UJI ANTIJAMUR EKSTRAK BELIMBING WULUH
(Averrhoa bilimbi
L) TERHADAP PERTUMBUHAN
Candida albicans
Oleh:
Munira dan Nurwahidah
Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh
ABSTRAK
Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat digunakan sebagai obat
sariawan, encok,
diabetes,
sakit perut,
rematik, penurun panas dan
obat gondok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui zona hambat ekstrak belimbing wuluh dalam menghambat
pertumbuhan Candida alicans. Penelitian
ini bersifat eksperimental
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini di bagi dalam 4 perlakuan
dan 5 ulangan yaitu aquades sebagai
kontrol, ekstrak daun, ekstrak bunga dan ekstrak buah belimbing wuluh. Pada penelitian ini pengujian antijamur ekstrak belimbing
wuluh dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram di atas media Potato Dextrose Agar yang telah disuspensikan jamur. Hasil uji
fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak belimbing wuluh mengandung senyawa antijamur yaitu alkaloid, flavonoid,
saponin dan tanin. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa aquades
tidak
dapat menghambat
pertumbuhan Candida
albicans,
sedangkan ekstrak daun,
ekstrak bunga dan
ekstrak buah dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dengan rata-rata diameter zona hambat masing-
masing sebesar 12,2 mm (kategori kuat), 7,2 mm (kategori sedang) dan 13,8 mm (kategori kuat). Hasil dari analisa data
dengan menggunakan uji Anova
menunjukkan bahwa ekstrak belimbing wuluh sangat berpengaruh (P=0,000) terhadap pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rata-rata diameter zona
hambat ekstrak bunga (7,2 mm)
berbeda nyata
dengan ekstrak daun (12,2 mm) dan
ekstrak buah (13,8
mm).
Namun ekstrak buah dan
ekstrak daun
tidak
berbeda nyata. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak belimbing wuluh dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans.
Kata kunci : Averrhoa bilimbi (L.), antijamur,
Candida albicans
PENDAHULUAN
Penyakit
infeksi merupakan
salah satu penyakit yang kasusnya terus
mengalami peningkatan sehingga tetap mengalami permasalahan utama
di bidang kesehatan. Penyakit infeksi banyak terjadi di negara berkembang dimana tingkat pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan masih sangat rendah. Sebagian besar
penyakit infeksi disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, riketsia dan protozoa.
Salah
satu mikroorganisme yang
dapat
menyebabkan infeksi adalah
Candida albicans (Mazni, 2008).
Candida albicans merupakan flora normal pada membran mukosa
mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan organ genitalia
wanita. Pada orang sehat jamur
ini bersifat apatogen, tetapi pada keadaan tertentu, yaitu pada keadaan
daya
tahan tubuh menurun jamur ini dapat berubah sifatnya menjadi patogen dengan menimbulkan berbagai keluhan
(Darmani, 2003). Hampir
setiap orang pernah mengalami infeksi
Candida
albicans
selama
hidupnya, mulai dari
sariawan, lesi pada
kulit, vulvavaginistik, Candida pada
urin (kandiduria) dan
sebagainya (Carranza et al., 2002).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanggulangi infeksi yang
disebabkan oleh Candida albicans,
mulai dari
menggunakan obat sintesis sampai memanfaatkan berbagai jenis tanaman
sebagai obat. Pemanfaatan
berbagai jenis
tanaman sebagai obat telah dilakukan
oleh masyarakat sejak
dahulu secara turun- temurun.
Masyarakat lebih memilih obat yang bersumber dari tanaman karena
dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diracik sendiri dan dapat ditanam sendiri
oleh pemakainya.
Salah satu tanaman yang
telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional
oleh masyarakat adalah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L). Tanaman belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L) dikenal sebagai tanaman obat. Daun
digunakan sebagai obat encok, diabetes, sakit perut, rematik, penurun panas dan
obat gondok. Sebagian
masyarakat Indonesia juga memanfaatkan belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) sebagai pengawet ikan (Monalisa, 2012). Hasil uji skrining fitokimia terhadap ekstrak kental metanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) diketahui mengandung
senyawa golongan flavonoid, alkaloid,
tanin dan minyak
atsiri (Lathifah, 2008).
Rahayu (2013) telah melakukan penelitian tentang
daya hambat ekstrak
etanol buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) terhadap pertumbuhan
jamur Candida albicans secara
in vitro. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa
ekstrak buah belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L) pada konsentrasi 6% terbukti mampu menghambat pertumbuhan Candida
albicans. Penelitian
lain juga
dilakukan oleh
Sari dan Suryani (2014) menunjukkan bahwa ekstrak daun
belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) dapat
menghambat pertumbuhan Candida
albicans
secara in vitro.
Sejauh ini belum ada penelitian tentang uji antijamur ekstrak bunga
belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) terhadap pertumbuhan Candida albicans, oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji antijamur ekstrak etanol bunga belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam menghambat
pertumbuhan Candida albicans dan dibandingkan dengan daun serta buah dalam
menghambat pertumbuhan Candida albicans.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat
eksperimental melalui uji laboratorium dengan
menggunakan metode difusi untuk menguji diameter
zona hambat ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Candida albicans pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016. Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian
ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dibagi ke dalam
4 kelompok perlakuan yaitu aquadest sebagai kontrol, ekstrak daun belimbing wuluh, ekstrak buah belimbing wuluh dan ekstrak bunga belimbing
wuluh dengan masing-masing
5 kali ulangan.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan digital, toples kaca bertutup, pipet ukur, gelas ukur, labu
ukur, beaker
glass, erlenmeyer, hot
plate, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung, spatula, corong
kaca, batang
bengkok, ose bulat, lampu bunsen, pinset,
spidol, autoklaf, penggaris dan
vacum rotary evaporator.
Bahan-bahan yang digunakan
dalam
penelitian
ini adalah adalah
buah, daun
dan
bunga belimbing wuluh yang diperoleh dari Gampong Lamreung Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar, etanol 70%,
aquadest, NaCl 0,9%, Asam sulfat 1%, Barium Klorida
1%,
jamur Candida albicans, media Potato Dextrosa Agar (PDA), kertas pH, kertas cakram kosong (kertas saring) dengan
diameter ± 5 mm, kertas label, kapas
dan kertas buram.
Cara Kerja
a. Penyiapan Simplisia
Daun,
Bunga dan
Buah belimbing Wuluh
Daun, bunga dan
buah
belimbing wuluh dicuci
bersih lalu dikering
anginkan dan selanjutnya diserbukkan atau
dihaluskan
dengan
blender.
b. Pembuatan Ekstrak dengan Metode Maserasi
Serbuk daun, bunga dan buah belimbing wuluh masing-masing ditimbang
sebanyak 50 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing
wadah tertutup. Lalu direndam dengan etanol sebanyak 375 mL lalu ditutup dan disimpan selama 5 hari dan terlindung dari
cahaya serta sesekali diaduk. Setelah 5 hari, hasil rendaman disaring melalui corong kaca yang dilapisi kertas saring,
sehingga ampas dan
sari terpisah. Kemudian dimasukkan 125 mL sisa
etanol sampai diperoleh volume
500 mL. ditutup dan
disimpan selama 2 hari. Selanjutnya hasil rendaman dituang enapkan
sehingga diperoleh
maserat. Kemudian diuapkan dengan vacum rotary evaporator. Dihidupkan alat dan diatur
pada suhu 40-50°C
hingga diperoleh ekstrak kental.
c. Uji Fitokimia
Uji
fitokimia sampel dilakukan di Laboratorium
Kimia FKIP
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid,
flavonoid, saponin dan tanin.
1). Uji Alkaloid
Dimasukkan masing-masing ekstrak
daun, bunga dan
buah
belimbing wuluh
sebanyak 1 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian
dibasahi dengan 3 tetes ammonia
10%,
selanjutnya ditambahkan kloroform secukupnya dan
diaduk. Setelah dilakukan
pengadukan, lapisan kloroform dipisahkan dan ditempatkan
ke dalam tabung reaksi. Kemudian
tambahkan 3 tetes larutan
HCl 2N, dikocok jangan terlalu kuat dan
di diamkan. Selanjutnya dipisahkan larutan ke dalam 3 tabung dan tambahkan pereaksi Dragendorf,
Hager
dan
Bouchardat masing-masing 2 tetes. Alkaloid positif dalam
sampel ditandai
dengan terbentuknya endapan dengan sekurang-kurangnya pada 2 pereaksi.
2). Uji Flavonoid
Dimasukkan masing-masing
ekstrak
sebanyak
1
mL
ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 tetes larutan HCl 2% dan propanol. Kemudian didiamkan
selama 15-30 menit, apabila terlihat pembentukan warna
coklat pada sampel maka sampel positif mengandung flavonoid.
3). Uji Tanin
Diambil
masing-masing
ekstrak sebanyak 1 mL. Lalu ditambahkan 3
tetes gelatin. Tanin positif dalam
ekstrak ditandai
dengan timbulnya warna putih
keruh.
4).Uji Saponin
Dimasukkan masing-masing
ekstrak
sebanyak
1
mL
ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan air panas dan dipanaskan selama 5 menit
dan diambil bagiannya. Dikocok vertikal selama kurang
lebih 1 menit, adanya pembentukan busa (buih) yang stabil
selama 10 menit dan tidak hilang
setelah penambahan 1 tetes
HCl 0,1 N menunjukkan bahwa sampel positif mengandung saponin.
c. Pembuatan Cakram
Kertas
saring dibentuk bulat dengan
pelubang kertas ukuran ± 5 mm. Kertas saring dimasukkkan ke dalam wadah
kaca dan
ditutup. Kertas saring disterilkan
dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15
menit.
d. Sterilisasi Alat
Alat-alat
yang terbuat dari kaca seperti beaker glass, gelas ukur, labu Erlenmeyer, petri disk, pipet volume, tabung reaksi, corong kaca.
dibungkus dengan kertas koran atau
kertas buram. Disterilkan alat-alat tersebut di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Ose dan batang bengkok disterilkan
dengan cara melewatkannya
pada
nyala
bunsen.
e. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Serbuk Media Potato Agar (PDA) ditimbang sebanyak 5,85 g
kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Lalu ditambahkan 150 mL
aquadest,
kemudian
dipanaskan dengan
menggunakan hot plate dan sambil diaduk hingga
semua bahan larut sempurna, kemudian media disterilkan
di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, media dibiarkan
hingga temperaturnya turun ±45°C. Media siap dituangkan
dalam petri disk.
f. Pembuatan Suspensi Standar 0,5
Mc. Farland
Dimasukkan larutan Asam Sulfat 1% sebanyak 9,95 mL ke dalam tabung
reaksi. Lalu ditambahkan larutan Barium Klorida 1%
sebanyak 0,05 mL. Kemudian dikocok hingga homogen.
g. Pembuatan Suspensi Jamur
Candida albicans
Diambil
koloni jamur dari stok kultur menggunakan ose steril. Lalu disuspensikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 mL NaCl
0,9%. Selanjutnya kekeruhan terbentuk disesuaikan
dengan standar kekeruhan 0,5
Mc Farland.
h. Uji Mikrobiologi
Media PDA dituang sebanyak 15-20
mL ke dalam masing-masing lima petri disk dan didiamkan hingga mengeras. Lalu diinokulasikan suspensi jamur Candida albicans sebanyak 0,1 mL diatas
permukaan media, lalu diratakan dengan menggunakan
batang bengkok. Kemudian dibagi masing-masing media menjadi
4
daerah
(P0, P1, P2, P3).
P0 diletakkan
cakram yang berisi aquadest sebagai
kontrol. P1
diletakkan cakram yang
telah dicelupkan ke dalam ekstrak daun belimbing
wuluh, P2
diletakkan cakram yang
telah dicelupkan ke dalam ekstrak buah belimbing
wuluh, P3 diletakkan cakram yang telah
dicelupkan ke dalam
ekstrak
bunga belimbing wuluh. Selanjutnya Semua
petri diinkubasi pada suhu kamar
selama 2-5 hari.
Kemudian diamati pertumbuhan jamur pada setiap
perlakuan
dan diukur diameter zona hambat dengan menggunakan
penggaris.
Analisa data
Data yang diperoleh berupa diameter zona
hambat dianalisa dengan uji anova dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simplisia dari tanaman belimbing
wuluh yang terdiri dari daun, bunga dan buah. Simplisia tersebut terlebih dahulu dilakukan pengeringan yang bertujuan agar simplisia awet dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya
simplisia yang sudah kering diserbukkan dengan maksud untuk meningkatkan luas permukaan sehingga penyari akan lebih mudah
menembus dinding sel dan zat aktif yang terdapat di dalam sel akan tersari. Pada penelitian
ini proses ekstraksi dilakukan
dengan
menggunakan metode
maserasi dengan pelarut etanol
70%.
Menurut
Syamsuni (2006) maserasi
adalah proses
ekstraksi dengan
merendam
simplisia dalam cairan penyari.
Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa daun,
bunga dan buah belimbing
wuluh dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona bening di
sekitar cakram. Rata-rata
diameter zona hambat yang
terbentuk pada daun, bunga dan buah belimbing
wuluh masing-masing adalah 12,2
mm, 7,2 mm dan 13,8 mm.
Berdasarkan
analisa
data dengan menggunakan
uji
Anova menunjukkan bahwa daun, bunga dan
buah belimbing
wuluh
sangat
berpengaruh (P=0,000) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji Anova
daun, bunga dan buah belimbing wuluh terhadap pertumbuhan Candida
albicans dapat dilihat
pada Tabel 1. Ekstrak daun, bunga dan buah belimbing wuluh
dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans
disebabkan karena
adanya
senyawa
antijamur
yang terkandung di dalam
ekstrak daun, bunga dan
buah
belimbing wuluh.
Tabel
1. Hasil Anova Daun, Bunga dan
Buah
Belimbing Wuluh Terhadap Candida albicans.
|
Sum of
Squares
|
df
|
Mean
Square
|
F
|
Sig.
|
Between Groups
|
577.800
|
3
|
192.600
|
24.772
|
,000
|
Within Groups
|
124.400
|
16
|
7.775
|
|
|
Total
|
702.200
|
19
|
|
|
|
Hasil uji fitokimia menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L) mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, dan saponin. Sementara ekstrak etanol bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid dan tanin. Sedangkan ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L) mengandung senyawa
alkaloid, saponin, dan tanin (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lathifah (2008), di mana hasil uji fitokimia ekstrak buah belimbing wuluh juga mengandung
senyawa
yang sama yaitu alkaloid, flavonoid
dan tanin. Sementara hasil penelitian Rahayu
(2013) terhadap ekstrak metanol buah belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L)
menunjukkan adanya senyawa tanin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisoh
(2010) dalam Monalisa (2012) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbii L) juga mengandung
senyawa tanin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hayati, et al (2010) yang
menyatakan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin.
Tabel
2. Hasil Uji Fitokimia Daun, Bunga dan Buah
Belimbing Wuluh.
Uji Fitokimia
|
Sampel
|
||
Daun
|
Bunga
|
Buah
|
|
Alkaloid
|
|
|
|
a. Dragendorf
|
+
|
+
|
+
|
b. Hager
|
+
|
+
|
+
|
c. Bouchardat
|
+
|
+
|
+
|
Saponin
|
+
|
-
|
+
|
Tanin
|
-
|
+
|
+
|
Flavonoid
|
+
|
+
|
-
|
Setiap senyawa antijamur tersebut memiliki cara kerja masing-masing dalam
menghambat pertumbuhan Candida
albicans. Menurut Kusumaningtyas et al (2008),
tanin akan berikatan dengan dinding
sel
jamur yang akan menghambat aktivasi
protease dan
inaktivasi
secara langsung. Dinding sel
jamur
merupakan
bagian
pertama yang akan berinteraksi dengan sel inang, oleh sebab itu ketika dinding
sel dirusak oleh senyawa tannin maka proses infeksi
tidak akan terjadi.
Flavonoid mempunyai
aktivitas
anti kapang dengan mengganggu
pembentukan pseudohifa selama
proses patogenesis, sedangkan untuk saponin
bersifat sebagai
surfaktan yang berbentuk polar
sehingga
akan memecah
lapisan lemak pada membran sel yang pada akhirnya menyebabkan gangguan permeabilitas membran
sel, hal tersebut mengakibatkan
proses difusi bahan atau
zat-zat yang
diperlukan oleh jamur dapat terganggu,
akhirnya sel membengkak dan
pecah (Sugianitri,
2011).
Alkaloid mempunyai aktivitas
sebagai antifungi yang menyebabkan
kerusakan membran sel. Alkaloid akan berikatan
kuat dengan ergosterol membentuk
lubang yang menyebabkan
kebocoran membran sel.
Hal ini mengakibatkan kerusakan
yang tetap pada sel dan kematian sel pada jamur (Mycek et al, 2001; Setiabudy dan Bahry, 2007).
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 3), rata-rata diameter zona hambat untuk kontrol berbeda nyata (P<0,05) dengan
daun, bunga dan buah belimbing wuluh. Sementara
itu
rata-rata diameter zona hambat ekstrak bunga (7,2 mm) berbeda nyata dengan ekstrak daun (12,2 mm) dan ekstrak buah (13,8
mm). Tetapi ekstrak daun dan ekstrak buah
tidak
berbeda nyata.
Tabel
3. Hasil Uji Lanjut Rata-rata Diameter Zona Hambat Daun, Bunga dan Buah Belimbing Wuluh
Terhadap Candida
albicans.
Perlakuan
|
Rata-rata Diameter Zona Hambat ± SD
(mm)
|
Kategori Daya Hambat
|
Aquades
|
0,00a ± 0,000
|
Lemah
|
Ekstrak bunga belimbing wuluh
|
7,20b ± 0,447
|
Sedang
|
Ekstrak daun
belimbing wuluh
|
12,20c ± 3,271
|
Kuat
|
Ekstrak buah
belimbing wuluh
|
13,80c ± 4,494
|
Kuat
|
Keterangan :
Superscript huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)
Rata-rata diameter zona hambat
yang
diperoleh diklasifikasikan dalam kategori respon hambatan pertumbuhan jamur yang dibagi berdasarkan hasil rata-rata diameter zona hambat (mm) yang terbentuk. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak bunga belimbing
wuluh termasuk dalam kategori sedang, sedangkan ekstrak daun belimbing wuluh
dan buah belimbing wuluh
termasuk dalam kategori
kuat.
KESIMPULAN
Ekstrak daun, bunga dan buah belimbing wuluh sangat berpengaruh (P=0,000) terhadap
pertumbuhan Candida albicans. Rata-rata diameter zona
hambat ekstrak
bunga (7,20 mm)
berbeda nyata
dengan ekstrak daun (12,20
mm) dan ekstrak buah (13,80
mm). Tetapi ekstrak buah
dan ekstrak daun
tidak
berbeda nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Caranza, F. A. Takei, H. H, Newman, MG. 2002. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia:
W. B.
Saunders Company.
Darmani E. H. 2003.
Hubungan Antara Pemakaian AKDR dengan kandidiasis Vagina di RSUP Dr. Pirngadi
Medan.
Usu Repository. Medan.
Hayati, E.K., Jannah, A. Dan
Fasya, A. G. 2010. Aktivitas Antibakteri Komponen Tanin Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa billimbi L.) Sebagai
Pengawet Alami. Laporan Penelitian
Kompetitif Depag. UIN Malang. Malang
Kusumaningtyas, E., Widiati, R.R.,
Gholib, D. Uji Daya Hambat Ekstrak & Krim
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Terhadap Candida
albicans & Trichophyton
mentagriphytes. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan &Veteriner.
Lathifah Q. A. 2008.
Uji Sensitifitas Ekstrak Kasar
Senyawa Antibakteri pada Buah Belimbing Wuluh
dengan
Variasi
Pelarut. Skripsi. Universitas Negeri
Malang, Malang. Tanggal akses
07 Januari 2016.
Mazni R. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa Chois) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Serta Brine Shrimp Lethality
Test. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah,
Surakarta.
Monalisa. 2012. Pengaruh Sari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
billimbi L.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumbar.
Mycek,
M.J., Harvey, R.A.,
Champe, P.C., Fisher, B.D. 2001. Farmakologi
Ulasan Bergambar: Obat-obat
Antijamur.
Edisi 2.
Jakarta: Widya Medika.
pp. 341-7.
Rahayu, P. 2013. Kosentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah Belimbinh Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin Makasar.
Sari, M dan Suryani, C. 2014 Pengaruh Ekstrak
Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L) Dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Prosiding
Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya. Fakultas
MIPA Universitas Negeri Medan, Medan.
Setiabudy, R. dan Bahry, B. 2007. Farmakologi dan Terapi: Obat Jamur.
Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. pp. 571-84.
Sugianitri, Ni Kadek.
2011.
Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) Dapat
Menghambat Pertumbuhan Koloni Candida albicans
Secara In vitro Pada Resin Akrilik Heat
Cured. Denpasar: Program
Megister Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Syamsuni,
A. 2006. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar