TINGGINYA
TINGKAT STRES YANG MEMPENGARUHI KETIDAK TERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA DI DESA LAMREUNG KECAMATAAN DARUL IMARAH KABUPATEN ACEH BESAR
Oleh :
Cut
Yuniwati
ABSTRAK
Stres diketahui merupakan faktor etiologi terjadinya gangguan
siklus menstruasi, misalnya mengacaukan siklus menstruasi. Gangguan menstruasi
seperti menstruasi tidak teratur merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi
oleh wanita, terutama pada usia remaja. Karena pada masa ini, remaja suka mengeluh
tentang sekolah seperti kegiatan belajar, banyaknya tugas, ketakutan menghadapi
ujian akhir dan lain-lainnya dapat berpengaruh terhadap siklus menstruasi.Stres
dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada hormon dan dapat menyebabkan
kegagalan ovulasi pada wanita sehingga terjadinya menstruasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingginya tingkat stres
dengan siklus menstruasi pada remaja di Desa Lamreung Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Jumlah populasi 199 orang remaja putri. Pengambilan
sampel dengan tehnik purposive sampling dan menggunakan rumus slovin dengan
jumlah 102 orang. Hasil penelitian ada hubungan antara tingkat
stres dengan siklus menstruasi dengan nilai p = 0,013 (p < 0,05).
Kesimpulan: Stress akan mempengaruhi siklus mentruasi pada remaja putri.
Kata Kunci: Tingkat
Stres, Siklus Menstruasi, Remaja, Gangguan Mestruasi
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
dan perkembangan manusia menjadi dewasa mengalami suatu tahap yang disebut masa
pubertas. Remaja perempuan mengalami masa pubertas lebih cepat dibandingkan
laki-laki. Pubertas pada remaja perempuan juga ditandai dengan menarche yaitu mendapatkan menstruasi
(haid) pertama. Menstruasi adalah pengeluaran darah, mucus dan debris sel dari
mukosa uterus disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium secara periodik dan
siklik, yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Siklus Menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi
sampai menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi berkisar antara 21-35 hari. Hanya
10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari dan lebih dari 35 hari. Jarak antara
siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause
(Wiknjosastro, 2007).
Heffener
(2008) menyebutkan ciri khas kedewasaan wanita adalah menstruasi. Pada wanita
siklus yang berulang didalam aksis hipotalamus, hipofisis dan ovarium menyebabkan pematangan dan pelepasan gamet
dari ovarium untuk persiapan uterus dalam kehamilan jika terjadi fertilisasi.
Namun, jika tidak terjadi konsepsi, setiap siklus berakhir dengan perdarahan
menstruasi.
Masa
remaja merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga lebih mudah
terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari
pematangan psikologisnya. Oleh karena itu sering terjadi ketidakseimbangan yang
menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres (Desti, 2010).
Gangguan
emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami
remaja akibat perubahan fisik atau psikis, perubahan lingkungan sosial,
kebimbangan mencari identitas diri, minat dalam pendidikan, minat seks dan
perilaku seks atau mulai beradaptasi dengan lawan jenis, sehingga keadaan
emosionalpun sering mengalami ketidakseimbangan (Yusuf, 2004).
Stres
merupakan suatu respons fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia yang
mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal
(Sriarti, 2008). Stres diketahui merupakan faktor etiologi terjadinya gangguan siklus menstruasi .Misalnya
mengacaukan siklus menstruasi. Namun, hubungan antara stres dan siklus
menstruasi ini sangat kompleks. Stres melibatkan sistem hormonal sebagai sistem
yang berperan besar pada reproduksi wanita (Kusuma, 2010).
Stres
dan kecemasan sebagai rangsangan melalui sistem saraf diteruskan ke susunan
saraf pusat, yaitu sistem limbic dan
selanjutnya melalui saraf autonom (simpatis dan parasimpatis) akan diteruskan
ke kelenjarendokrin. Neuroendokrin
menuju hipofisis melalui sistem prontal
mengeluarkan gonadotropin dalam
bentuk Folikel Stimulating Hormone
(FSH) dan Leutinizing Hormone (LH) akan
mempengaruhi terjadinya proses menstruasi (Sherwood, 2001).
Gangguan
menstruasi merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh wanita, terutama
pada usia remaja. Beberapa studi menyatakan bahwa prevalensi pada populasi
wanita usia 18-55 tahun mengalami gangguan dengan menstruasinya dan juga dari
hasil penelitian pelajar lebih sering menunjukkan variasi menstruasi yang
bermasalah, seperti menstruasi tidak teratur. Siklus menstruasi yang abnormal
berhubungan dengan stres psikologi (Nepomnaschy, 2007), dan dari hasil
penelitian beberapa studi juga menjelaskan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi
aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
bersama-sama dengan sistem saraf autonom yang menyebabkan beberapa perubahan,
diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi yang abnormal
(Nevid, 2005).
Pada
remaja suka mengeluh tentang sekolah, misalkan kegiatan belajar, banyaknya
tugas-tugas, ketakutan menghadapi ujian akhir juga minat terhadap pendidikan
jenjang yang lebih tinggi untuk meraihnya dan lain-lainnya dapat berpengaruh
terhadap siklus menstruasi. Stres dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada
hormon dan dapat menyebabkan kegagalan ovulasi pada wanita sehingga terjadinya
menstruasi (Desti, 2010). Gangguan pada siklus menstruasi dipengaruhi oleh
gangguan pada fungsi hormon, kelainan sistemik, stres, kelenjar gondok dan hormon prolaktin yang berlebihan (Proverawati,
2009).
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep
Dasar Siklus Menstruasi
1. Pengertian
Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah suatu proses alami
seorang perempuan yaitu proses deskuamasi
atau meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium)
yang keluar melalui vagina bersamaan dengan darah. Siklus menstruasi adalah
jarak dimulainya menstruasi sampai menstruasi berikutnya (Bobak, 2004). Siklus
menstruasi berkisar antara 21–35 hari. Hanya 10–15% wanita yang memiliki siklus
28 hari dan lebih dari 35 hari dengan lama menstruasi 3–5 hari, ada yang 7–8
hari. Panjangnya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan,
aktivitas fisik, tingkat stres, genetik, adanya penyakit kronis seperti lupus,
diabetes, penyakit kelenjar gondok, penyakit ginjal dan kelainan pada alat
reproduksi juga dilihat dari status gizi (Wiknjosastro, 2007).
2. Gambaran
Klinis Menstruasi
Pada siklus menstruasi menggambarkan
suatu interaksi kompleks antara hipotalamus, kelenjar pituitary, ovarium dan
endometrium.Siklus menstruasi terdiri dari dua fase, fase di ovarium dan fase
di endometrium. Siklus menstruasi dibagi menjadi lima fase yaitu fase awal folikuler, fase akhir folikuler, fase praovulasi dan ovulasi,
fase awal luteal dan fase akhir luteal. Kelima fase ini sudah mencakup
fase di ovarium dan di endometrium (Wiknjosastro, 2007).
3. Faktor
Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi
Banyak penyebab kenapa siklus haid
menjadi panjang atau sebaliknya.Penanganan kasus dengan siklus haid yang tidak
normal, tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus haid,
melainkan berdasarkan kelainan yang dijumpai (Proverawati, 2009).
a.
Fungsi hormon
terganggu
Haid
terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di kelenjar hipofisa.Sistem
hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung telur untuk memproduksi sel telur.
Bila sistem pengaturan ini terganggu, otomatis siklus haidpun akan terganggu.
b. Kelainan Sistemik
Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi siklus
haidnya karena sistem metabolisme didalam tubuhnya tak bekerja dengan baik atau
wanita yang menderita penyakit diabetes juga akan mempengaruhi sistem
metabolisme sehingga siklus haidnya pun tak teratur.
c. Stres
Stresakan mengganggu sistem metabolisme didalam tubuh karena stres
wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan
sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Bila metabolisme terganggu,
siklus haid pun ikut terganggu.
d. Kelenjar Gondok
Terganggunya fungsi kelenjar gondok (tiroid)juga bisa
menjadi penyebab tidak teraturnya siklus haid.Gangguan bisa berupa produksi
kelenjar gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun terlalu rendah (hipotiroid)
yang dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut terganggu.
e. Hormon prolaktin berlebih
Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang wanita tidak haid
karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan.Pada wanita yang tidak
sedang menyusui hormone prolaktinjuga
bisa tinggi, biasanya disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang
terletak didalam kepala.
4. Gangguan
Siklus Menstruasi
Gangguan siklus menstruasi disebabkan
ketidakseimbangan FSH dan LH sehingga kadar estrogen dan progesteron tidak
normal. Biasanya gangguan siklus menstruasi yang sering terjadi adalah siklus
menstruasi yang tidak teratur atau jarang dan perdarahan yang lama atau
abnormal, termasuk akibat sampingan yang ditimbulkannya seperti nyeri perut,
pusing, mual atau mutah (Wiknjosastro, 2007).
a.
Menurut jumlah
perdarahan
1)
Hipomenorea;Perdarahan menstruasi yang lebih pendek atau lebih sedikit dari
biasanya.
2)
Hipermenorea;Perdarahan menstruasi yang lebih banyak atau lebih lama dari biasanya
atau lebih dari 8 hari .
b.
Menurut Siklus
atau Durasi perdarahan
1)
Polimenorea;Siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya atau kurang dari 21
hari.
2)
Oligomenorea;Siklus menstruasi lebih panjang atau lebih dari 35 hari.
3)
Amenorea;Keadaan tidak ada menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
B. Konsep
Dasar Stres
1. Pengertian
Stres
Stres merupakan respon fisiologis,
psikologis dan perilaku dari manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan
mengatur baik tekanan internal dan ekstrenal (Sriarti, 2008).
Stres adalah keadaan yang disebabkan
oleh adanya tuntunan internal maupun eksternal yang dapat membahayakan, tidak
terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi
baik secara fisiologis maupun secara psikologis dan melakukan penyesuaian diri
terhadap situasi yang menjadi stressor
(Indri, 2007).
2. Klasifikasi
Stres
Struart dan Sundeen (1998) dalam
Maramis (2009) mengklasifikasikan tingkat stres yaitu :
a.
Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah
berbagai kemungkinan yang akan terjadi
b.
Stres Sedang
Pada
tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c.
Stres Berat
Pada
tingkat stres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan
perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres.
Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan
banyak pengarahan.
3.
Sumber Stres (Stressor)
Sumber stres bisa berasal dari diri sendiri, keluarga dan komunitas
sosial. Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab
stres :
a.
Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai
sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan
hasil yang diinginkan.Frustasi merupakan sebagai efek psikologis terhadap
situasi yang mengancam seperti timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi.
b.
Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespons
langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun
motif yang berbeda dalam waktu bersamaan.
c.
Tekanan (presure)
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran
atau tujuan tertentu maupun tuntutan tigkah laku tertentu.Tekanan sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada
setiap individu. Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan
sumberdaya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya. Bahkan bila
berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptif.
d.
Krisis
Krisis
yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu misalnya kematian
orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus dioperasi.
4.
Respon Terhadap Stres
a.
Respon
fisiologis
Situasi stres mengaktivasi
hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal.Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu mengakitivasi berbagai organ dan otot polos yang
berada di bawah pengendaliannya. Sebagai contohnya, meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan mendilatasi pupil.Sistem
saraf simpatis juga memberi sinyal ke
medula adrenal. Untuk melepaskan epinefrin dan noreepinefrin ke aliran darah (Pinel, 2009).
Walter Canon (1929) memberikan
deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang
mengancam. Ia menyebutnya reaksi tersebut sebagai fight or flight respone karena respon fisiologis mempersiapkan
individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight or flight respone menyebabkan individu dapat berespon cepat
terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila keadaan fisiologis dan
psikologis yang reaktif terhadap rangsangan tersebut tinggi dan terus menerus
muncul dapat membahayakan kesehatan individu (Pinel, 2009).
Secara umum orang yang mengalami
stres mengalami sejumlah gangguan fisik seperti :
1)
Gangguan pada
organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu. Contohnya :
tekanan darah naik, sistem pencernaan terganggu seperti terjadi kembung, mual
atau diare.
2)
Gangguan pada
sistem reproduksi, seperti pada wanita terganggunya siklus menstruasi, impoten pada pria.
3)
Gangguan pada
sistem pernafasan seperti sesak, nafas terasa berat.
4)
Gangguan
lainnya seperti migrain, tegang otot sampai timbulnya jerawat.
b.
Respon
psikologik
1) Keletihan emosi, jenuh, mudah menangis, frustasi, kecemasan, rasa
bersalah, khawatir berlebihan, marah benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada
diri sendiri dan rasa rendah diri.
2) Terjadi depersonalisasi; dalam keadaan stres berkepanjangan sering
dengan keletihan emosi, ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakukan orang
lain sebagai ‘sesuatu’ ketimbang ‘seseorang.
3) Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun sehingga berakibat
pula menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses.
c.
Respon perilaku
1) Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering
terjadi tingkah laku yang tidak diteerima oleh masyarakat.
2) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan
mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
3) Pelajar yang stres berat seringkali banyak membolos atau tidak
aktif mengikuti pembelajaran (Chomaria, 2009).
d.
Coping stres
Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi masalah atau
menangani emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya.Efek stres dapat
bervariasi tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut.
Lazarus dan koleganya mengidentifikasi dua dimensi coping :
1)
Coping yang
berfokus pada masalah (problem focused
coping)
Yaitu mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah
atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.
2)
Coping yang
berfokus pada emosi (emotion focused
coping)
Merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi
emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan mengalihkan perhatian dari
masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dengan orang lain.
5.
Penatalaksanaan Stres
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri
menghadapi stesor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau
mental, fisik dan sosial. Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan
pengenalan diri lebih lanjut, penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas,
pengaturan waktu yang baik.Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh
tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur,
istirahat yang cukup.Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam
suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial.Mengelola stres merupakan
usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor.
C. Hubungan
Stres Dengan Siklus Menstruasi
Stresor diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah
satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada siklus
menstruasi.Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam siklus
menstruasi selama masa reproduksi. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi,
stres melibatkan sistem neuroendokrinologi
sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita (Sriarti, 2008).
Stres mempengaruhi fungsi normal
menstruasi, pada keadaan stres terjadi pengaktifan (Hypothalamic-pituitary-adrenal) HPA aksis, mengakibatkan
hipotalamus menyekresikan CRH (Corticotropic
Releasing Hormone). CRH mempunyai pengaruh negatif terhadap pengaturan
sekresi GnRH, ketidaksimbangan CRH memiliki pengaruh terhadap penekanan fungsi
reproduksi manusia sewaktu stres (Breen dan Karsch, 2004).
Gangguan pada pola menstruasi ini
melibatkan mekanisme regulasi integratif yang mempengaruhi proses biokimia dan
seluler tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal
terjadi melalui jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium
yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stres
terjadi aktivasi pada amygdala pada
sistem limbik. Sistem ini akan
menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu CRH. Hormon ini secara
langsung akan menghambat sekresi GnRH (Gonadotropin
Releasing Hormone) hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan
terjadi melalui penambahan sekresi opioid
endogen (Nevid, 2005).
Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan
Adenocorticotropin Hormone (ACTH)
kedalam darah. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan kadar kortisol darah. Pada wanita dengan
gejala amenore hipotalamik menunjukan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH (Sriarti,
2008).
Hormon-hormon tersebut secara
langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui
jalan ini maka stres menyebabkan gangguan silkus menstruasi (Sriarti, 2008).
ACTH akan merangsang kelenjar
adrenal untuk menyekresikan kortisol. Kortisol berperan dalam menghambat
sekresi LH oleh pusat aktivasi otak. Kortisol menekan pulsatil LH dengan cara menghambat respons hipofisis anterior terhadap GnRH. Selama siklus menstruasi, peran
hormon LH sangat dibutuhkan dalam menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang
memiliki peran peranan penting selama siklus menstruasi yang secara normal
terjadi pada wanita setiap bulannya (Wiknjsastro, 2007). Pengaruh hormon
kortisol ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon yang berpengaruh
terhadap siklus menstruasi, biasanya siklus menstruasi menjadi tidak teratur
(Breen dan Karsch, 2004).
Siklus menstruasi yang abnormal
berhubungan dengan stres psikologi. Stres dapat menyebabkan terjadinya
penekanan pada hormon dan dapat menyebabkan kegagalan ovulasi pada wanita
sehingga terjadinya menstruasi. Gangguan pada siklus menstruasi dipengaruhi
oleh gangguan pada fungsi hormon, kelainan sistemik, stres, kelenjar gondok dan hormon prolaktin yang berlebihan (Proverawati,
2009).
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini bersifat analitik dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian
ini dilakukan di Desa Lamreung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2013. Jumlah populasi yang diambil adalah 199 orang pada remaja putri. Teknik pengambilan sampel secara purposive
sampling. Jumlah sampel penelitian ini yaitu sebanyak 102 orang
HASIL PENELITIAN
1.
Hubungan Tingkat
Stres dengan Siklus Menstruasi pada Remaja
No
|
Tingkat Stres
|
Siklus
Menstruasi
|
Total
|
p value
|
||||
Normal
|
Tidak normal
|
|||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
0,013
|
||
1.
|
Ringan
|
35
|
73,5
|
19
|
26,5
|
54
|
100
|
|
2.
|
Sedang/berat
|
21
|
39,3
|
27
|
60,7
|
48
|
100
|
Dari
54 remaja putri yang mengalami stres ringan ada 35 responden (73,5%) yang
siklus menstruasinya normal, dan dari 48 remaja putri yang mengalami stress
sedang/berat ada 27 responden (60,7%) siklus menstruasinya tidak normal. Hasil
uji statistik diperoleh p-value
adalah 0,013 (p=0,013 ≤ 0,05),
sehingga dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ho) ditolak yang berarti ada
hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi.
PEMBAHASAN
1.
Hubungan Tingkat
Stres dengan Siklus Menstruasi pada Remaja
Hasil penelitian menunjukka ada hubungan antara tingkat
stres dengan siklus menstruasi di Desa Lamreung Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar.
Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nur’aini (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
tingkat stres dengan siklus menstruasi.
Dan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kusuma (2010) yang
menyatakan bahwa stres diketahui merupakan faktor etiologi terjadinya gangguan siklus menstruasi. Namun, hubungan
antara stres dan siklus menstruasi ini sangat kompleks dan pemahaman kita
mengenai hubungan ini masih sangat terbatas. Stres melibatkan sistem hormonal
sebagai sistem yang berperan besar pada reproduksi wanita.
Stres
diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya
menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada siklus menstruasi. Kebanyakan
wanita mengalami sejumlah perubahan dalam siklus menstruasi selama masa
reproduksi. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stres melibatkan sistem
neuroendokrinologi sebagai sistem
yang besar peranannya dalam reproduksi wanita (Sriarti, 2008).
Menurut
asumsi peneliti ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
pada remaja dikarenakan siklus menstruasi tidak normal dapat mempengaruhi
tingkat stres dibandingkan remaja dengan siklus mentruasi normal. Berdasarkan
hasil jawaban kuesioner responden, didapatkan responden lebih banyak yang
mengalami tingkat stres ringan dari pada tingkat stres sedang. Faktor lain yang
mempengaruhi siklus menstruasi adalah fungsi hormon terganggu, kelainan
sistemik, kelainan gondok, hormon prolaktin berlebihan dan stres. Biasanya
karena stress wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis,
bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolisme terganggu yang dapat mengakibatkan siklus
haidjuga ikut terganggu.
KESIMPULAN
Tk Stress sedang/berat membuat
siklus mentruasi remaja putri di desa lamreung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten
aceh Besar tidak normal
SARAN
1. Kepada
remaja putri di Desa Lamreung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar agar
dapat meningkatkan pengetahuannya tentang cara
mengatasi stres yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
2. Kepada
tempat penelitian agar dapat bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan dalam memberikan informasi tentang bagaimana cara mengatasi
stres yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta
: EGC. Breen, L.M dan Karsch F.J.
2004.Does cortisol inhibite pulsatile
Leutinizing Hormone secretion on hypothalamus or oituitary level?Endocrinology.
Chomaria, Nurul. 2009. Tips jitu praktis mengusir stres.Yogyakarta:
Diva Press.
Desti,
Nur. 2010. Hubungan stres dengan pola
menstruasi. Surabaya :Fakultas Kedokteran UNS.
Indri, Kemala.
2007. Stres pada remaja.Medan:
Fakultas Kedokteran USU.
Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Edisi 2.Surabaya: Airlangga University
Press.
Nevid,
dkk.2005. Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Notoatmodjo,
S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta: RinekaCipta.
Nursalam.2009. Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan ;Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nur’aini. 2011. Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Siklus Menstruasi Pada Mahasiswi
Asrama Universitas Andalas Padang Tahun 2011.
Sriarti, Aat. 2008. Tinjauan tentang stres.Dikutip pada tanggal
1 April 2013.http://digilib.unsri.ac.id/.../TINJAUAN%20TENTANG%20STRES.pdf.
Wiknjsastro.2007. Ilmu Kandungan dan Kebidanan.Jakarta:Yayasan
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Yusuf LN, Syamsu. 2004. Psikologi anak dan remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya.