Kamis, 29 Juni 2017

Munira dan Nurwahidah: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 6, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal. 23-30

UJI ANTIJAMUR EKSTRAK BELIMBING WULUH
 (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP PERTUMBUHAN
 Candida albicans

Oleh:
Munira dan Nurwahidah
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh


ABSTRAK
Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat digunakan sebagai obat sariawan,  encok,  diabetes,  sakit  perut,  rematik,  penurun panadan  obagondok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui zona hambat ekstrak belimbing wuluh dalam menghambat pertumbuhan Candida alicans. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini di bagi dalam 4 perlakuan dan 5 ulangan yaitu aquades sebagai kontrol, ekstrak daun, ekstrak bunga dan ekstrak buah belimbing wuluh. Pada penelitian ini pengujian antijamur ekstrak belimbing wuluh dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram di atas media Potato Dextrose Agar yang telah disuspensikan jamur. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak belimbing wuluh mengandung senyawa antijamur yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa aquades tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans, sedangkan ekstrak daun, ekstrak bunga dan ekstrak buah dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dengan rata-rata diameter zona hambat masing- masing sebesar 12,2 mm (kategori kuat), 7,2 mm (kategori sedang) dan 13,8 mm (kategori kuat). Hasil dari analisa data dengan menggunakan uji Anova menunjukkan bahwa ekstrak belimbing wuluh sangat berpengaruh (P=0,000) terhadap pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rata-rata diameter zona hambat ekstrak bunga (7,2 mm) berbeda nyata dengan ekstrak daun (12,2 mm) dan ekstrak buah (13,8 mm). Namun ekstrak buah dan ekstrak daun tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans.

Kata kunci : Averrhoa bilimbi (L.), antijamur, Candida albicans

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang kasusnya terus mengalami peningkatan sehingga tetap mengalami permasalahan utama di bidang kesehatan. Penyakit infeksi banyak terjadi di negara berkembang dimana tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan masih sangat rendah. Sebagian besar penyakit infeksi disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, riketsia dan protozoa. Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi adalah Candida albicans (Mazni, 2008).
Candida albicans merupakan flora normal pada membran mukosa mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan organ genitalia wanita. Pada orang sehat jamur ini bersifat apatogen, tetapi pada keadaan tertentu, yaitu pada keadaan daya tahan tubuh menurun jamur ini dapat berubah sifatnya menjadi patogen dengan menimbulkan berbagai keluhan (Darmani, 2003). Hampir setiap orang pernah  mengalami  infeksi  Candida  albicans  selama  hidupnya,  mulai  dari sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistik, Candida pada urin (kandiduria) dan sebagainya (Carranza et al., 2002).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanggulangi infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans, mulai dari menggunakan obat sintesis sampai memanfaatkan berbagai jenis tanaman sebagai obat. Pemanfaatan berbagai jenis tanaman sebagai obat telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu secara turun- temurun. Masyarakat lebih memilih obat yang bersumber dari tanaman karena dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diracik sendiri dan dapat ditanam sendiri oleh pemakainya.
Salah satu tanaman yang telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dikenal sebagai tanaman obat. Daun digunakan sebagai obat encok, diabetes, sakit perut, rematik, penurun panas dan obat  gondok.  Sebagian  masyarakat  Indonesia  juga  memanfaatkan  belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai pengawet ikan (Monalisa, 2012). Hasil uji skrining fitokimia terhadap ekstrak kental metanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) diketahui mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (Lathifah, 2008).
Rahayu (2013) telah melakukan penelitian tentang daya hambat ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap pertumbuhan jamur Candida  albicans  secara  in  vitro.  Penelitian  tersebut  menyimpulkan  bahwa ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) pada konsentrasi 6% terbukti mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans. Penelitian lain juga dilakukan oleh Sari dan Suryani (2014) menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat  menghambat pertumbuhan Candida albicans secara in vitro.
Sejauh ini belum ada penelitian tentang uji antijamur ekstrak bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap pertumbuhan Candida albicans, oleh sebab itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji antijamur ekstrak etanol bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dan dibandingkan dengan daun serta buah dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat eksperimental melalui uji laboratorium dengan menggunakan metode difusi untuk menguji diameter zona hambat ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap Candida albicans pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan yaitu aquadest sebagai kontrol, ekstrak daun belimbing wuluh, ekstrak buah belimbing wuluh dan ekstrak bunga belimbing wuluh dengan masing-masing 5 kali ulangan.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, timbangan digital, toples kaca bertutup, pipet ukur, gelas  ukur, labu ukur,  beaker  glass, erlenmeyer, hot plate, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung, spatula, corong kaca, batang bengkok, ose bulat, lampu bunsen, pinset, spidol, autoklaf, penggaris dan vacum rotary evaporator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah  buah,  daun  dan bunga  belimbing wuluh yang diperoleh dari Gampong Lamreung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, etanol 70%, aquadest, NaCl 0,9%, Asam sulfat 1%, Barium Klorida 1%, jamur Candida albicans, media Potato Dextrosa Agar (PDA), kertas pH, kertas cakram kosong (kertas saring) dengan diameter ± 5 mm, kertas label, kapas dan kertas buram.

Cara Kerja

a. Penyiapan Simplisia Daun, Bunga dan Buah belimbing Wuluh
Daun, bunga dan buah belimbing wuluh dicuci bersih lalu dikering  anginkan dan selanjutnya diserbukkan atau dihaluskan dengan blender.

b. Pembuatan  Ekstrak dengan Metode Maserasi
Serbuk daun, bunga dan buah belimbing wuluh masing-masing ditimbang sebanyak 50 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing wadah tertutup. Lalu direndam dengan etanol sebanyak 375 mL lalu ditutup dan disimpan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya serta sesekali diaduk. Setelah 5 hari, hasil rendaman disaring melalui corong kaca yang dilapisi kertas saring, sehingga ampas dan sari terpisah. Kemudian dimasukkan 125 mL sisa etanol sampai diperoleh volume 500 mL. ditutup dan disimpan selama 2 hari. Selanjutnya hasil rendaman dituang enapkan sehingga diperoleh maserat. Kemudian diuapkan dengan vacum rotary evaporator. Dihidupkan alat dan diatur pada suhu 40-50°C hingga diperoleh ekstrak kental.

c. Uji Fitokimia
Uji fitokimia sampel dilakukan di Laboratorium Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Identifikasi yang dilakukan adalah uji alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin.
1).  Uji Alkaloid

Dimasukkan  masing-masing  ekstrak  daun,  bunga  dan  buah  belimbing wuluh sebanyak 1 mL ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian dibasahi   denga  tete ammonia   10%,   selanjutnya   ditambahkan kloroform secukupnya dan diaduk. Setelah dilakukan  pengadukan, lapisan kloroform dipisahkan dan ditempatkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tambahkan 3 tetes larutan HCl 2N, dikocok jangan terlalu kuat dan di diamkan. Selanjutnya dipisahkan larutan ke dalam 3 tabung dan tambahkan pereaksi Dragendorf, Hager dan Bouchardat masing-masing 2 tetes. Alkaloid  positif  dalam  sampel  ditandai  dengan  terbentuknya  endapan dengan sekurang-kurangnya pada 2 pereaksi.
2).  Uji Flavonoid
Dimasukkan  masing-masing  ekstrak  sebanyak  1  mL  ke  dalam  tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 tetes larutan HCl 2% dan propanol.  Kemudian didiamkan selama 15-30 menit, apabila terlihat pembentukan warna coklat pada sampel maka sampel positif mengandung flavonoid.
3).  Uji Tanin
Diambil masing-masing ekstrak sebanyak 1 mL. Lalu ditambahkan 3 tetes gelatin. Tanin positif dalam ekstrak ditandai dengan timbulnya warna putih keruh.
4).Uji Saponin
Dimasukkan  masing-masing  ekstrak  sebanyak  1  mL  ke  dalam  tabung reaksi, kemudian ditambahkan air panas dan dipanaskan selama 5 menit dan diambil bagiannya. Dikocok vertikal selama kurang lebih 1 menit, adanya pembentukan busa (buih) yang stabil selama 10 menit dan tidak hilang setelah penambahan 1 tetes HCl 0,1 N menunjukkan bahwa sampel positif mengandung saponin.


c. Pembuatan Cakram
Kertas saring dibentuk bulat dengan pelubang kertas ukuran ± 5 mm. Kertas saring dimasukkkan ke dalam wadah kaca dan ditutup. Kertas saring disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit.

d. Sterilisasi Alat
Alat-alat  yang terbuat dari kaca seperti  beaker  glass, gelas ukur, labu Erlenmeyer, petri disk, pipet volume, tabung reaksi, corong kaca. dibungkus dengan kertas koran atau kertas buram. Disterilkan alat-alat tersebut di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Ose dan  batang  bengkok  disterilkan dengan  cara melewatkannya  pada nyala bunsen.

e. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Serbuk Media Potato Agar (PDA) ditimbang sebanyak 5,85 g kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Lalu ditambahkan 150  mL aquadest,  kemudian  dipanaskan  dengan menggunakan hot plate dan sambil diaduk hingga semua bahan larut sempurna, kemudian media disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah  sterilisasi  selesai,  media  dibiarkan  hingga  temperaturnya  turun ±45°C. Media siap dituangkan dalam petri disk.

f.  Pembuatan Suspensi Standar 0,5 Mc. Farland
Dimasukkan larutan Asam Sulfat 1% sebanyak 9,95 mL ke dalam tabung reaksi.  Lalu ditambahkan larutan Barium Klorida 1% sebanyak 0,05 mL. Kemudian dikocok hingga homogen.

g.  Pembuatan Suspensi Jamur Candida albicans
Diambil koloni jamur dari stok kultur menggunakan ose steril. Lalu disuspensikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 mL NaCl 0,9%. Selanjutnya kekeruhan terbentuk  disesuaikan dengan standar kekeruhan  0,5 Mc Farland.

h. Uji Mikrobiologi
Media PDA dituang sebanyak 15-20 mL ke dalam masing-masing lima petri disk dan didiamkan hingga mengeras. Lalu diinokulasikan suspensi jamur Candida albicans  sebanyak  0,1  mL  diatas permukaan media, lalu diratakan dengan menggunakan batang bengkok. Kemudian dibagi  masing-masing  media  menjadi  4  daerah  (P0,  P1,  P2,   P3).  P0 diletakkan cakram yang berisi aquadest sebagai kontrol. P1 diletakkan cakram yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak daun belimbing wuluh, P2 diletakkan cakram yang telah dicelupkan ke dalam ekstrak buah belimbing wuluh,  P diletakkan  cakram  yang  telah  dicelupkan  ke  dalam  ekstrak bunga belimbing wuluh. Selanjutnya Semua petri diinkubasi pada suhu kamar selama 2-5 hari. Kemudian diamati pertumbuhan jamur pada setiap perlakuan dan diukur diameter zona hambat dengan menggunakan penggaris.

Analisa data
Data yang diperoleh berupa diameter zona hambat dianalisa dengan uji anova dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simplisia dari tanaman belimbing wuluh yang terdiri dari daun, bunga dan buah. Simplisia tersebut terlebih dahulu dilakukan pengeringan yang bertujuan agar simplisia awet dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.  Selanjutnya simplisia yang sudah kering diserbukkan dengan maksud untuk meningkatkan luas permukaan sehingga penyari akan lebih mudah menembus dinding sel dan zat aktif yang terdapat di dalam sel akan tersari. Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan  pelarut  etanol  70%.  Menurut  Syamsuni  (2006)  maserasi  adalah  proses ekstraksi dengan merendam simplisia dalam cairan penyari.
Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa daun, bunga dan buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar cakram. Rata-rata diameter zona hambat yang terbentuk pada daun, bunga dan buah belimbing wuluh masing-masing adalah 12,2 mm, 7,2 mm dan 13,8 mm.
Berdasarkan  analisa  data  dengan  menggunakan  uji  Anova  menunjukkan bahwa  daun,  bungdan  buah  belimbing  wuluh  sangat  berpengaruh  (P=0,000) dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji Anova daun, bunga dan buah belimbing wuluh terhadap pertumbuhan Candida albicans dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstrak daun, bunga dan buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans disebabkan karena adanya senyawa antijamur yang terkandung di  dalam ekstrak daun, bunga dan buah belimbing wuluh.

Tabel 1. Hasil Anova Daun, Bunga dan Buah Belimbing Wuluh Terhadap Candida albicans.


Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
Between Groups
577.800
3
192.600
24.772
,000
Within Groups
124.400
16
7.775


Total
702.200
19




Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Sementara ekstrak etanol bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan  tanin. Sedangkan ekstrak etanol buah belimbing wuluh  (Averrhoa  bilimbi  L)  mengandung  senyawa alkaloid, saponin, dan tanin (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lathifah (2008), di mana hasil uji fitokimia ekstrak buah belimbing wuluh juga mengandung senyawa yang sama yaitu alkaloid, flavonoid dan tanin. Sementara hasil penelitian Rahayu (2013) terhadap ekstrak metanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) menunjukkan adanya senyawa tanin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisoh (2010) dalam Monalisa (2012) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbii L) juga mengandung senyawa tanin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayati, et al (2010) yang menyatakan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin.
  
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Daun, Bunga dan Buah Belimbing Wuluh.
Uji Fitokimia
Sampel
Daun
Bunga
Buah
Alkaloid



a. Dragendorf
+
+
+
b. Hager
+
+
+
c. Bouchardat
+
+
+
Saponin
+
-
+
Tanin
-
+
+
Flavonoid
+
+
-

Setiap senyawa antijamur tersebut memiliki cara kerja masing-masing dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.  Menurut Kusumaningtyas et al (2008), tanin akan berikatan dengan dinding sel jamur yang akan menghambat aktivasi protease  dan  inaktivasi  secara  langsung.  Dinding  sel  jamur  merupakan  bagian pertama yang akan berinteraksi dengan sel inang, oleh sebab itu ketika dinding sel dirusak oleh senyawa tannin maka proses infeksi tidak akan terjadi.
Flavonoid  mempunyai  aktivitas  anti  kapang  dengan  mengganggu pembentukan  pseudohifa  selama  proses  patogenesis,  sedangkan  untuk  saponin bersifat  sebagai  surfaktan  yang  berbentuk  polar  sehingga  akan  memecah  lapisan lemak pada membran sel yang pada akhirnya menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel, hal tersebut mengakibatkan proses difusi bahan atau zat-zat yang diperlukan oleh jamur dapat terganggu, akhirnya sel membengkak dan pecah (Sugianitri, 2011).
Alkaloid   mempunya aktivitas   sebaga antifung yang   menyebabkan kerusakan membran sel. Alkaloid akan berikatan kuat dengan ergosterol membentuk lubang yang menyebabkan kebocoran membran sel. Hal ini mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel dan kematian sel pada jamur (Mycek et al, 2001; Setiabudy dan Bahry, 2007). 
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 3), rata-rata diameter zona hambat untuk kontrol  berbeda nyata (P<0,05) dengan  daun,  bunga dan  buah  belimbing wuluh. Sementara itu rata-rata diameter zona hambat ekstrak bunga (7,2 mm) berbeda nyata dengan ekstrak daun (12,2 mm) dan ekstrak buah (13,8 mm). Tetapi ekstrak daun dan ekstrak buah tidak berbeda nyata.

Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Rata-rata Diameter Zona Hambat Daun, Bunga dan Buah Belimbing Wuluh Terhadap Candida albicans.

Perlakuan
Rata-rata Diameter Zona Hambat ± SD
(mm)
Kategori Daya Hambat
Aquades
0,00 ± 0,000
Lemah
Ekstrak bunga belimbing wuluh
7,20b ± 0,447
Sedang
Ekstrak daun belimbing wuluh
12,20c ± 3,271
Kuat
Ekstrak buah belimbing wuluh
13,80c ± 4,494
Kuat
Keterangan : Superscript huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Rata-rata  diameter  zona  hambat  yang  diperoleh  diklasifikasikan  dalam kategori respon hambatan pertumbuhan jamur yang dibagi berdasarkan hasil rata-rata diameter zona hambat (mm) yang terbentuk. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak bunga belimbing wuluh termasuk dalam kategori sedang, sedangkan ekstrak daun belimbing wuluh dan buah belimbing wuluh termasuk dalam kategori kuat.

KESIMPULAN
Ekstrak daun, bunga dan buah belimbing wuluh sangat berpengaruh (P=0,000) terhadap pertumbuhan Candida albicans.  Rata-rata  diameter  zona  hambat  ekstrak  bunga  (7,20  mm)  berbeda  nyata dengan ekstrak daun (12,20 mm) dan ekstrak buah (13,80 mm). Tetapi ekstrak buah dan ekstrak daun tidak berbeda nyata.


DAFTAR PUSTAKA

Caranza, F. A. Takei, H. H, Newman, MG. 2002. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Darmani E. H. 2003. Hubungan Antara Pemakaian AKDR dengan kandidiasis Vagina di RSUP Dr. Pirngadi Medan. Usu Repository. Medan.
Hayati, E.K., Jannah, A. Dan Fasya, A. G. 2010. Aktivitas Antibakteri Komponen Tanin Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa billimbi L.) Sebagai Pengawet Alami. Laporan Penelitian Kompetitif Depag. UIN Malang. Malang
Kusumaningtyas, E., Widiati, R.R., Gholib, D. Uji Daya Hambat Ekstrak & Krim Ekstrak   Daun   Sirih   (Piper   betle Terhadap   Candida   albicans   & Trichophyton       mentagriphytes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan &Veteriner.
Lathifah Q. A. 2008. Uji Sensitifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri pada Buah  Belimbing  Wuluh  dengan  Variasi  Pelarut.  Skripsi.  Universitas Negeri Malang, Malang. Tanggal akses 07 Januari 2016.
Mazni R. Aktivitas Antibakteri Ekstrak  Etanol  Umbi Bidara Upas (Merremia mammosa Chois) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Serta Brine Shrimp Lethality Test. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Monalisa. 2012. Pengaruh Sari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa billimbi L.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumbar.
Mycek,  M.J.,  Harvey,  R.A.,  Champe,  P.C.,  FisherB.D.  2001.  Farmakologi Ulasan   Bergambar:   Obat-obat   Antijamur Edisi   2.   Jakarta Widya Medika. pp. 341-7.
Rahayu, P. 2013. Kosentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah Belimbinh Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makasar.
Sari,  M  dan  Suryani,  C.  2014  Pengaruh  Ekstrak  Daun  BelimbinWuluh (Averrhoa bilimbi L) Dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya. Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan, Medan.
Setiabudy, R. dan Bahry, B. 2007. Farmakologi dan Terapi: Obat Jamur. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 571-84.
Sugianitri, Ni Kadek. 2011. Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) Dapat Menghambat Pertumbuhan Koloni Candida albicans Secara In vitro Pada Resin   Akrilik   Heat   Cured. Denpasar: Program   Megiste Studi   Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar