan. Setiap pembelajaran harus memiliki tujuan. Tujuan tersebut tercantum dalam kurikulum, dikembangkan menjadi silabus, dan dijabarkan ke dalam SAP. Kedua, bahan ajar. Bahan ajar harus tersedia untuk mencapa tujuan. Jika tidak ada bahan ajar, tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Ketiga, kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar melibatkan pengajar dan peserta didik. Kedua komponen tersebut harus ada untuk melangsungkan pembelajaran. Keempat, metode. Metode turut berandil dalam terwujudnya pembelajaran yang baik. Kelima, alat. Alat sebagai sarana kelancaran proses pembelajaran diharapkan ada, meskipun minimal. Keenam, sumber pelajaran. Bahan ajar yang diberikan harus memiliki sumber. Sumber tersebut harus valid agar dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Dan ketujuh, evaluasi. Tanpa adanya evaluasi, sebuah pembelajaran tidak bisa dikatakan mencapai target ataupun tidak. Oleh karena itu evaluasi tidak boleh diabaikan.[12]

KESIMPULAN
Online course merupakan pembelajaran dengan menggunakan aplikasi modern, yaitu internet. Pada zaman sekarang ini memang tidak bisa menghindari perkembangan teknologi yang semakin canggih. Kecanggihan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pendidikan agar menjadi lebih maksimal. Berkaitan dengan hal ini, online course diharapkan demikian.
Online course di Perguruan Tinggi idealnya diterapkan sebagai pengganti tatap muka di kelas. Hal ini dilakukan dalam kondisi tertentu. Online course hanya mungkin dilakukan antara 10-40%.  Meskipun online course menggunakan aplikasi canggih, tetap ada kekurangannya. Oleh karena itu, pembelajaran online tidak boleh sepenuhnya menggantikan tatap muka di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Lismawaty Simanjuntak, dkk, Metode Mengajar Matematika 1, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Made Wena, Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Syaiful Bahri Djamarah, Pengajar dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.





[1] Made Wena, Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 203.
[2] Ibid., 212.
[3] Ibid.
[4] Lismawaty Simanjuntak, dkk, Metode Mengajar Matematika 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 2.
[5] Ibid., 213.
[9] Made Wena, Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 215.
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Pengajar dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 15-16
[12] Syaiful Bahri Djamarah, Pengajar dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 17-20