HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN
DENGAN STATUS OBESITAS
Oleh:
Nunung Sri Mulyani
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jurusan Gizi Banda Aceh
ABSTRAK
Kegemukan dan
obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau
berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa resiko kesehatan pada seorang
individu. Kegemukan dan obesitas mempengaruhi banyak orang dari segala usia,
jenis kelamin, ras, dan kelompok etnis. Ini merupakan masalah kesehatan yang
serius dan telah berkembang sejak lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi makanan
jajanan dengan status obesitas pada siswa SMP Negeri 1 Banda Aceh. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional study
yang ingin melihat bagaimana hubungan antara frekuensi konsumsi makanan jajanan
dengan status obesitas pada siswa SMP Negeri 1 Banda Aceh. Hasil yang diperoleh yaitu dari 5 makanan jajanan yang
berhubungan dengan status obesitas adalah 1 jenis jajanan yaitu bakso sedangkan
4 jajanan lainnya tidak ada hubungan dengan status obesitas. Adanya hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan pada
jenis makanan bakso dengan menggunakan uji statistic chi-square dan tidak ada
hubungan antara frekuensi konsumsi makanan jajanan siomay, mie goreng, es krim
dan nasi goreng dengan menggunakan uji statistic chi-square. Diharapkan bagi pihak sekolah agar dapat memperhatikan jajanan yang di jual di
sekitaran sekolah.
Kata Kunci: Obesitas, Frekuensi
Makanan Jajanan
Pendahuluan
Kegemukan
dan obesitas didefinisikan oleh WHO sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau
berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa resiko kesehatan pada seorang
individu. Dengan kata lain, obesitas adalah kondisi dimana lemak tubuh telah
menumpuk sehingga bisa menimbulkan efek buruk pada kesehatan (Rina,2011).
Kegemukan
dan obesitas mempengaruhi banyak orang dari segala usia, jenis kelamin, ras,
dan kelompok etnis. Ini merupakan masalah kesehatan yang serius dan telah
berkembang sejak lama. Di negara maju, obesitas bahkan telah meningkat dua kali
lipat sejak tahun 80-an. Seperti di Amerika, yang mana orang-orang dewasa yang
tinggal disana hampir sepertiganya gemuk. Tentu kita bisa membandingkan tingkat
obesitas untuk masyarakat Indonesia dengan negara lainnya seperti Amerika,
India, Jepang, atau bahkan Malaysia sekalipun. Tingkat obesitas berbeda-beda
dari satu negara ke Negara lain, mungkin ini merupakan cerminan dari gaya
hidup, genetik, dan faktor ekonomi. (Rina, 2011).
Banyak
faktor penyebab obesitas, salah satunya adalah kebiasaan makan. Kebiasaan makan
anak kini telah bergeser jauh, dari makanan yang sehat (seperti buah-buahan,
sayuran, gandum, dan padi-padian) menjadi ketergantungan terhadap
makanan-makanan berisiko seperti makanan cepat saji, makanan ringan olahan, dan
minuman manis. Makanan–makanan ini cenderung tinggi lemak dan kalori. Dan pola
lainnya yang terkait dengan obesitas adalah kebiasaan makan sambil nonton TV,
faktor genetik,status soaial ekonomi, gaya hidup yang tidak aktif, lingkungan,
kurangnya keseimbangan energi, kehamilan, usia, obat-obatan, dan kurang tidur
(rina, 2011)
Dampak
kesehatan dari obesitas adalah bisa terjadinya penyakit jantung koroner,
tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, stroke, kanker, gagal jantung, jerawatan
dan masih banyak penyakit yang lainnya (rina, 2011).
Berdasarkan data yang di peroleh
dari provinsi Aceh masalah kegemukan sudah terlihat tinggi dengan prevalensi
16,6%. Data Riskesdas tahun 2007 menyatakan bahwa anak yang berusia 6-14 tahun
di Aceh Tenggara menunjukkan prevalensi kegemukan untuk anak laki-laki 9,3% dan
untuk anak perempuan 3,8% menurut jenis kelamin menurut kabupaten/kota provinsi
NAD dan prevalensi BB lebih anak umur 6-14 tahun menurut karakteristik, umur 13
tahun laki-laki 3,8% dan perempuan 2,5% umur 14 tahun laki-laki 2,5% dan
perempuan 1,5% (riskesdas,2007).
Konsumsi
makanan jajanan salah satu cara yang dapat menyebabkan perkembangan tubuh
menyimpang dari keadan normal terlebih jika ini terjadi pada tepat pada usia
perkembangan. Remaja yang sedang dalam usia perkembangan mayoritas memiliki
tubuh gemuk, dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan dan kurang kontrolnya
remaja pada saat mengkonsumsi makanan.
l 1.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan (bakso tehadap status gizi)
No
|
Frekuensi
Makanan Jajanan (Bakso)
|
Indeks massa
tubuh
|
Total
|
P- Value
|
||||||
Kurus
|
Normal
|
Obesitas
|
||||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|||
1
|
Tidak Pernah
|
1
|
100
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
100
|
0,03
|
2
|
Jarang
|
6
|
8,6
|
60
|
85,7
|
4
|
5,7
|
70
|
100
|
|
3
|
Sering
|
2
|
5,7
|
31
|
88,6
|
2
|
5,7
|
35
|
100
|
|
4
|
Selalu
|
0
|
0
|
13
|
92,9
|
1
|
7,1
|
14
|
100
|
|
Total
|
9
|
7,5
|
104
|
86,7
|
7
|
5,8
|
120
|
100
|
Metode
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional
study yang ingin melihat bagaimana hubungan antara frekuensi konsumsi makanan
jajanan dengan status obesitas pada siswa kelas II SMP Negeri 1 kutacane
kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini di lakukan di SMP Negeri 1 kutacane
pada tanggal Juli 2012.
Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas II SMP Negeri 1 kutacane. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara total sampling. Data
berat badan dan tinggi badan yang diperoleh dengan cara penimbangan dan
pengukuran langsung, serta mengukur makanan yang sering di konsumsi di peroleh
dengan menggunakan daftar FFQ. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui
hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan sebagai faktor terjadinya obesitas
dengan menggunakan uji statistik chi-square
dengan menggunakan bantuan komputer.
Berdasarkan
tabel 8. diatas diketahui bahwa sampel yang tingkat frekuensi makanan jajanan
(bakso) tidak pernah memiliki status gizi kurus sebanyak 1 orang (100 %),
sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (bakso) jarang memiliki status gizi kurus sebanyak 6 orang (8,6
%), sedangkan yang memiliki status gizi normal terdapat sebanyak 60 orang (85,7
%) dan sampel yang memiliki status gizi obesitas sebanyak 4 orang (5,7 %).
Sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (bakso) sering memiliki status gizi kurus sebanyak 2 orang (5,7
%), sedangkan sampel yang memiliki status gizi normal sebanyak sebanyak 31
orang (88,6 %), dan yang memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 2
orang (5,7 %). Pada Sampel yang tingkat frekuensi makan makanan jajanan (bakso)
selalu memiliki status gizi normal sebanyak 13 orang (92,9 %), sedangkan sampel
yang memiliki status gizi obesitas sebanyak sebanyak 1 orang (7,1 %).
Maka dari hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square pada derajat kepercayaan 95 % menghasilkan P-value 0,03.
Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara
frekuensi makan makanan jajanan bakso dengan status gizi obesitas berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT).
1.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan (Siomay) Terhadap Status Gizi
Tabel 1. Hubungan Frekuensi
Konsumsi Makanan Jajanan (Siomay Terhadap Status Gizi)
No
|
Frekuensi
Makanan Jajanan (Siomay)
|
Indeks massa
tubuh
|
Total
|
P- Value
|
||||||
Kurus
|
Normal
|
Obesitas
|
||||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|||
1
|
Jarang
|
2
|
13,3
|
12
|
80,0
|
1
|
6,7
|
15
|
100
|
0,14
|
2
|
Sering
|
4
|
6,1
|
61
|
92,4
|
1
|
1,5
|
66
|
100
|
|
3
|
Selalu
|
3
|
7,7
|
31
|
79,5
|
5
|
12,8
|
39
|
100
|
|
Total
|
9
|
7,5
|
104
|
86,7
|
7
|
5,8
|
120
|
100
|
Berdasarkan
tabel 1. diatas diketahui bahwa sampel yang tingkat frekuensi makan makanan
jajanan (siomay) jarang memiliki status gizi kurus sebanyak 2 orang (13,3 %),
sedangkan yang memiliki status gizi normal sebanyak 12 orang (80,0 %) dan
sampel yang memiliki status gizi obesitas sebanyak 1 orang (6,7 %). Pada sampel
yang tingkat frekuensi makan makanan jajanan (siomay) sering memiliki status gizi kurus sebanyak 4
orang (6,1 %), sedangkan yang memiliki status gizi normal terdapat sebanyak 61
orang (92,4 %) dan sampel yang memiliki status gizi obesitas sebanyak 1 orang
(1,5 %).
Sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (siomay) selalu memiliki status gizi kurus sebanyak 3 orang
(7,7 %), sedangkan sampel yang memiliki status gizi normal sebanyak sebanyak 31
orang (79,5 %), dan yang memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 5
orang (12,8 ) Maka dari hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square pada
derajat kepercayaan 95 % menghasilkan P-value 0,14. Hal ini menunjukkan bahwa
secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makanan
jajanan siomay dengan status gizi obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT).
2.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan (Es Krim )
Terhadap Status Gizi
Tabel 2. Hubungan Frekuensi
Konsumsi Makanan jajanan (Es Krim Terhadap Status Gizi)
No
|
Frekuensi
Makan jajanan (Es Krim)
|
Indeks massa
tubuh
|
Total
|
P- Value
|
||||||
Kurus
|
Normal
|
Obesitas
|
||||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
|||
1
|
Jarang
|
2
|
5,7
|
32
|
91,4
|
1
|
2,9
|
35
|
100
|
0,67
|
2
|
Sering
|
7
|
9,3
|
63
|
84,0
|
5
|
6,7
|
75
|
100
|
|
3
|
Selalu
|
0
|
0
|
9
|
90,0
|
1
|
10,0
|
10
|
100
|
|
Total
|
9
|
7,5
|
104
|
86,7
|
7
|
5,8
|
120
|
100
|
Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa sampel yang tingkat
frekuensi makan makanan jajanan (Es Krim) jarang yang memiliki status gizi
kurus sebanyak 2 orang (5,7 %), sedangkan yang memiliki status gizi normal
sebanyak 32 orang (91,4 %) dan sampel yang memiliki status gizi obesitas
terdapat sebanyak 1 orang (2,9 %). Pada sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (Es Krim) sering yang memiliki status gizi kurus sebanyak 7
orang (9,3 %), sedangkan yang memiliki status gizi normal terdapat sebanyak 63
orang (84,0 %) dan yang memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 5 orang
(6,7 %).
Sampel yang
tingkat frekuensi makan makanan jajanan (siomay) selalu memiliki status gizi normal sebanyak sebanyak 9 orang (90,0
%), dan yang memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 1 orang (10,0 %).
Maka dari hasil
uji statistik dengan menggunakan chi-square pada derajat kepercayaan 95 %
menghasilkan P-value 0,67. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara frekuensi makan makanan jajanan es krim dengan
status gizi obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
3.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan (Mie
Goreng) Terhadap Status Gizi
No
|
Frekuensi
Makan jajanan (Mie Goreng)
|
Indeks massa
tubuh
|
Total
|
P- Value
|
||||||
Kurus
|
Normal
|
Obesitas
|
||||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
|||
1
|
Jarang
|
2
|
25,0
|
6
|
75,0
|
0
|
0
|
8
|
100
|
0,19
|
2
|
Sering
|
6
|
9,2
|
55
|
84,6
|
4
|
6,2
|
65
|
100
|
|
3
|
Selalu
|
1
|
2,1
|
43
|
91,5
|
3
|
6,4
|
47
|
100
|
|
Total
|
9
|
7,5
|
104
|
86,7
|
7
|
5,8
|
120
|
100
|
Tabel 3. Hubungan Frekuensi
Konsumsi Makanan jajanan (Mie Goreng) Terhadap Status Gizi)
Berdasarkan tabel 3. diatas
diketahui bahwa sampel yang tingkat frekuensi makan makanan jajanan (Mie
Goreng) jarang yang memiliki status gizi kurus sebanyak 2 orang (25,0 %),
sedangkan yang memiliki status gizi normal sebanyak 6 orang (75,0 %). Pada
sampel yang tingkat frekuensi makan makanan jajanan (Mie Goreng) sering yang
memiliki status gizi kurus sebanyak 6 orang (9,2 %), sedangkan yang memiliki
status gizi normal terdapat sebanyak 55 orang (84,6 %) dan yang memiliki status
gizi obesitas terdapat sebanyak 4 orang (6,2 %).
Sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (Mie Goreng) selalu memiliki status gizi kurus sebanyak sebanyak 1 orang (2,1 %),
sedangkan yang memiliki status gizi normal terdapat sebanyak 43 orang (91,5%)
dan yang memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 3 orang (6,4%).
Maka dari hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square pada derajat kepercayaan 95 % menghasilkan P-value 0,19.
Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara frekuensi makan makanan jajanan mie goreng dengan status gizi obesitas
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
4.
Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan (Nasi
Goreng ) Terhadap Status Gizi
Tabel 4. Hubungan Frekuensi
Konsumsi Makanan jajanan (Nasi Goreng Terhadap Status Gizi
No
|
Frekuensi
Makan jajanan (Nasi Goreng)
|
Indeks
massa tubuh
|
Total
|
P- Value
|
||||||
Kurus
|
Normal
|
Obesitas
|
||||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
N
|
%
|
|||
1
|
Jarang
|
1
|
7,7
|
11
|
84,6
|
1
|
7,7
|
13
|
100
|
0,81
|
2
|
Sering
|
6
|
9,8
|
51
|
83,6
|
4
|
6,6
|
61
|
100
|
|
3
|
Selalu
|
2
|
4,3
|
42
|
91,3
|
2
|
4,3
|
46
|
100
|
|
Total
|
9
|
7,5
|
104
|
86,7
|
7
|
5,8
|
120
|
100
|
Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui bahwa
sampel yang tingkat frekuensi makan makanan jajanan (Nasi Goreng) jarang yang
memiliki status gizi kurus terdapat sebanyak 1 orang (7,7 %) sedangkan yang
memiliki status gizi normal sebanyak 11 orang (84,6 %) dan yang memiliki status
gizi obesitas terdapat sebanyak 1 orang (7,7 %). Pada sampel yang tingkat
frekuensi makan makanan jajanan (Nasi Goreng) sering yang memiliki status gizi
kurus sebanyak 6 orang (9,8 %) sedangkan yang memiliki status gizi normal
terdapat sebanyak 51 orang (83,6 %) dan yang memiliki status gizi obesitas
terdapat sebanyak 4 orang (6,6 %).
Sampel yang tingkat frekuensi makan
makanan jajanan (Nasi Goreng) selalu memiliki status gizi kurus sebanyak 2 orang (4,3 %) sedangkan
yang memiliki status gizi normal terdapat sebanyak 42 orang (91.3 %) dan yang
memiliki status gizi obesitas terdapat sebanyak 2 orang (4,3 %).
Maka dari hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square pada derajat kepercayaan 95 % menghasilkan P-value 0,81.
Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara frekuensi makan makanan jajanan nasi goreng dengan status gizi obesitas
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Pembahasan
Masalah gizi kurang terutama banyak
terjadi pada anak usia di bawah lima tahun, sedangkan masalah gizi lebih
(Overweight dan obesitas) meningkat pada usia 30 tahun keatas dengan prevalensi
˂ 5 %, masalah obesitas ˃ 30 tahun ini meningkat sejak tahun 1999 sampai 2001
(Trisna, 2008).
Berdasarkan
hasil penelitian Pratama (2009) yang dilakukan di SMA Assalam Surakarta
terhadap 70 siswa yang di observasi, menunjukkan bahwa 60 (85%) siswa yang
memiliki berat badan ideal, 4 (5%) siswa memiliki berat badan berlebih
(overweight), dan 8 (10%) siswa yang mengalami obesitas (Pratama, 2009).
Frekuensi
konsumsi makanan jajanan dapat berdampak pada tingkat kenaikan berat badan
khususnya pada anak usia sekolah, remaja serta dewasa, hingga berdampak pada
status gizi. Semakin tinggi frekuensi mengkonsumsi makanan jajanan maka semakin
tinggi pula kemungkinan mengalami kenaikan berat badan serta obesitas.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara maka
hasil penelitian yang diperoleh yaitu dari 5 variabel (makanan jajanan) yaitu
bakso, siomay, mie goreng , es krim, nasi goreng yang memliki hubungan yang
bermakna terhadap status gizi obesitas yaitu pada jenis makanan bakso dengan
P-value 0,03 pada derajat kepercayaan 95 %.
Banyak faktor
yang terkait dalam terjadinya obesitas salah satu diantaranya adalah pola makan
yang tidak sehat yaitu mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan merupakan
makanan yang mengandung lemak tinggi dan dapat menyumbangkan kalori lebih
banyak. Makanan yang dikonsumsi akan menyubangkan energi, ketika tubuh menerima
terlalu banyak asupan kalori dari yang dibutuhkan, maka kalori lebih ini akan
disimpan sebagai lemak di tubuh untuk energy cadangan. Pada saat tubuh
mengalami kelebihan kalori secara terus menerus berlanjut dari waktu ke waktu
maka tubuh akan menjadi kelebihan berat badan dan bahkan dapat mengalami
obesitas (Nurmalina, 2011).
Kebiasaan makan
yang berbeda dapat kita lihat pada setiap orang yang mengalami obesitas.
Kebiasaan makan makanan yang tinggi lemak dapat menyebabkan kelebihan
penimbunan lemak di atas 20 % dari berat badan ideal, hal ini dapat menimbulkan
permasalahan dalam kesehatan tubuh manusia (Misnadiarly, 2007).
Kesimpulan
1.
Prevalensi obesitas pada siswa/i di
SMP Negeri 1 Kota Kuta Cane terdapat sebanyak 7 orang (5,8 %).
2. Frekuensi
konsumsi makanan jajanan (bakso) dengan kategori tidak pernah terdapat sebanyak
1 orang (0,8 %), sedangkan dengan kategori jarang sebanyak 70 orang (58,3 %)
dan dengan kategori sering sebanyak 35 orang (29,2 %) dan dengan kategori
selalu sebanyak 14 orang (11,7 %).
3. Pada
frekuensi konsumsi makanan jajanan (siomay) dengan kategori jarang sebanyak 15
orang (12,5%) dan dengan kategori sering sebanyak 66 orang (55,0 %) dan dengan
kategori selalu sebanyak 39 orang (32,5 %).
4. Pada
frekuensi konsumsi makanan jajanan (mie goreng) dengan kategori jarang sebanyak
8 orang (6,7 %) dan dengan kategori sering sebanyak 65 orang (54,2 %) dan
dengan kategori selalu sebanyak 47 orang (39,2 %).
5. Frekuensi
konsumsi makanan jajanan (es krim) dengan kategori jarang sebanyak 35 orang
(29,2 %) dan dengan kategori sering sebanyak 75 orang (62,5%) dan dengan
kategori selalu sebanyak 10 orang (8,3%).
6. Pada
frekuensi konsumsi makanan jajanan (nasi goreng) dengan kategori jarang
sebanyak 13 orang (10,8 %) dan dengan kategori sering sebanyak 61 orang (50,8
%) dan dengan kategori selalu sebanyak 46 orang (38,3 %).
7. Adanya
hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan pada jenis makanan bakso dengan
menggunakan uji statistic chi-square pada derajat kepercayaan 95 % menghasilkan
P-Value 0,03, dan tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi makanan jajanan
siomay, mie goreng, es krim dan nasi goreng dengan menggunakan uji statistic
chi-square pada derajat kepercayaan 95% .
Saran
Bagi pihak sekolah agar dapat
memperhatikan jajanan yang di jual di sekitaran sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Jonh M deMan., 1997. Kimia
Makanan. ITB, Bandung.
Merawati desiana, dkk, 2005. Perilaku Makan Pada
Siswa Obesitas. Jurnal Iptek Olahraga. 1 (187)
Misnadiarly, 2007. Obesitas
Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit, Pustaka Obor Populer, Jakarta.
Rina, nurmalina 2011. Pencegahan
dan Manajemen Obesitas, PT Elex media komputindo kompas Gramedia, Jakarta.
Riskesdas, 2007. Laporan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2 (28-29)
Sediaoetama, AD, 2008. Ilmu
Gizi I, Dian Rakyat, Jakarta.
Semiardji Gatut,
2007.Lingkar
Pinggang: Barometer Kesehatan Anda. http://www.obesitas.web.id/obe-news(i)22.html
Sumber
oleh Seksi Bank Data, Bidang Manajemen Database, Pelayanan Media dan Informasi,
Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika. 3 (1)
Supariasa, IDN, dkk, 2002. Penilaian
Status Gizi, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar