Rabu, 30 Desember 2015

Gustiana, Cut Nurhasanah dan Irnawati *: Jurnal Al-Mumtaz, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2015, hal. 31-36

EFEKTIFITAS KONTAK MENYUSUI DAN PIJAT OKSITOSIN PADA MASA NIFAS TERHADAP PRODUKSI ASI DI WILAYAH PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh:
Gustiana * Cut Nurhasanah * Irnawati *

ABSTRAK
WHO menganjurkan pemberian ASI ekslusif. Hal ini didasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan tubuh, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. ASI dapat mengurangi  kematian yang disebabkan berbagai penyakit seperti diare dan radang paru. Di Indonesia  pemberian ASI ekslusif hanya 61,5%,  Provinsi Aceh cakupan pemberian ASI hanya  49,6% dan Puskesmas Suka Makmur hanya 171 orang ( 46,6%) pada tahun 2012. Meskipun khasiat ASI sangat besar bagi tumbuh kembang bayi, banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan produksi ASI tidak cukup.  Kontak menyusui dan pijat oksitosin merupakan cara peningkatan produksi ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kontak menyusui dan pijat oksitosin pada masa nifas dengan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar.  Penelitian ini menggunakan desain quasy eksperimental dengan rancangan two group post only. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Sibreh berjumlah 32 orang, dibagi dalam 2 kelompok yaitu 16 orang ibu nifas di lakukan kontak menyusui dan 16 orang ibu nifas dilakukan pijat oksitosin. Analisa data dengan menggunakan uji t test independent. Hasil penelitian tidak terdapat perbedaan produksi ASI antara kelompok kontak menyusui dengan kelompok pijat oksitosin., dengan nilai P value = 0,640. Walaupun secara statistic tidak didapatkan perbedaan produksi ASI antara 2 kelompok tersebut, namun secara tiori pijat oksitosin lebih efektif  dibandingkan kontak menyusui terhadap produksi ASI

Kata kunci : Kontak menyusui, Pijat oksitosin, Produksi ASI

THE EFFECTIVENESS OF BREASTFEEDING CONTACT AND OXYTOCIN MASSAGE DURING POSTPARTUM FOR MILK PRODUCTION
IN THE DISTRICT OF PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN ACEH BESAR

ABSTRACT
WHO recommends exclusive breastfeeding. It is based on scientific evidence about the benefits of breastfeeding for endurance, growth and development of infants. Breastfeeding can reduce deaths caused by various diseases such as diarrhea and pneumonia. Exclusive breastfeeding in Indonesia is only 61.5%, Aceh Province breastfeeding coverage only 49.6% and Puskesmas Suka Makmur only 171 mothers (46.6%) in 2012. Although the efficacy of breast milk is great for the growth and development of babies, many mothers does not give exclusive breastfeeding because milk production is not enough. Breastfeeding contact and oxytocin massage is the way to increase milk production. This study aims to determine the effectiveness of breastfeeding contact and oxytocin massage during childbirth with milk production in Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar district.This study uses the design of Experimental Quays with two group post only. The population in this study was all puerperal women in Puskesmas Sibreh amounted to 32 people, divided into 2 groups: 16 people were treated by breastfeeding contact and the other 16 mothers were treated by oxytocin massage. Data analysis uses independent t test. The result of the study shows that there is no difference in milk production between breastfeeding contact group and massage oxytocin group through P value = 0.640. Although it is not found the difference in milk production between both groups, however the oxytocin massage is better than breastfeeding contact for milk production.

Keywords: Breastfeeding Contact, Oxytocin Massage, Milk Production

PENDAHULUAN
WHO menganjurkan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama, hal ini didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangannya. ASI dapat memberikan semua energi dan gizi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya, mengurangi tingkat  kematian bayi dari berbagai penyakit seperti diare, radang paru dan mempercepat pemulihan bila sakit1.
            Di Indonesia pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-6 bulan sebesar 61,5%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 (56,2%) dan 2009 (61.3%). Cakupan tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (79,7%), Nusa Tenggara Timur (79,4%) dan Bengkulu (77,5%). Provinsi dengan cakupan rendah adalah Aceh (49,6%) dan Bali (50,2%). pemberian ASI eksklusif untuk Provinsi Aceh, angka tertinggi Aceh Selatan (14,32%) dan terendah Aceh Tenggara (0,9%) sedangkan  Banda Aceh (1,36%)2. Untuk wilayah Puskesmas Suka Makmur (2014), bayi menyusui Ekslusif hanya 171 bayi orang (46,6%) dari 367 bayi.
Gagalnya pemberian ASI eksklusif, dikarenakan kebiasaan memberikan makanan prelakteal pada bayi dalam beberapa hari setelah melahirkan, hal ini disebabkan oleh tidak lancarnya pengeluaran ASI dan ibu beranggapan bahwa ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian makanan dan minuman  prelacteal dapat mengganggu kelancaran pengeluaran ASI, sehingga dapat mengakibatkan penurunan produksi ASI 3,4.
Penurunan produksi ASI pada beberapa hari pertama setelah melahirkan disebabkan kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, ketenangan fikiran dan keyakinan ibu akan kemampuannya untuk memberi ASI pada bayi 4.
Penelitian yang dilakukan di Australia didapatkan 29% ibu post partum berhenti menyusui karena produksi ASI berkurang5. Penelitian lainnya ditemukan alasan seorang ibu berhenti menyusui bayinya pada bulan pertama post partum,    dikarenakan puting lecet, kesulitan dalam melakukan perlekatan yang benar serta persepsi mereka tentang  ketidakcukupan produksi ASI 6.
Untuk mencapai keberhasilan menyusui, WHO mencanangkan program 7 kontak plus menyusui, bertujuan agar ibu hamil dapat menerima konseling menyusui dari masa kehamilan, persalinan sampai dengan masa nifas. Kontak ke 4 dilakukan pada awal nifas, pada kontak ini ibu dibimbing cara memposisikan bayi dan membantu bayi menyusui dengan perlekatan yang baik. Diberi informasi mengenai keuntungan rawat gabung dan skin to skin, bounding dan kapasitas lambung bayi, sehingga tidak perlu diberikan makanan tambahan lainnya. Kontak ke 4 akan membantu ibu untuk memperoleh kemampuan, minat, kesempatan, emosi dan sikap yang bisa mempengaruhi dalam menentukan pilihan dan pengambilan keputusan untuk menyusui 7            Pijat oksitosin merupakan pemijatan di sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam, yang  merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan8. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let down, akan bermanfaat untuk memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin dan  mempertahankan produksi ASI 8,9
                 Produksi ASI yang kurang pada ibu nifas akan mengakibatkan proses menyusui terganggu. Solusi untuk mengatasi ketidak lancaran produksi ASI adalah dengan kontak menyusui dan pijat oksitosin, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas Kontak Menyusui Dan Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar

 METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan two group post test only. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 4 Agustus s/d 4 September 2014 dengan kunjungan ke rumah responden. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas diwilayah kerja Puskesmas Sibreh   berjumlah 32 orang, dibagi 2 kelompok :  16 ibu nifas dilakukan kontak menyusui dan 16 ibu nifas dilakukan pijat oksitosin.  Pemilihan ibu nifas tersebut berdasarkan  kriteria: a). Ibu tidak sedang mengkonsumsi obat yang mempelancar pengeluaran ASI; b) bayi lahir cukup bulan dan berat badan lahir normal; c) Bayi tidak diberikan susu formula ketika penelitian; d)  Bayi lahir dengan tidak ada cacat fisik dan refleks hisap bayi baik; e) Ibu tidak demam tinggi dan payudara tidak mengalami kelainan seperti mastitis, Ca mammae, gangguan integritas kulit dibagian payudara.    
Intrumen penelitian berupa kuesioner dan lembar observasi. Intervensi Kontak menyusui  dan pijat oksitoksin dilakukan pada hari kedua masa nifas, dilakukan sebanyak 2 kali pagi dan sore dan di observasi satu hari setelah perlakuan.  Selama penelitian berlangsung ibu tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi daun katuk.  Penilaian produksi ASI dalam penelitian ini dengan mengukur volume normal urin bayi per 24 jam 30-50 mg, BAB 2-5 kali, bayi tertidur selama 2-3 jam dan bayi tertidur selama 2-3 jam.



  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelancaran Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014
No
Produksi ASI
 Lancar

Tidak
Lancar



f
%
F
%
N
1
Kontak menyusui
13
81,2
3
18,8
16
2
Pijat oksitosin
14
87,5
2
12,5
16

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa kelancaran produksi ASI terdapat pada kelompok pijat oksitosin yaitu 14 orang (87,5%), dan kontak menyusui 13 orang (81,8%). 




Tabel 2       Pengaruh Kontak Menyusui dan Pijat Oksitosin Pada Masa Nifas Terhadap Produksi ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Tahun 2014

No
Produksi ASI
Mean
SD
P- value
N
1
Kontak Menyusui
1,19
0,403
0,640
16
2
Pijat Oksitosin
1,13
0,342

16

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan oleh ibu nifas untuk meningkatkan produksi ASI yang dilakukan kontak menyusui rata-rata
1,19 hari dengan nilai standar deviasi sebesar 0,403, sedangkan lama waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi ASI yang dilakukan pijat oksitosin rata-rata 1,13 hari dengan nilai standar deviasi  sebesar 0,342. Secara statistik selisih angka tersebut tidak bermakna dengan P-value 0,640 artinya tidak terdapat perbedaan efektifitas antara kontak menyusui dengan pijat oksitosin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadap 50 orang ibu post partum yang dilakukan Purnama,   menyatakan bahwa tidak terdapat  perbedaan yang signifikan antara pijat oksitosin dan breast care terhadap produksi ASI pada ibu post partum dengan Sectio caesarea di RSUD Banyumas tahun 2013. Hasil penelitian diperoleh produksi urin bayi pada ibu yang mendapat intervensi pijat oksitosin berkisar 69.49 mg, dan produksi urin bayi pada ibu yang mendapat intervensi breast care berkisar 70.54 mg 10.
            Masa nifas merupakan masa kritis dalam pemberian ASI, dikarenakan oleh  berbagai masalah, baik pada ibu maupun pada bayi. Masalah dari ibu timbul selama menyusui,  sedangkan pada bayi masalah berkaitan dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi bingung puting atau sering menangis, yang sering diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya 11
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang sampai tulang costae kelima-keenam 12,13. . Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let down. Manfaat dilakukan pijat oksitosin untuk memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi pembengkakan payudara  (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI , ketika ibu dan bayi sakit, dan dapat juga mencegah terjadinya perdarahan pada ibu post partum9.
            Menurut peneliti pijat oksitosin merupakan suatu teknik pemijatan yang paling efektif dalam melancarkan reflek pengeluaran ASI setelah melahirkan. Hormon oksitosin yang dihasilkan melalui proses pemijatan bukan hanya bermanfaat dalam memperlancar pengeluaran ASI namun hormon tersebut juga dapat menimbulkan efek ketenangan jiwa, sehingga kecemasan yang dialami oleh ibu setelah  melahirkan dapat diminimalisir. Selain itu pijat oksitosin ini dapat mengurangi rasa lelah ibu setelah menjalani proses melahirkan, sehingga ibu lebih nyaman dalam menyusui bayinya. 
Responden yang dilakukan pijat oksitosin mengatakan bahwa jumlah ASI yang dihasilkan setelah dipijat cukup, sehingga bayi jadi sering menyusui tampa di jadual, disamping itu bayi tidak menolak saat diberikan ASI. Setelah dipijat dan keteraturan hisapan bayi inilah yang diyakini responden dapat menambah produksi ASI.  
Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah faktor psikis ibu, bila ibu menyusui selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan produksi ASI berhenti sama sekali.14
  Pada responden yang dilakukan Kontak menyusui, disini ibu dibimbing cara memposisikan bayi dan membantu bayi menyusu dengan perlekatan yang baik, diberikan informasi tentang perkembangan bayi dan ASI ekslusif, keuntungan rawat gabung, skin to skin contact, gizi ibu menyusui. Informasi lain yang diberikan adalah frekuensi bayi menyusu, bounding dan kapasitas lambung bayi sehingga tidak perlu diberikan cairan tambahan lain7
Menurut asumsi peneliti faktor penghambat produksi ASI pada ibu yang dilakukan kontak menyusui adalah pantangan makanan oleh ibu. Hal ini berdasarkan temuan disaat penelitian,  dimana  ibu hanya mengkonsumsi nasi putih dan ikan teri yang digoreng saja, tampa makanan lainnya seperti sayur dan buah-buahan.  Selain itu, terdapat juga ibu dengan puting susu tidak menonjol, sehingga membuat bayi malas untuk menyusui, sehingga menimbulkan sikap emosional pada saat ibu menyusui.  Hal ini dikerenakan  kurangnya niat ibu, meskipun sudah diberi perlakuan kontak menyusui belum tentu ibu melakukan tehnik menyusui dengan benar,  karena dipengaruhi kondisi bayi yang rewel dan ibu beranggapan ASI tidak cukup untuk bayi akibatnya ibu tidak menyusui bayinya, sehingga frekuensi menyusui kurang, akibatnya produksi ASI tidak meningkat5
Pada ibu yang baru saja melewati proses persalinannya sering merasa kelelahan dan stres akibat rasa sakit yang dialami saat menjalani persalinannya, serta ketegangan otot, untuk itu dukungan dari  suami, keluarga ataupun tenaga kesehatan sangat diperlukan, serta pemenuhan nutrisi serta istirahat yang cukup akan membuat tubuh ibu menjadi rileks dan nyaman.

KESIMPULAN
1.      Pada 16 orang ibu nifas yang telah dilakukan intervensi kontak menyusui didapatkan produksi ASI nya lancar sebanyak 13 orang (81,2%).
2.       Pada 16 orang ibu nifas yang telah dilakukan intervensi Pijat oksitosin i didapatkan produksi ASI nya lancar sebanyak 14 orang (87,5%).
3.      Tidak ada perbedaan kelancaran produksi ASI pada ibu nifas setelah dilakukan kontak menyusui dan pijat oksitosin dengan nilai p value =  0,640.

SARAN
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya, dapat mengembangkan penelitian lanjutan dengan melakukan kontak sedini mungkin yaitu kontak 1, kontak 2 dan kontak 3









DAFTAR PUSTAKA

    1Linkages. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja: Satu-satunya Sumber Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini. www. Linkagesproject. Org. (dikutip tanggal  Maret 2011).
2Profil Kesehatan Aceh (2010)
 3Riskani, R. 2012, Keajaiban ASI,   penerbit : Dunia Sehat
4Yuliarti,Herti 2010, Keajaiban ASI-Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan dan kelincahan Si Kecil,  Ed.1. – Yogyakarta : Andi.
Colin, W.B., & Scott, J.A. 2002. Breastfeeding:reasons for starting, reasons for stopping and problems along the way. Australia: School of Public Health
6Ahluwalia, I.B., Morrow, B., & Hsia, J. 2005. Why do women stop breastfeeding? Finding from the pregnancy risk assessment and monitoring system. Journal Pediatrics, 116, 1408 1412
7 Hasna, S , 2012, Tujuh  kontak plus menyusui
8WHO-UNICEF, 2007, Modul  Pelatihan Konseling Menyusui dan pelatihan Fasilitator konseling Menyusui, Depkes RI, Jakarta
9Depkes RI 2007, Pelatihan Konseling Menyusui, Direktorat Jenderal Bina kesehatan         Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat
10 Purnama 2013 “Efektivitas Antara Pijat Oksitosin dan Breast Care Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Dengan Sectio Caesarea Di RSUD Banyumas tahun 2013, Universitas Jenderal soedirman,Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Keperawatan Purwokerto.
11Suradi, R. (2004). Bahan bacaan manajemen laktasi. Jakarta : Perinasia
12Biancuzzo, M. 2003. Breastfeeding the newborn: Clinical strategies for nurses. St. Louis: Mosby.
13  Roesli, U 2008. Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif.   Jakarta :           Pustaka  Bunda

14 Lawrence, R.A. 2004. Breastfeeding a guide for the medical profession. St Louis: Cv Mosby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar