EFEKTIFITAS
KONTAK MENYUSUI DAN PIJAT OKSITOSIN PADA
MASA NIFAS TERHADAP PRODUKSI ASI DI
WILAYAH PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN
ACEH BESAR
Oleh:
Gustiana
* Cut Nurhasanah * Irnawati *
ABSTRAK
WHO menganjurkan pemberian ASI ekslusif. Hal
ini didasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan tubuh,
pertumbuhan, dan perkembangan bayi. ASI dapat mengurangi kematian yang disebabkan berbagai penyakit
seperti diare dan radang paru. Di Indonesia pemberian ASI ekslusif hanya
61,5%, Provinsi Aceh cakupan pemberian
ASI hanya 49,6% dan Puskesmas Suka
Makmur hanya 171 orang ( 46,6%) pada tahun 2012. Meskipun khasiat ASI sangat besar bagi tumbuh
kembang bayi, banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan
produksi ASI tidak cukup. Kontak menyusui
dan pijat
oksitosin merupakan cara peningkatan produksi ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas kontak menyusui
dan pijat oksitosin pada masa nifas dengan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Suka
Makmur Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan desain quasy
eksperimental dengan rancangan two group post only. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Sibreh berjumlah 32 orang, dibagi dalam 2 kelompok yaitu 16 orang ibu nifas di lakukan kontak menyusui dan 16 orang ibu nifas
dilakukan pijat oksitosin. Analisa
data dengan menggunakan uji t test independent. Hasil penelitian tidak terdapat perbedaan produksi
ASI antara kelompok kontak menyusui dengan kelompok pijat oksitosin., dengan
nilai P value = 0,640. Walaupun secara statistic tidak didapatkan perbedaan
produksi ASI antara 2 kelompok tersebut, namun secara tiori pijat oksitosin
lebih efektif dibandingkan kontak
menyusui terhadap produksi ASI
Kata kunci : Kontak menyusui, Pijat
oksitosin, Produksi ASI
THE
EFFECTIVENESS OF BREASTFEEDING CONTACT AND OXYTOCIN MASSAGE DURING POSTPARTUM
FOR MILK PRODUCTION
IN
THE DISTRICT OF PUSKESMAS SUKA MAKMUR
KABUPATEN
ACEH BESAR
ABSTRACT
WHO recommends exclusive breastfeeding. It is based on scientific
evidence about the benefits of breastfeeding for endurance, growth and
development of infants. Breastfeeding can reduce deaths caused by various
diseases such as diarrhea and pneumonia. Exclusive breastfeeding in Indonesia
is only 61.5%, Aceh Province breastfeeding coverage only 49.6% and Puskesmas
Suka Makmur only 171 mothers (46.6%) in 2012. Although the efficacy of breast
milk is great for the growth and development of babies, many mothers does not
give exclusive breastfeeding because milk production is not enough.
Breastfeeding contact and oxytocin massage is the way to increase milk
production. This study aims to determine the effectiveness of breastfeeding
contact and oxytocin massage during childbirth with milk production in
Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar district.This study uses the design of Experimental Quays with two group post only. The population
in this study was all puerperal women in Puskesmas Sibreh amounted to 32
people, divided into 2 groups: 16 people were treated by breastfeeding contact
and the other 16 mothers were treated by oxytocin massage. Data analysis uses
independent t test. The result of the study shows that there is no difference
in milk production between breastfeeding contact group and massage oxytocin
group through P value = 0.640. Although it is not found the difference in milk
production between both groups, however the oxytocin massage is better than
breastfeeding contact for milk production.
Keywords:
Breastfeeding Contact, Oxytocin Massage, Milk Production
PENDAHULUAN
WHO
menganjurkan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama, hal ini didasarkan
pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan
dan perkembangannya. ASI dapat memberikan semua energi dan gizi yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya, mengurangi tingkat kematian bayi dari berbagai penyakit seperti
diare, radang paru dan mempercepat pemulihan bila sakit1.
Di Indonesia pemberian ASI Ekslusif pada bayi 0-6 bulan sebesar
61,5%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 (56,2%) dan 2009 (61.3%).
Cakupan tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (79,7%), Nusa Tenggara Timur
(79,4%) dan Bengkulu (77,5%). Provinsi dengan cakupan rendah adalah Aceh
(49,6%) dan Bali (50,2%). pemberian ASI
eksklusif untuk Provinsi Aceh, angka tertinggi Aceh Selatan (14,32%) dan terendah Aceh Tenggara (0,9%) sedangkan Banda Aceh (1,36%)2. Untuk wilayah Puskesmas Suka Makmur (2014), bayi menyusui Ekslusif hanya
171 bayi orang (46,6%) dari 367 bayi.
Gagalnya pemberian ASI eksklusif,
dikarenakan kebiasaan memberikan makanan prelakteal
pada bayi dalam beberapa hari setelah melahirkan, hal ini disebabkan oleh tidak lancarnya
pengeluaran ASI dan ibu beranggapan bahwa ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan
bayi. Pemberian makanan dan minuman prelacteal
dapat mengganggu kelancaran pengeluaran ASI, sehingga dapat mengakibatkan
penurunan produksi ASI 3,4.
Penurunan produksi ASI pada beberapa hari
pertama setelah melahirkan disebabkan kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan
oksitosin yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, ketenangan fikiran dan
keyakinan ibu akan kemampuannya untuk memberi ASI pada bayi 4.
Penelitian yang dilakukan di Australia didapatkan 29% ibu
post partum berhenti menyusui karena
produksi ASI berkurang5. Penelitian lainnya ditemukan alasan seorang
ibu berhenti menyusui bayinya pada bulan pertama post partum, dikarenakan
puting lecet, kesulitan dalam melakukan perlekatan yang benar serta persepsi
mereka tentang ketidakcukupan produksi
ASI 6.
Untuk mencapai keberhasilan menyusui, WHO
mencanangkan program 7 kontak plus menyusui, bertujuan agar ibu hamil dapat
menerima konseling menyusui dari masa kehamilan, persalinan sampai dengan masa
nifas. Kontak ke 4 dilakukan pada awal nifas, pada kontak ini ibu dibimbing cara memposisikan
bayi dan membantu bayi menyusui dengan perlekatan yang baik. Diberi informasi
mengenai keuntungan rawat gabung dan skin
to skin, bounding dan kapasitas
lambung bayi, sehingga tidak perlu diberikan makanan tambahan lainnya. Kontak ke
4 akan membantu ibu untuk memperoleh kemampuan, minat, kesempatan, emosi dan
sikap yang bisa mempengaruhi dalam menentukan pilihan dan pengambilan keputusan
untuk menyusui 7 Pijat oksitosin merupakan pemijatan di sepanjang
tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam,
yang merupakan usaha untuk merangsang
hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan8. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk
merangsang refleks oksitosin atau
reflex let down, akan bermanfaat
untuk memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin dan mempertahankan produksi ASI 8,9
Produksi ASI yang kurang pada ibu nifas akan
mengakibatkan proses menyusui terganggu. Solusi untuk mengatasi ketidak
lancaran produksi ASI adalah dengan kontak menyusui dan pijat oksitosin,
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas Kontak Menyusui Dan Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI Di
Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan two group post test only. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 4 Agustus s/d 4 September 2014 dengan kunjungan ke rumah
responden. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu nifas diwilayah kerja Puskesmas Sibreh berjumlah 32 orang, dibagi 2 kelompok : 16 ibu nifas dilakukan kontak menyusui dan 16 ibu nifas dilakukan pijat oksitosin. Pemilihan ibu nifas tersebut berdasarkan kriteria: a). Ibu tidak
sedang mengkonsumsi obat yang mempelancar pengeluaran ASI; b) bayi lahir cukup
bulan dan berat badan lahir normal; c) Bayi tidak diberikan susu formula ketika
penelitian; d) Bayi lahir dengan tidak
ada cacat fisik dan refleks hisap bayi baik; e) Ibu tidak demam tinggi dan
payudara tidak mengalami kelainan seperti mastitis, Ca mammae, gangguan
integritas kulit dibagian payudara.
Intrumen penelitian berupa kuesioner dan lembar observasi.
Intervensi Kontak menyusui dan pijat
oksitoksin dilakukan pada hari kedua masa nifas, dilakukan sebanyak 2 kali pagi
dan sore dan di observasi satu hari setelah perlakuan. Selama penelitian berlangsung ibu tidak
dianjurkan untuk mengkonsumsi daun katuk. Penilaian produksi ASI dalam penelitian ini
dengan mengukur volume normal urin bayi per 24 jam 30-50 mg, BAB 2-5 kali, bayi
tertidur selama 2-3 jam dan bayi tertidur selama 2-3 jam.
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelancaran
Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar Tahun
2014
No
|
Produksi ASI
|
Lancar
|
|
Tidak
|
Lancar
|
|
|
|
f
|
%
|
F
|
%
|
N
|
1
|
Kontak
menyusui
|
13
|
81,2
|
3
|
18,8
|
16
|
2
|
Pijat
oksitosin
|
14
|
87,5
|
2
|
12,5
|
16
|
Berdasarkan tabel
1 di atas dapat dilihat bahwa kelancaran produksi ASI terdapat pada kelompok
pijat oksitosin yaitu 14 orang (87,5%), dan kontak menyusui 13 orang
(81,8%).
Tabel 2 Pengaruh Kontak
Menyusui dan Pijat Oksitosin Pada Masa Nifas Terhadap Produksi ASI Di Wilayah Kerja Puskesmas Suka Makmur Tahun
2014
No
|
Produksi ASI
|
Mean
|
SD
|
P-
value
|
N
|
1
|
Kontak
Menyusui
|
1,19
|
0,403
|
0,640
|
16
|
2
|
Pijat
Oksitosin
|
1,13
|
0,342
|
|
16
|
Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa lama waktu yang dibutuhkan oleh ibu nifas untuk meningkatkan produksi ASI
yang dilakukan kontak menyusui rata-rata
1,19 hari dengan nilai standar deviasi
sebesar 0,403, sedangkan lama waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi
ASI yang dilakukan pijat oksitosin rata-rata 1,13 hari dengan nilai standar
deviasi sebesar 0,342. Secara statistik
selisih angka tersebut tidak bermakna dengan P-value 0,640 artinya tidak terdapat perbedaan efektifitas antara
kontak menyusui dengan pijat oksitosin.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadap 50 orang ibu post partum yang
dilakukan Purnama, menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara pijat oksitosin dan breast
care terhadap produksi ASI pada ibu post
partum dengan Sectio caesarea di
RSUD Banyumas tahun 2013. Hasil penelitian diperoleh produksi urin bayi pada
ibu yang mendapat intervensi pijat oksitosin berkisar 69.49 mg, dan produksi
urin bayi pada ibu yang mendapat intervensi breast
care berkisar 70.54 mg 10.
Masa nifas
merupakan masa kritis dalam pemberian ASI, dikarenakan oleh berbagai masalah, baik pada ibu maupun pada
bayi. Masalah dari ibu timbul selama menyusui, sedangkan pada bayi masalah berkaitan dengan
manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi bingung puting atau sering
menangis, yang sering diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak
tepat untuk bayinya 11
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada
sepanjang tulang belakang sampai tulang costae kelima-keenam
12,13. . Pijat
oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let
down. Manfaat dilakukan pijat oksitosin untuk memberikan kenyamanan pada
ibu, mengurangi pembengkakan payudara (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan
produksi ASI , ketika ibu dan
bayi sakit, dan dapat juga mencegah terjadinya perdarahan pada ibu post partum9.
Menurut peneliti pijat oksitosin merupakan suatu teknik pemijatan yang
paling efektif dalam melancarkan reflek pengeluaran ASI setelah melahirkan.
Hormon oksitosin yang dihasilkan melalui proses pemijatan bukan hanya
bermanfaat dalam memperlancar pengeluaran ASI namun hormon tersebut juga dapat
menimbulkan efek ketenangan jiwa, sehingga kecemasan yang dialami oleh ibu setelah
melahirkan dapat diminimalisir. Selain
itu pijat oksitosin ini dapat mengurangi rasa lelah ibu setelah menjalani
proses melahirkan, sehingga ibu lebih nyaman dalam menyusui bayinya.
Responden yang dilakukan pijat
oksitosin mengatakan bahwa jumlah ASI yang dihasilkan setelah dipijat cukup,
sehingga bayi jadi sering menyusui tampa di jadual, disamping itu bayi tidak
menolak saat diberikan ASI. Setelah dipijat dan keteraturan hisapan bayi inilah
yang diyakini responden dapat menambah produksi ASI.
Faktor lain
yang mempengaruhi produksi ASI adalah faktor psikis ibu, bila ibu menyusui
selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk
ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan produksi ASI berhenti
sama sekali.14
Pada
responden yang dilakukan Kontak menyusui, disini ibu dibimbing cara
memposisikan bayi dan membantu bayi menyusu dengan perlekatan yang baik,
diberikan informasi tentang perkembangan bayi dan ASI ekslusif, keuntungan
rawat gabung, skin to skin contact, gizi ibu menyusui. Informasi lain yang diberikan adalah frekuensi bayi
menyusu, bounding dan kapasitas
lambung bayi sehingga tidak perlu diberikan cairan tambahan lain7
Menurut asumsi peneliti faktor penghambat produksi ASI
pada ibu yang dilakukan kontak menyusui adalah pantangan makanan oleh ibu. Hal
ini berdasarkan temuan disaat penelitian,
dimana ibu hanya mengkonsumsi
nasi putih dan ikan teri yang digoreng saja, tampa makanan lainnya seperti
sayur dan buah-buahan. Selain itu,
terdapat juga ibu dengan puting susu tidak menonjol, sehingga membuat bayi
malas untuk menyusui, sehingga menimbulkan sikap emosional pada saat ibu
menyusui. Hal ini dikerenakan kurangnya niat ibu, meskipun sudah diberi
perlakuan kontak menyusui belum tentu ibu melakukan tehnik menyusui dengan
benar, karena dipengaruhi kondisi bayi
yang rewel dan ibu beranggapan ASI tidak cukup untuk bayi akibatnya ibu tidak
menyusui bayinya, sehingga frekuensi menyusui kurang, akibatnya produksi ASI
tidak meningkat5
Pada ibu yang baru saja melewati proses persalinannya sering merasa
kelelahan dan stres akibat rasa sakit yang dialami saat menjalani persalinannya, serta
ketegangan otot, untuk itu dukungan dari
suami, keluarga ataupun tenaga kesehatan sangat diperlukan, serta pemenuhan
nutrisi serta istirahat yang cukup akan membuat tubuh ibu menjadi rileks dan
nyaman.
KESIMPULAN
1. Pada 16 orang ibu nifas yang telah
dilakukan intervensi kontak menyusui didapatkan produksi ASI nya lancar
sebanyak 13 orang (81,2%).
2. Pada 16 orang ibu nifas yang telah dilakukan
intervensi Pijat oksitosin i didapatkan produksi ASI nya lancar sebanyak 14
orang (87,5%).
3. Tidak ada perbedaan kelancaran
produksi ASI pada ibu nifas setelah dilakukan kontak menyusui dan pijat
oksitosin dengan nilai p value = 0,640.
SARAN
Diharapkan kepada peneliti
selanjutnya, dapat mengembangkan penelitian lanjutan dengan melakukan kontak
sedini mungkin yaitu kontak 1, kontak 2 dan kontak 3
DAFTAR PUSTAKA
1Linkages.
2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI
saja: Satu-satunya Sumber Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini. www.
Linkagesproject. Org. (dikutip tanggal
Maret 2011).
2Profil Kesehatan
Aceh (2010)
3Riskani, R. 2012, Keajaiban ASI, penerbit : Dunia Sehat
4Yuliarti,Herti
2010, Keajaiban ASI-Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan dan kelincahan Si Kecil,
Ed.1. – Yogyakarta : Andi.
5 Colin,
W.B., & Scott, J.A. 2002. Breastfeeding:reasons
for starting, reasons for stopping and problems along the way. Australia:
School of Public Health
6Ahluwalia, I.B., Morrow, B., & Hsia, J. 2005. Why do women stop breastfeeding? Finding
from the pregnancy risk assessment and monitoring system. Journal Pediatrics,
116, 1408 1412
7 Hasna, S , 2012, Tujuh kontak plus menyusui
8WHO-UNICEF, 2007, Modul Pelatihan Konseling
Menyusui dan pelatihan Fasilitator konseling Menyusui, Depkes RI, Jakarta
9Depkes RI
2007, Pelatihan Konseling Menyusui,
Direktorat Jenderal Bina kesehatan Masyarakat
dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat
10 Purnama 2013 “Efektivitas
Antara Pijat Oksitosin dan Breast Care
Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post
Partum Dengan Sectio Caesarea Di
RSUD Banyumas tahun 2013, Universitas
Jenderal soedirman,Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Keperawatan Purwokerto.
11Suradi, R. (2004). Bahan bacaan manajemen laktasi. Jakarta
: Perinasia
12Biancuzzo,
M. 2003. Breastfeeding the newborn:
Clinical strategies for nurses. St. Louis: Mosby.
13 Roesli, U 2008. Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda
14 Lawrence, R.A.
2004. Breastfeeding a guide for the
medical profession. St Louis: Cv Mosby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar