KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KEJADIAN WASTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR
Oleh:
Putri Santy
ABSTRAK
Tahun 2010, secara nasional prevelensi BB/TB kurus
pada balita masih 13,3%, Menurut UNHCR (United Nations
High Commissioner for Refugees) masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap
serius apabila prevelensi BB/TB kurus antara 10,1% - 15%. wasting
dipengaruhi oleh karakteristik keluarga dan karakteristik balita itu sendiri.
Karakteristik tersebut meliput umur, pendidikan, pekerjaan, besar keluarga
(jumlah anggota keluarga), pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang
gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Keluarga dengan
Kejadian Wasting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro kabupaten
Aceh Besar. Penelitian ini
merupakan penelitian survey yang bersifat analitik diskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Subjek penelitian ini adalah balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro yang berjumlah 96 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik two stage cluster sampling. Teknik pengumpulan data dengan melakukan penimbangan dan
pengukuran tinggi badan serta membagikan kuesioner dengan pertanyaan tertutup
berjumlah 18 soal. Hasil analisa data dengan uji Chi square test dengan
signifikasi 95% diperoleh hasil ada hubungan bermakna antara besarnya keluarga dengan kejadian wasting (p
= 0,004), ada hubungan antara
pendapatan dengan kejadian wasting (p = 0,000), dan ada
hubungan antara pengetahuan
dengan kejadian wasting (p = 0,001). Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga, pendapatan
keluarga, dan pengetahuan ibu tentang gizi memiliki hubungan dengan kejadian
wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar. Diharapkan pengambil kebijakan (Dinas
Kesehatan/Puskesmas) agar membentuk dan mendukung program peningkatan gizi pada
balita.
Kata Kunci:
Wasting, Jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi,
PENDAHULUAN
Anak balita merupakan kelompok umur yang
paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Salah satu permasalahan gizi yang
sering terjadi pada balita adalah wasting.1 Wasting adalah berat badan menurut tinggi badan < -2 standar
deviasi (SD) dari nilai referensi Word
Health Organization (WHO). Wasting
masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada anak di bawah lima tahun. Wasting pada anak selain dapat
menyebabkan kematian dapat juga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan psikologis. Wasting
termasuk ke dalam malnutrisi protein energi akut berkaitan dengan defisiensi
energi kronis dan berdampak terhadap rendahnya produktivitas kerja.2
Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) tahun 2012 di lima Negara Asia prevalensi balita wasting adalah sebesar 14,72%, India
berada pada urutan pertama balita wasting
terbanyak yaitu 19,82%. WHO beserta Negara anggota telah mendukung target
global pada tahun 2025 yaitu menekan prevalensi balita wasting menjadi 5%.3
Menurut data sensus
penduduk dan Riskesdas tahun 2010 di Indonesia prevalensi wasting pada balita sebesar 7,3%, dan prevalensi balita sangat
kurus masih cukup tinggi yaitu 6,0% dan tidak banyak berbeda dengan keadaan
tahun 2007 yaitu sebesar 6,2%, demikian pula dengan prevelensi wasting pada tahun 2007 sebesar 7,4%.
Menurut UNHCR (United
Nations High Commissioner for Refugees) masalah kesehatan masyarakat sudah
dianggap serius apabila prevelensi BB/TB kurus antara 10,1% - 15%, dan dianggap
kritis bila diatas 15,0%. Pada tahun 2010, secara nasional prevelensi BB/TB
kurus pada balita masih 13,3%, hal ini berarti bahwa masalah balita
kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.4
Wasting dipengaruhi
oleh karakteristik keluarga dan karakteristik balita itu sendiri. Masing-masing
keluarga memiliki karakteristik yang khas dapat mempengaruhi status gizi anak
balita. Karakteristik tersebut meliput umur, pendidikan, pekerjaan, besar
keluarga (jumlah anggota keluarga), pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu
tentang gizi. 5Jumlah anggota keluarga yang banyak pada keluarga
yang sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain
kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti
makanan tidak terpenuhi. Banyaknya anak akan mengakibatkan besarnya beban anggota
keluarga.6
Pendapatan keluarga merupakan indikator kasar dari kemakmuran suatu
keluarga. Apabila pendapatan keluarga meningkat maka kebutuhan gizi dapat
terpenuhi dengan baik. Sebaliknya, pada keluarga dengan pendapatan rendah tidak
dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan baik, sehingga dapat memperburuk status
gizi.7
Tahun 2009 di Propinsi Aceh diperkirakan jumlah rata-rata anggota
rumah tangga sebesar 4,5 jiwa per rumah tangga. Jumlah ini menunjukkan angka
yang sedikit tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional yang besarnya 4,0
jiwa per rumah tangga. Indikator ini sangat dibutuhkan untuk melihat beban
tanggungan setiap rumah tangga secara sosial ekonomi dan pangan yang berkaitan
erat terhadap pemenuhan kebutuhan gizi.8
Berdasarkan pendapatan keluarga di propinsi Aceh jumlah keluarga
yang berada di bawah garis kemiskinan masih tinggi, yaitu Selama periode Maret
2011-Maret 2012, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,37%. Untuk daerah perkotaan,
Garis Kemiskinan naik sebesar 5,07%, sedangkan untuk daerah perdesaan naik
sebesar 5,50%. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan).8
Keluarga sangat berperan dalam penentuan status gizi balita,
terutama ibu karena ibu berperan dalam menyiapkan makanan sehari-hari dan
pendistribusian dalam keluarga. Oleh karena itu pengetahuan ibu tentang gizi
sangat mempengaruhi keadaan gizi balita, karena berhubungan langsung dengan
praktek gizi.9 Muljati dan Sandjaja (2008) yang meneliti tentang
Status Gizi Kurus (Wasting) Anak Usia
(24-59 bulan) di Nanggroe Aceh Darussalam dengan menganalisa data Survey
Kesehatan Dasar Aceh tahun 2006 menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi status gizi kurus pada balita adalah karakteristik keluarga yang
meliputi Jumlah Anggota Keluarga (ART), jumlah balita, umur KK, umur ibu,
pendidikan KK, pengetahuan ibu tentang gizi dan sosial ekonomi.10
Berdasarkan data Rikesdas tahun 2010 jumlah balita wasting di
Propinsi Aceh sebesar 7,9%, dan balita dengan severe wasting sebesar 6,3%. Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar
terhitung sampai bulan Februari 2013 jumlah balita wasting sebanyak 1.740 dari
32.830 (9,09%) jumlah balita keseluruhan, dan jumlah balita dengan severe wasting sebesar 592 (3,09%). Dari
28 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Besar, Puskesmas Kuta Baro
merupakan puskesmas yang memiliki jumlah balita wasting terbanyak yaitu 159 balita (16,04%).4
Penimbangan berat badan balita telah dilaksanakan secara rutin tiap
bulan di setiap posyandu oleh bidan desa dan tenaga gizi Puskesmas Kuta Baro.
Pengukuran BB/TB sangat penting untuk menentukan status gizi balita apakah
termasuk wasting, savere wasting,
normal, maupun obesitas. Pengukuran tinggi badan dan berat badan pada waktu
bersamaan hanya 2 kali dalam setahun dilakukan di posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Baro baik oleh tenaga gizi maupun bidan desa. Pengukuran
dilakukan pada bulan Februari dan bulan Agustus.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian survey yang bersifat
analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pengumpulan data dilakukan dari bulan April s/d bulan Agustus tahun
2013. Populasi yang digunakan adalah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro
Tahun 2013 yang berjumlah 2190 orang. Dengan Penentuan besar sampel diperoleh sampel minimal berjumlah
96 orang balita. Pengambilan sampel menggunakan metode two stage cluster sampling.
Tahap pertama memilih sampel di masing-masing kemukiman di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Baro dengan tehnik quota sampling. Tahap kedua penentuan Desa wilayah kerja
Puskesmas Kuta Baro berdasarkan pemukiman dengan purposive sampling. Dengan tehnik Simple Random
Sampling (probability sampling)
diperoleh sampel penelitian yang mewakili dari masing-masing desa.
Instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah timbangan dacin untuk menimbang berat badan balita, Microtoice
dengan ketepatan 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan balita di atas
2 tahun, dan alat ukur panjang badan untuk mengukur tinggi badan
anak batita di bawah 2 tahun, Kuesioner/checklist pengisian hasil
pengukuran kategori wasting atau non
wasting serta 18 pertanyaan tertutup.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel
1. Distribusi
Frekuensi Karakteristik Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar
No
|
Variabel Penelitian
|
f
|
%
|
1
|
Wasting
-
Wasting
-
Non
Wasting
|
25
71
|
26
74
|
2
|
Jumlah Anggota Keluarga
-
Tidak Ideal
-
Ideal
|
51
45
|
53,1
46,9
|
3
|
Pendapatan Keluarga
-
Rendah
-
Tinggi
|
58
38
|
60,4
39,6
|
4
|
Pendidikan Ibu
-
SD
-
SMP/SMA
-
Diploma/Sarjana
|
23
67
6
|
24
70
6
|
5
|
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
-
Kurang
-
Baik
|
47
49
|
49
51
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa balita yang mengalami wasting yaitu sebanyak 25 (26,0%) balita. Jumlah anggota keluarga yang tidak
ideal lebih banyak yaitu 51 (53,1%) keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga
adalah rendah sebesar 58 (60,4%) keluarga. Pendidikan ibu terbanyak adalah
SMP/SMA sebesar 67 (70%) ibu. Untuk pengetahuan tentang gizi sudah baik 49
(51%).
Tabel 2.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Kejadian Wasting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar
Jumlah
Anggota Keluarga
|
Wasting
|
Total
|
X2
|
P
|
RP
|
|
Wasting
|
Non Wasting
|
|||||
Tidak Ideal
|
20 (39,2%)
5 (11,1%)
|
31 (60,8%)
40 (88,9%)
|
51 (100%)
45 (100%)
|
9,804
|
0,004
|
3
|
Ideal
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase balita wasting lebih tinggi pada jumlah anggota keluarga yang tidak ideal yaitu 39,2%, dibandingkan dengan jumlah
anggota keluarga yang ideal yaitu 11,1%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting pada balita dimana nilai p = 0,004. Jumlah anggota keluarga yang tidak ideal beresiko 3 kali
mengalami wasting dibandingkan dengan
jumlah anggota keluarga ideal.
Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Murtilaksono dkk tahun 2011 bahwa ada hubungan antara
jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting
pada balita.11 Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan maka makin kecil konsumsi energi protein yang bisa
diperoleh, sehingga mempengaruhi status gizinya. Anak-anak yang tumbuh dalam
suatu keluarga besar adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh
anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh
kekurangan pangan, karena balita belum bisa untuk mempertahankan dan membela
dirinya dalam memperoleh makanan.12
Jumlah anggota
keluarga yang banyak pada keluarga yang sosial ekonominya cukup, akan
mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak.
Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah
anggota keluarga yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang
dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan.6
Dalam penelitian ini pada umumnya balita wasting berasal dari keluarga yang tidak
ideal yaitu keluarga yang memiliki lebih dari 4 orang tanggungan dalam satu
rumah. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh oleh peneliti bahkan
dalam satu rumah ada yang jumlah anggota keluarganya mencapai 10 orang. Pada
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang banyak di tambah dengan status
sosial ekonomi yang rendah, akan memperberat tanggungan keluarga, baik dalam
hal pemenuhan sandang maupun pangan.
Tabel
3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Wasting pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar
Pendapatan
Keluarga
|
Wasting
|
Total
|
X2
|
P
|
RP
|
|
Wasting
|
Non Wasting
|
|||||
Rendah
|
23 (56%)
2 (36,4%)
|
18 (44,5%)
53 (63,6%)
|
41 (100%)
55 (100%)
|
4,099
|
0,000
|
16,6
|
Tinggi
|
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa persentase kejadian wasting lebih tinggi pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah yaitu 56%, dibandingkan dengan pendapatan
keluarga tinggi yaitu 36,4%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kejadian wasting pada balita dimana nilai probabilitas p= 0,000. Pendapatan keluarga yang rendah beresiko 16 kali balita mengalami wasting dibandingkan dengan pendapatan
keluarga yang tinggi.
Penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurzahra tahun 2011 bahwa ada hubungan yang bermakna
antara status sosial ekonomi dengan kejadian wasting pada balita.13
Proporsi anak yang mengalami gizi kurang
berbanding terbalik dengan pendapatan keluarga, semakin kecil pendapatan
keluarga maka semakin tinggi proporsi anak yang kekurangan gizi. Pendapatan keluarga mempengaruhi persediaan pangan
dalam rumah tangga sehingga pada keluarga dengan pendapatan rendah menyebabkan
asupan makanan yang tidak memadai dan meningkatkan kejadian wasting pada balita.14
Dalam penelitian ini umumnya balita yang mengalami wasting berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah. Sebagian
besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro bekerja sebagai petani
dengan penghasilan yang tidak tetap bahkan banyak yang berpenghasilan rendah. Penghasilan yang diperoleh paling rendah 200.000 dan paling tinggi
3.000.000
dalam sebulan. Pendapatan merupakan hal utama yang
berpengaruh terhadap kualitas menu. Pendapatan yang rendah menyebabkan daya
beli yang rendah, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang
diperlukan dan
bervariasi. Pendapatan keluarga yang rendah serta
jumlah anggota keluarga yang besar tidak mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari
dalam rumah tangga. Adanya kesenjangan ekonomi dalam keluarga berpengaruh
terhadap keseimbangan gizi dalam keluarga yang berdampak terhadap kurang asupan
makanan yang memadai bagi anggota keluarga terutama balita yang sedang dalam
masa pertumbuhan, sehingga meningkatkan angka kejadian wasting.
Tabel 7. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dengan
Kejadian Wasting
Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar
Pengetahuan Ibu
|
Wasting
|
Total
|
X²
|
P
|
RP
|
|
Wasting
|
Non Wasting
|
|||||
Kurang
|
20 (42,6%)
5 (10,2%)
|
27 (57,4%)
44 (89,8%)
|
47 (100%)
49 (100%)
|
13,03
|
0,001
|
4
|
Baik
|
Tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian wasting lebih besar pada balita dengan tingkat pengetahuan tentang gizi kurang yaitu 42,6%, dibandingkan dengan ibu yang
memiliki pengetahuan baik yaitu 10,2%%. Hasil analisa statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan yang sangat bermakna
antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian wasting
pada balita dimana nilai p = 0,001. Pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang beresiko 4 kali lebih
tinggi balita mengalami wasting
dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi.
Penelitian ini
sesuai dengan penelitian kurniawati tahun 2008 bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
gizi dengan status status gizi balita.15 Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan masalah gizi
berperan nyata dalam resiko terjadinya wasting
pada balita. Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kurangnya pengetahuan
tentang gizi dan kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari banyak ditemukan.12 Semakin banyak pengetahuan gizinya,
semakin diperhitungkan jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk
dikonsumsinya. Masyarakat awam tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi akan
memilih makanan yang paling menarik pancaindra dan tidak mengadakan pilihan
berdasarkan nilai gizi makanan, sebaliknya mereka yang semakin banyak
pengetahuan gizinya lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut.16
Umumnya pada
penelitian ini balita yang mengalami wasting di asuh oleh ibu dengan pengetahuan yang kurang tentang gizi.
Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro peneliti berasumsi
bahwa faktor yang mempengaruhi kurangnya pengetahuan ibu balita tentang gizi
disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah, rata-rata ibu balita hanya tamatan SMP/SMA, sehingga
mempengaruhi daya fikir dalam menganalisa suatu informasi yang diterima. Faktor
lain yang juga mempengaruhi pengetahuan ibu adalah letak geografis yaitu letak desa yang sangat
terpencil atau jauh dari pusat kota, sehingga mempengaruhi ibu dalam mengakses
informasi tentang gizi. Kurangnya kunjungan penyuluhan yang dilakukan oleh
petugas gizi baik dari Puskesmas maupun dari Dinas Kesehatan juga mempengaruhi
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, karena semakin banyak informasi yang
diperoleh maka semakin baik tingkat pengetahuan ibu.
KESIMPULAN
Ada hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga,
pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian wasting
pada balita di wialyah kerja Puskesmas Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar (P < 0,05).
SARAN
Kepada penentu kebijakan di Dinas Kesehatan, Puskesmas dan tenaga
kesehatan khususnya bidan dan ahli gizi untuk membentuk dan mendukung
program-program yang berhubungan dengan peningkatan status gizi balita dengan memberikan penyuluhan gizi kepada keluarga. Mengurangi tingginya angka kelahiran dengan menggalakkan kembali
program KB, serta melakukan pemberdayaan keluarga dalam meningkatkan pendapatan keluarga, sehingga kebutuhan gizi
seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI.
2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk Tahun
2005-2009. Depkes : Jakarta
Manary, M.J.
& Solomons, N.W. (2005) Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition),Alih bahasa Andry Hartono, Palupi Widyastuti, Erita Agustin Hardiyanti.
In: Gibney, M.J., Margetts, M.B.,
Kearney, J.M. & Arab, L. (eds.) Aspek Kesehatan pada Gizi Kurang Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
WHO. 2012. WHO | Estimated
wasting rates in children aged less than 5 years according to socioeconomic
status. http://www.who.int. (Di unduh tanggal 21 April 2013
Riskesdas.
2010. Riset Kesehatan Dasar. BPPK
Kemenkes RI : Jakarta
Sandjaja. 2008.
Kajian Perbedaan Prevelalensi Balita
Kurus dan Pendek Menurut Standar WHO 2005. Gizi INDON 2009, 31(1):9-22.
Puslitbnag : Jakarta
Soetijingsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
Halon J. 2009. Kesehatan
Masyarakat : Administrasi dan Praktik Edisi 9. EGC : Jakarta
BPS. 2010. Statistik Daerah Propinsi Aceh. BPS :
Aceh
Hidayati Lilik dkk. 2008. Analisis
Keterkaitan Faktor Keluarga Terhadap Status Gizi Balita (BB/TB) di Kecamatan
Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya.
Muljati dan Sandjaja. 2008. Status
Gizi Kurus Anak Usia (24-59) Bulan dengan di Nanggroe Aceh Darussalam Analisis
Data Surkesda NAD 2006. Gizi Indon 2008, 31(2):139-155
Murtilaksono,
dkk. 2011. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kabupaten Timor Tengah Propinsi Nusa
Tenggara Timur. Journal of Nutrition and Food, 2011, 6 (1) : 66-73
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi
Aksara : Jakarta
Zahara. 2011. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan
Kejadian Wasting pada Anak di Bawah Dua Tahun di Kabupaten Aceh Besar.
Jogyakarta : Universitas Gajah Mada
Fernendez et al. 2002. Prevalence of Nutritional Wasting in
Populations : Building Explanatory Models Using Secondary Data. Buletin of
The World Health Organization 2002, 80 (4)
Kurniawati.
2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Gizi dengan Status Giziz Balita di Kelurahan Baledeno Kecamatan
Purworedjo Kabupaten Purworedjo.
Soediautama. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi.
Dian Rakyat ; Jakarta