TINJAUAN KESIAPSIAGAAN TENAGA GIZI DALAM MENGHADAPI GIZI DARURAT DI KABUPATEN ACEH
BESAR
Oleh:
Rosi Novita dan Erwandi
Dosen Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Aceh
ABSTRACT
Preparedness
and complete alertness is development program which is aimed to increase the
capacity and capability of all potential resources in regional level to handle
health problems efficiently as the result of emergency and disaster from
immediate responsiveness to sustainable rehabilitation as a part of complete
health development. The objective
of the research was to analyze the preparedness and complete alertness of
nutrition care providers in facing emergency nutrition in disaster which
occurred in Aceh Besar District, using descriptive quantitative method to
describe the level of knowledge, attitude, and skill of nutrition care
providers, in the form of preparedness and complete alertness, in facing
emergency nutrition in the disaster area. The result of the research
showed that nutrition care providers (54.90%) had
good knowledge. nutrition care providers (74.51%) had positive attitude.
Nutrition care providers (25.49%) were skillful. Nutrition care providers
(37.25%) were in preparedness and complete alertness, and them (62.74%) were
not in preparedness and complete alertness. The conclusion of the research was
that nutrition care providers in Aceh Besar District still need to improve
their preparedness and complete alertness.
Keywords: Preparedness
and Complete Alertness, Emergency Nutrition, Disaster
PENDAHULUAN
Indonesia dengan keadaan
geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan
kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung
berapi, banjir, angin puting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia dalam
pengolahan sumberdaya dan lingkungan serta konflik antar kelompok masyarakat
(Depkes, RI, 2006).
Penanggulangan bencana juga
dilakukan melalui pengurangan risiko bencana, kendala yang sering dijumpai
dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM
(Sumber Daya Manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan
krisis akibat bencana yang terjadi (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil pemantauan
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Kementerian Kesehatan
(2011), selama tahun 2006 sampai 2009 telah terjadi ekskalasi kejadian maupun
jumlah korban akibat bencana. Kejadian bencana tercatat meningkat dari 162 kali
(2006), 205 kali (2007), dari 271 kali (2009).
Jumlah korban yang meninggal, hilang luka berat dan ringan tercatat
298.550 orang (2006), 353.885 orang (2007), dan 57.753 orang (2009).
Dampak kerugian akibat
bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana
fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, dan sarana
transportasi dan timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok
masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan,
terputusnya jalur ditribusi pangan, rusaknya
sarana air bersih dan sanitasi
lingkungan yang buruk.
Masalah gizi yang biasa
timbul adalah kurang gizi pada bayi dan anak yang berumur dibawah dua tahun
(Baduta), bayi tidak mendapatkan air susu ibu karena terpisah dari ibunya, dan
semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat yang sebelum bencana memang
dalam kondisi bermasalah (Kemenkes, 2010).
Dalam pelaksanaan, upaya
penanganan gizi dalam situasi darurat merupakan rangkaian kegiatan dimulai
sejak sebelum terjadinya bencana melalui pembekalan tentang penanganan gizi
dalam situasi darurat kepada tenaga gizi yang terlibat dalam penanganan
bencana. Semua dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas tenaga gizi
(Kemenkes RI, 2010).
Keberadaan Kabupaten Aceh
Besar jika ditinjau dari berbagai jenis bencana memiliki tingkat kerawanan yang
membutuhkan kesiapsiagaan. Kabupaten
Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki indeks risiko tinggi untuk bencana
gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, banjir, kebakaran hutan,
kebakaran gedung dan pemukiman. Selain itu bencana kekeringan dan erosi di
wilayah Aceh Besar tergolong dalam indeks risiko sedang (Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana 2010-2014).
Selama ini penangulangan
bencana di bidang kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabapaten Aceh Besar berada di
bawah seksi pelayanan medik, tenaga gizi belum dilibatkan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana, tenaga gizi belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana
seharusnya bertindak jika terjadi bencana di wilayah kerja. Koordinasi juga
masih kurang sehingga hanya jika ditemukan kasus gizi buruk, baru tenaga gizi dilibatkan, padahal jika tenaga gizi ikut dalam tim kesehatan lebih awal, dapat melakukan
pemantauan sehingga munculnya kasus gizi buruk sudah dapat diidentifikasi lebih
dini ketika masih berada dalam kondisi gizi kurang.
Berdasarkan latar
belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk
menganalis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi
darurat pada
bencana di Kabupaten Aceh
Besar.
PERMASALAHAN
Berdasarkan
uraian latar belakang penelitian tersebut diatas maka rumusan dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis
kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi
gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.
MANFAAT PENELITIAN
Sebagai
masukan bagi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dalam rangka
pengembangan sumberdaya manusia kesehatan dan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Besar selaku pelaksana pelayanan gizi darurat ketika bencana terjadi.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan
metode kuantitatif
yang bersifat deskriptif, untuk
menggambarkan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan tenaga gizi sebagai
bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi gizi darurat.
Lokasi penelitian di Kabupaten
Aceh Besar. Sampel adalah seluruh tenaga
gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh
Besar sebanyak 51. Sampel diambil dengan total sampling.
Analisis data
secara univariat dengan menyajikan data dalam tabel distribusi dan frekuensi dan kemudian dianalisis untuk ditarik
kesimpulan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tenaga Gizi di Kabupaten Aceh Besar memiliki variasi yang beragam
untuk karakteristiknya, lebih jelas
dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Tenaga Gizi di
Kabupaten Aceh Besar
No
|
Umur
|
n
|
(%)
|
1
|
20-29 tahun
|
4
|
7,84
|
2
|
30-39 tahun
|
19
|
37,25
|
3
|
40-49 tahun
|
26
|
50,98
|
4
|
50-55 tahun
|
2
|
3,92
|
No
|
Pendidikan
|
n
|
(%)
|
1
|
Diploma I
|
8
|
15,67
|
2
|
Diploma III
|
31
|
60,78
|
3
|
Diploma IV/SI
|
12
|
23,53
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Sebagian besar responden berada pada kelompok umur 40-49 tahun (50,98%)
dan. Tingkat pendidikan responden paling besar berada pada kelompok pendidikan
Diploma III yaitu 31 orang (60,78%).
Distribusi Pelatihan Peningkatan Kemampuan Dalam
Pelayanan Gizi Darurat
Pelatihan yang telah diikuti oleh tenaga gizi yang berada di Kabupaten
Aceh Besar dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Frekuensi Pelatihan yang Berkaitan
Peningkatan Kemampuan dalam Pelayanan Gizi Darurat.
No
|
Pelatihan Penanggulangan Masalah Gizi
|
n
|
%
|
1
|
Ya
|
0
|
04
|
2.
|
Tidak
|
51
|
100
|
Jumlah
|
51
|
100
|
|
No
|
Surveilance Gizi
|
n
|
%
|
1
|
Ya
|
13
|
25,49
|
2.
|
Tidak
|
38
|
74,51
|
Jumlah
|
51
|
100
|
|
No
|
Konselor Gizi
|
n
|
%
|
1
|
Ya
|
37
|
72,55
|
2.
|
Tidak
|
14
|
27,45
|
Jumlah
|
51
|
100
|
|
No
|
Tata Laksana Gizi Buruk
|
n
|
%
|
1
|
Ya
|
25
|
49,02
|
2.
|
Tidak
|
26
|
50,98
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Pelatihan
yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas tenaga gizi dalam memberikan
pelayanan gizi darurat terdiri dari empat jenis pelatihan dan belum ada tenaga
gizi yang sudah mengikuti secara lengkap dari keempat pelatihan tersebut.
Pengetahuan
hasil penelitian pada pertanyaan mengenai pengetahuan mengenai pelayanan
gizi darurat diperoleh bahwa responden yang menjawab paling banyak benar adalah pertanyaan mengenai
kelompok rentan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Frekuensi Pengetahuan Tenaga Gizi dalam
Menghadapi Gizi Darurat
No
|
Pengetahuan
|
n
|
%
|
1
|
Baik
|
28
|
54,90
|
2
3
|
Cukup
Kurang
|
21
2
|
41,18
3,92
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Berdasarkan tabel 3. terlihat lebih dari setengah tenaga gizi yang
bertugas di Kabupaten Aceh Besar memiliki pengetahuan baik mengenai pelayanan gizi darurat yaitu 28
orang (54,90%).
Asumsi peneliti terhadap
hasil penelitian tersebut adalah karena sebagian besar tenaga gizi di Kabupaten
Aceh Besar sudah menempuh pendidikan diploma III dan sarjana, hanya 8 (23,52 %)
yang masih berpendidikan diploma I dan sudah memiliki usia antara 45 tahun
sampai dengan 53 tahun.
Pengetahuan yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi terhadap sikap dan keterampilan seseorang. Walaupun
sebagian besar tenaga gizi yang ada di Kabupaten Aceh Besar telah memiliki
kesiapsiagaan yang memadai namun masih dibutuhkan pelatihan khusus yang
membekali tenaga gizi secara lebih baik dalam menghadapi kejadian bencana.
Sutrisno (2012) menyatakan
bahwa pendidikan adalah sebagai landasan untuk membentuk, mempersiapkan,
membina, dan mengembangkan sumberdaya.
Pengetahuan selalu dijadikan
sebagai awal dari sebuah tindakan dan kesadaran sesesorang sehingga dengan
kapasitas pengetahuan diharapkan bisa menjadi dasar dari tindakan seseorang.
Sikap
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap tenaga gizi yang bertugas di
Kabupaten Besar dalam kaitannya dengan
gizi darurat pada bencana diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. Frekuensi Sikap Tenaga Gizi dalam Menghadapi
Gizi Darurat
No
|
Sikap
|
n
|
%
|
1
|
Sikap Positif
|
38
|
74,51
|
2.
|
Sikap Negatif
|
13
|
25,49
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Berdasarkan
tabel 4. terlihat bahwa
sebagaian besar tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar memiliki
sikap yang positif dalam menghadapi gizi darurat pada bencana yaitu sebanyak 38
orang (74,51%). Sesuai dengan
yang dikemukan oleh (Wawan, 2010), seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap
suatu objek.
Membangun kesiapsiagaan
adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan karena menyangkut sikap
mental dan budaya serta disiplin masyarakat dalam menghadapi datangnya bencana
(Ramli, 2010).
Sikap juga dipengaruhi oleh
pengetahuan seseorang mengenai suatu hal. Pengetahuan seseorang tentang suatu
objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap yang semakin positif terhadap objek
tertentu (Wawan, 2010).
Sikap
positif dari tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar menurut asumsi
peneliti bisa dikarenakan daerah Aceh Besar juga relatif sering tertimpa
bencana, hal ini menimbulkan perhatian yang lebih dari tenaga gizi terhadap persoalan
yang berkaitan dengan kebencanaan.
KETERAMPILAN
Sebagian besar tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten Aceh Besar kurang
terampil untuk menghadapai gizi darurat pada bencana yaitu sebanyak 38 orang
(74,51%), untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5. Frekuensi Keterampilan Tenaga Gizi dalam
Menghadapi Gizi Darurat Pada Bencana di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013
No
|
Ketrampilan
|
n
|
%
|
1
|
Terampil
|
13
|
25,49
|
2.
|
Kurang Terampil
|
38
|
74,51
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Asumsi peneliti tentang
keterampilan tenaga gizi sebagian besar kurang terampil, karena belum ada tenaga
gizi yang pernah mengikuti pelatihan
kebencanaan dan gizi darurat.
Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jurenzy (2011) mengenai kesiapsiagaan masyarakat
di Katu Lampa Bogor dimana pengetahuan, sikap dan
keterampilan tidak selalu berjalan beriringan.
Kurangnya keterampilan tenaga
gizi dalam memberikan pelayanan gizi bisa menjadi suatu kendala jika terjadi
bencana. Pelatihan dalam penanggulangan krisis akibat bencana termasuk
Kabupaten Aceh Besar.
Kesiapsiagaan
Tenaga gizi yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar sebagian besar kurang
siap siaga yaitu sejumlah 32 orang (62,74%), untuk lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Frekuensi Kesiapsiagaan Tenaga Gizi dalam
Menghadapi Gizi Darurat
No
|
Kesiapsiagaan
|
n
|
%
|
1
|
Siap Siaga
|
19
|
37,25
|
2.
|
Kurang Siap Siaga
|
32
|
62,74
|
Jumlah
|
51
|
100
|
Asumsi peneliti
hal ini karena tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar sudah menyadari bahwa mereka
bertugas diwilayah yang rawan bencana termasuk beberapa diantaranya yang
kecamatan tempat mereka bertugas baru saja tertimpa bencana.
Kesiapsiagaan
adalah perkiraan perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul jika terjadi
bencana dan memastikan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Nurjanah,
2011).
Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, (2010) dimana
menunjukkan kesiapsiagaan sumberdaya manusia kesehatan adalah sebagaian besar
menyatakan siap siaga (68,1%) dan (31,9%) menyatakan tidak siapa Siaga.
Pelatihan Tenaga Gizi Untuk Meningkatkan Kapasitas
dalam Penanggulangan Bencana
Pelatihan
yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas tenaga gizi dalam memberikan
pelayanan gizi darurat tiga diantaranya sudah pernah diikuti oleh tenaga gizi
akan tetapi untuk pelatihan khusus berkenaan dengan gizi darurat belum ada yang
mengikuti dan hasil penelusuran dari peneliti pada pusat penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana juga belum ada yang mengikutinya.
Pelatihan yang dapat meningkatkan
kemampuan tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi darurat terdiri dari
beberapa jenis pelatihan, antara lain pelatihan gizi darurat, surveilance gizi, konseling ASI dan
MPASI dan juga pelatihan tata laksana gizi buruk.
Hasil penelitian
pada tenaga gizi di Kabupaten Aceh Besar, tidak ada satu pun tenaga gizi yang
pernah mengikuti pelatihan gizi darurat, pernah mengikuti pelatihan
surveillance gizi sebanyak 13 orang (25,49%),
mengikuti pelatihan konseling ASI dan MPASI sebanyak 37 orang (72,54%),
dan mengikuti pelatihan tata laksana gizi buruk sebanyak 25 orang (49,02%).
KESIMPULAN
Pengetahuan
mengenai gizi darurat pada tenaga gizi sebagian besar sudah baik (54,9%), yang
memiliki sikap positif terhadap gizi darurat pada saat bencana (74,51%),
sedangkan tenaga gizi yang terampil dalam memberikan pelayanan gizi darurat
(25,49%). Tenaga gizi di
Kabupaten Aceh Besar yang siap siaga sebanyak
37,25%, dan yang kurang siap siaga sebanyak 62,74%.
Tenaga gizi belum dilibatkan
dalam kegiatan penanggulangan bencana baik sosialisasi maupun yang berupa
kegiatan koordinasi karena perubahan paradigma manajemen penanggulangan bencana
tidak disertai dengan perubahan pola pikir pelaku penanggulangan bencana.
Tenaga gizi memiliki peran
dalam penanggulangan bencana terutama gizi darurat namun hal ini belum disertai
dengan kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan dan pembekalan buku
pedoman gizi darurat saat bencana, serta pelayanan gizi darurat masih kurang
mendapat dukungan.
Ketidakterlibatan tenaga gizi
karena kegiatan gizi pada saat bencana hanya sebatas membagi makanan kepada
pengungsi dan mendata jumlah bayi dan balita yang menjadi korban.
SARAN
1.
Kepada tenaga gizi diharapkan agar terus
meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan gizi darurat pada saat bencana
2.
Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah agar
dapat melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan interdisipliner dan juga
perlu adanya tenaga gizi di BPBD.
3.
Kepada Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan
kemampuan seluruh sumberdaya yang dimiliki
juga melibatkan seluruh sumberdaya dalam kegiatan penangulangan bencana
agar dimasa mendatang semua tenaga kesehatan siap siaga dalam menghadapi
bencana..
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, B. 2010. Etika dan Profesi Gizi, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
BNPB, 2012. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Penguatan
Kelembagaan dan Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan, BNPB, Jakarta.
Depkes RI, 2006. Pedoman Manajemen Sumberdaya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana, Depkes, Jakarta
Depkes, 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana, Depkes RI, Jakarta
Dewi,R.2010.Kesiapsiagaan Sumberdaya Manusia
Kesehatan dalam Penanggulangan Masalah kesehatan Akibat Bencana Banjir di
Provinsi DKI Jakarta, FKM UI, Jakarta.
Disaster Risk Aceh, 2011.
Strategi Umum Peningkatan Kesadaran Publik Dalam Penggurangan Resiko Bencana.
Banda Aceh
Hamalik, U. 2007. Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan
Pendekatan Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Kemenkes RI, 2010, Pedoman Pelaksanaan Gizi Dalam Situasi Darurat,
Kemenkes RI, Jakarta
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana,
Kemenkes RI, Jakarta.
Nurjanah, dkk. 2011. Manajemen Bencana,
Alfabeta, Bandung
Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana,
Dian Rakyat, Jakarta.
Sutrisno, E. 2012. Manajemen sumber Daya Manusia,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Wawan, dkk. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan
Sikap dan perilaku Manusia, Nuha Medika,
Yogyakarta.